Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait penetapan tersangka Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata dalam kasus dugaan korupsi Jiwasraya.
"Kami menghormati proses hukum yang sedang berjalan," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro kepada Liputan6.com, Sabtu (7/2/2025).
Advertisement
Dikutip dari keterangan Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah menetapkan 1 (satu) orang Tersangka, pada perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2008 sampai dengan 2018.
Advertisement
Proses penyidikan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor: Print-1611/M.1/Fd.1/06/2019 tanggal 26 Juni 2019.
Serta Surat Perintah Penyidikan Direkrur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-33/F.2/Fd.2/12/2019 tanggal 17 Desember 2019.
Kemudian, berdasarka Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-555/F.2/Fd.2/12/2019 tanggal 27 Desember 2019.
Adapun berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah diperoleh selama penyidikan, Tim Penyidik telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan 1 (satu) orang Tersangka yaitu Tersangka Isa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) periode tahun 2006 sampai dengan 2012.
Kronologi Korupsi Kasus Jiwasraya
Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, merinci awal mula kasus tersebut yakni pada Maret 2009, Menteri BUMN menyatakan bahwa PT Asuransi Jiwasraya (AJS) dihadapkan pada kondisi insolvent (kategori tidak sehat), dimana pada posisi tanggal 31 Desember 2008 terdapat kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban Perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp 5,7 triliun.
Karena PT AJS merupakan perusahaan milik negara yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, dimana usaha PT AJS di bidang asuransi jiwa dengan prinsip syariah serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan untuk menghasilkan jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, untuk mendapatkan/mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.
Maka Menter BUMN mengusulkan upaya penyehatan kepada Menteri Keuangan dengan penambahan modal sebesar Rp6 triliun dalam bentuk Zero Coupon Bond, dan Kas untuk mencapai tingakt solvabilitas (rasio keuangan yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya) minimum (Risk Based Capital/RBC), atau metode perhitungan untuk mengetahui kesehatan keuangan perusahaan asuransi mampu memenuhi kewajibannya 120%.
Namun, usulan penyehatan tersebut tidak disetujui karena tingkat RBC PT AJS sudah mencapai -580% (minus lima ratus delapan puluh persen) atau bangkrut;
Kemudian, untuk mengatasi kondisi keuangan PT AJS tersebut pada awal tahun 2009, Direksi PT AJS antara lain Terpidana Hendrisman Rahim, Terpidana Hary Prasetyo dan Terpidana Syahmirwan melakukan pembahasan kondisi keuangan PT AJS tersebut.
Mereka membahas tentang rencana restrukturisasi PT AJS dengan tujuan untuk memenuhi restrukturisasi bisnis asuransi jiwa PT AJS sebagai akibat adanya kerugian pada tahun-tahun sebelum 2008 dari bisnis produk-produk asuransi PT AJS yakni adanya ketimpangan antara asset dan liability (kewajiban PT AJS terhadap pemegang polis) minus sebesar Rp5,7 triliun.
Advertisement
Membuat Produk JS Saving Plan
Untuk menutupi kerugian PT AJS tersebut, Terpidana Hendrisman Rahim, Terpidana Hary Prasetyo dan Terpidana Syahmirwan membuat produk JS Saving Plan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi 9%-13% (di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu sebesar 7,50%-8,75%) atas pengetahuan dan persetujuan dari Tersangka IR.
Dimana untuk memasarkannya seebagai produk asuransi harus mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK dan berdasarkan Pasal 6 KMK Nomor: 422/KMK.06/2023 tanggal 30 September 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi yaitu pada pokoknya perusahaan perasuransian tidak boleh dalam keadaan insolvensi (kondisi ketika seseorang atau perusahaan tidak bisa membayar utang atau kewajiban keuangannya tepat waktu).
Setelah melalui beberapa pertemuan di Kantor Bapepam-LK antara PT AJS yang diwakili Terpidana Hendrisman Rahim, Terpidana Hary Prasetyo dan Terpidana Syahmirwan dengan Tersangka IR yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, membahas tentang pemasaran produk JS Saving Plan.
Kemudian, tersangka IR membuat surat yang berisi PT AJS memasarkan produk JS Saving Plan antara lain Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.10214/BL/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Produk Asuransi Baru Super Jiwasraya Plan; Surat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK Nomor: S.1684/MK/10/2009 tanggal 23 November 2009 tentang Pencatatan Perjanjian Kerjasama Pemasaran Produk Super Jiwasraya dengan PT ANZ Panin Bank.
Padahal Tersangka IR tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi;
Adapun pemasaran produk Saving Plan dengan struktur bunga dan benefit yang tinggi kepada pemegang polis sangat membebani keuangan perusahaan karena tidak dapat diimbangi dengan hasil investasi sebagai berikut:
- Produk Saving Plan memberikan masa manfaat asuransi jiwa 5 tahun dengan periode investasi 1 tahun yang dapat diperpanjang atau dicairkan pada tahun kedua hingga tahun kelima;
- Produk Saving Plan memberikan garansi bunga pengembangan yang terlalu tinggi selama 1 tahun periode investasi;
- Terdapat biaya berupa fee-based income bagi bank mitra yang melakukan penjualan produk Saving Plan, sales program bagi para tenaga pemasar yang bekerja di bank mitra, dan insentif bagi pemegang polis yang membeli produk Saving Plan.
- Sesuai dengan data pada general ledger premi yang diterima oleh PT AJS melalui program JS Saving Plan pada periode 2014 s.d. 2017:
• Tahun 2014 sebesar Rp2,7 triliun;
• Tahun 2015 sebesar Rp6,6 triliun;
• Tahun 2016 sebesar Rp16,1 triliun;
• Tahun 2017 sebesar Rp22,4 triliun.
Sehingga total perolehan premi dan produk JS Saving Plan yang diterima oleh PT AJS periode 2014 s.d. 2017 adalah Rp47,8 triliun;
Selanjutnya dana yang diperoleh PT AJS yang diantaranya melalui Saving Plan tersebut dikelola oleh PT AJS (Terpidana Hendrisman Rahim, Terpidana Hary Prasetyo dan Terpidana Syahmirwan) dengan cara ditempatkan dalam bentuk investasi saham dan reksadana yang dalam pelaksanaannya investasi yang dilakukan tidak didasari prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko Investasi.
Dimana dari penelusuran transaksi investasi saham dan reksadana tersebut diketahui terdapat transaksi yang tidak wajar terhadap beberapa saham antara lain: IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO dan beberapa saham lainnya yang dilakukan baik secara langsung (direct) maupun melalui Manajer Investasi yang mengelola reksadana sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian.
Advertisement
Negara dirugikan Rp 16 triliun
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksan Investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi PT AJS periode tahun 2008 s.d. 2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 tanggal 9 Maret 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), negara dirugikan sebesar Rp16.807.283.375.000 (enam belas triliun delapan ratus tujuh miliar dua ratus delapan puluh tiga juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).
Pasal yang disangkakan terhadap Tersangka Isa yaitu Pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tersangka Isa dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 11/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 7 Februari 2025.