Kejagung: Kasus Jiwasraya Murni Pidana Korupsi, Bukan Risiko Bisnis

Menurut Febrie Adriansyah, kasus Jiwasraya tidak akan berakhir sebagaimana perkara Pertamina.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 11 Mar 2020, 19:07 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2020, 19:07 WIB
Ilustrasi Jiwasraya
Ilustrasi Jiwasraya (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa kasus dugaan korupsi yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya murni tindak pidana korupsi. Berbeda dengan perkara eks Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan yang diputus Mahkamah Agung (MA) sebagai risiko bisnis.

Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah menyampaikan, memang ada kesamaan antara dua kasus tersebut.

"Tapi apakah risiko bisnis itu bisa dilakukan berulang-ulang? Salah itu. Masa 2008 sampai 2018 rugi terus bisnis Jiwasraya. Kalau begitu namanya pembobolan berkali-kali," tutur Febrie di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (11/3/2020).

Menurut dia, kasus Jiwasraya tidak akan berakhir sebagaimana perkara Pertamina. Pasalnya, dugaan tindak pidana korupsi di Jiwasraya bisa dibuktikan lewat hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Udah ada hasilnya dari audit BPK. Kelihatan itu," jelas Febrie.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah menyatakan, majelis hakim MA mengeluarkan putusan lepas atau onslag van recht vervolging terhadap Karen Agustiawan. Karen lepas dari hukuman sebelumnya yaitu delapan tahun penjara.

"Yang bersangkutan memang betul melakukan perbuatan, tapi bukan perbuatan pidana. Makanya di-onslag," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah saat dihubungi, Senin (9/3/2020).

Abdullah belum bisa membeberkan secara lebih gamblang. Intinya, kata dia, Karen Agustiawan terbukti melakukan perbuatan tetapi bukan kejahatan.

"Karena bukan tindak pidana tidak bisa di pertangungjawabkan dengan beban pidana," ujar dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Putusan Kasasi Karen

Jubir MA Andi Samsan Nganro menambahkan, putusan terhadap Karen itu dikeluarkan Ketua Majelis didamping hakim anggota, Prof Krisna Harahap, Prof Abdul Latif, Prof Mohammad Askin dan Sofyan Sitompul pada Senin, 9 Maret 2020.

"Dalam amarnya, menjatuhkan putusan dengan amar putusan antara lain melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," ucap Andi dalam keterangan tertulis.

Dia menyebut, pertimbangan majelis kasasi antara lain, bahwa apa yang dilakukan terdakwa Karen Agustiawan adalah bussines judgment rule dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.

Menurut majelis kasasi, putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Kendati putusan itu pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroan tetapi itu merupakan resiko bisnis.

"Bertolak dari karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi (unpredictable) dan tidak dapat ditentukan secara pasti," tutup dia.

Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Galaila Agustiawan divonis delapan tahun penjara. Karen dinyatakan bersalah terkait investasi Pertamina yang merugikan keuangan negara senilai Rp 568,066 miliar.

Dari fakta persidangan, majelis hakim menilai wanita yang pernah menjadi guru besar di Universitas Harvard itu tidak melakukan tata tertib aturan perusahaan dalam mengambil keputusan seperti investasi.

Terlebih lagi, menurut hakim, Karen menjabat sebagai pucuk pimpinan keputusan investasi, yakni sebagai Direktur Hulu 2008-2009.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya