Amnesti Internasional: Pernyataan Hukum Mati Koruptor Hanya Supaya Terkesan Keras

Pernyataan Jokowi dinilai bertentangan dengan pemberian remisi terhadap sejumlah koruptor.

oleh Yopi Makdori diperbarui 11 Des 2019, 08:15 WIB
Diterbitkan 11 Des 2019, 08:15 WIB
Amnesty International Indonesia Dorong Pemerintah Buka Arsip Tragedi 65
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid (kiri) menyampaikan keterangan bersama IPT 65 di Jakarta, Jumat (20/10). Rilis terkait Indonesia perlu membuka arsip tragedi 65 pasca diungkapnya dokumen Amerika. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi membuka peluang menghukum mati koruptor di Indonesia. Pernyataan Jokowi yang disampaikan saat memperingati hari antikorupsi sedunia itu pun menuai pro dan kontra.

Direktur Amnesti Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai, sikap tersebut hanya pencitraan pemerintah untuk memberikan kesan bahwa mereka keras terhadap koruptor. Namun faktanya tidak menunjukkan seperti itu.

"Saya rasa pernyataan itu ingin memberi kesan bahwa pemerintah bersikap keras terhadap koruptor, tetapi sayangnya pernyataan itu berlawanan dengan pengurangan hukuman yang baru-baru ini diberikan (kepada koruptor)," kata Usman kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Pernyataan tersebut dinilai sama sekali tidak memiliki taji. Terlebih lagi, kata Usman, pernyataan keluar setelah presiden mempertunjukkan upaya pelemahan secara sistematis terhadap lembaga antikorupsi KPK.

Di sisi lain, mantan aktivis 98 itu menilai, hukuman mati merupakan tindakan yang sudah semestinya dihapuskan dalam sistem hukum Indonesia. Sebab hal itu merupakan sebuah tindakan kejam dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Jadi harus dihapuskan dalam sistem hukum maupun dihentikan dalam praktik," ucap Usman Hamid.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Peluang Hukuman Mati Koruptor

Presiden Jokowi Peringati Hari Antikorupsi Sedunia di SMK 57
Presiden Joko Widodo berbincang dengan murid seusai menyaksikan drama bertajuk Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2019). Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia. (Liputan6.com/Biropres Kepresidenan)

Sebelumnya, Presiden Jokowi tidak menutup kemungkinan adanya revisi Undang-undang yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor. Asalkan, usulan tersebut datang dari rakyat.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat," kata Jokowi di SMK Negeri 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Jokowi menyebut aturan yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor bisa masuk dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor.

"Itu dimasukkan (ke RUU Tipikor), tapi sekali lagi juga tergantung yang ada di legislatif," ujarnya.

Saat menghadiri pentas Prestasi Tanpa Korupsi di SMKN 57 Jakarta, Jokowi mendapat pertanyaan seputar hukuman mati bagi koruptor. Pertanyaaan tersebut datang dari salah satu pelajar bernama Harli.

"Mengapa negara kita mengatasi korupsi tidak terlalu tegas? Kenapa nggak berani seperti di negara maju misalnya dihukum mati? Kenapa kita hanya penjara tidak ada hukuman tegas?" tanya Harli.

Jokowi langsung menjawab bahwa aturan hukuman mati sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Akan tetapi, hukuman mati dalam UU tersebut hanya berlaku bagi koruptor bencana alam nasional.

“Kalau korupsi bencana alam dimungkinan (dihukum mati). Misalnya, ada bencana tsunami di Aceh atau di NTB, kita ada anggaran untuk penanggulangan bencana, duit itu dikorupsi, bisa,” jelas Jokowi.

Mantan Wali Kota Solo ini menyadari, sejauh ini memang belum ada ketentuan hukuman mati bagi koruptor, selain dalam kasus korupsi bantuan bencana alam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya