Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat memastikan tidak ada unsur penipuan uang yang ditarik dari para anggota dalam kasus Sunda Empire.
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Saptono Erlangga mengatakan, para petinggi Sunda Empire yang telah ditetapkan sebagai tersangka diketahui tidak meminta biaya dari para anggotanya.
"Penipuan itu, kan tidak ada," kata Erlangga di Bandung, Jumat (7/2/2020).
Advertisement
Menurut Erlangga, para anggota ikut bergabung karena tergiur bujuk rayu tersangka Nasri Banks selaku Perdana Menteri Sunda Empire.
Dilansir Antara, Nasri Banks mengaku memiliki deposito senilai 500 juta dolar Amerika Serikat.
"Mereka mengikuti Sunda Empire itu kan tergiur dengan apa yang disampaikan oleh Nasri Banks. Dia mempunyai deposito 500 juta AS di situ, dengan harapan mengikuti Sunda Empire itu kan bisa mendapatkan dari yang 500 juta dolar itu," kata Erlangga.
Menurut dia, pihak kepolisian berkesimpulan tidak ada unsur penipuan karena sejauh ini tidak ada anggota Sunda Empire yang dirugikan secara materi.
Berbeda dengan kasus Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah yang menarik uang dari anggota dengan iming-iming kekayaan. Anggota Sunda Empire tidak ada yang dirugikan secara materi.
"Untuk yang menarik atau meminta dari anggota Rp 2 juta setelah itu diberi lebih dari itu, enggak ada. Enggak ada yang dirugikan dari segi materi," kata Erlangga.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Dijerat Pasal Hoaks
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat resmi menetapkan tiga petinggi Sunda Empire menjadi tersangka kasus penyebaran berita bohong atau hoaks pada Selasa 28Â Januari 2019 lalu.
Ada tiga orang petinggi yang menjadi tersangka, di antaranya bernama Nasri Banks sebagai perdana menteri, Raden Ratna Ningrum sebagai ratu agung, dan Ki Ageng Ranggasasana sebagai sekretaris jenderal.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong atau hoaks dan menyiarkan kabar yang tidak pasti. Mereka diancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Advertisement