HEADLINE: Drama Tragis Corona di Kehidupan Orang Indonesia

Jumlah kasus corona di Indonesia terus meningkat. Saat ini 2.956 orang dinyatakan positif corona. 240 orang meninggal dan 222 dinyatakan sembuh.

oleh Yusron FahmiNanda Perdana PutraLizsa EgehamYopi Makdori diperbarui 09 Apr 2020, 00:01 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2020, 00:01 WIB
Kerabat Pasien Corona Depok Dibawa ke RSPI Sulianti Saroso
Petugas Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengenakan pakaian pelindung khusus saat menangani pasien yang diduga terinfeksi Corona di Gedung Mawar RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta, Senin (2/3/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak dipastikan masuk Indonesia awal Maret 2020, virus corona (Covid-19) telah memporakporandakan sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Sekolah libur, perkantoran tutup. Aktivitas sosial kemasyarakatan dan juga keagamaan dibatasi. Prosesi kerja, ibadah dan kegiatan lainnya dialihkan di rumah masing-masing. Semua diminta untuk tinggal di rumah dan keluar hanya untuk urusan mendesak.  

Siang 2 Maret 2020, Presiden Jokowi secara resmi mengumumkan bahwa dua warga Indonesia positif corona dan dirawat di RSPI Sulianti Saroso Jakarta. Dua pasien pertama positif corona di Indonesia tersebut, terpapar setelah berkontak langsung dengan warga Jepang yang tinggal di Malaysia yang juga positif corona.   

"Begitu ada informasi bahwa orang Jepang ke Indonesia yang tinggal di Malaysia positif corona, tim dari Indonesia langsung telusuri," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020).

Hasilnya, orang Jepang yang terkena virus corona tersebut berhubungan dengan 2 orang, ibu 64 tahun dan putrinya 31 tahun.  "Ibu itu di Indonesia. Sudah di rumah sakit," ujar Jokowi. 

Infografis Drama Tragis Korban Corona di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Pengumuman Jokowi menjadi pintu masuk gunung es kasus corona di Indonesia. Tak butuh waktu lama, jumlah pasien corona di Tanah Air terus beranjak naik. Dari mulanya hanya di DKI Jakarta dan berjumlah puluhan, saat ini corona telah menyebar di 32 provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus positif mencapai ribuan. 

Data terbaru, Rabu 8 April 2020 yang disampaikan oleh Juru Bicara Penanggulangan Covid-19 Achmad Yurianto, jumlah positif Covid-19 di Indonesia mencapai 2.956 kasus, sedangkan meninggal adalah 240 orang dan dinyatakan sembuh adalah 222. Jakarta menjadi episentrum Covid-19 dengan 1.470 kasus positif atau hampir 50 persen kasus corona nasional. Ini belum tentu klimaks.

Beragam upaya pencegahan dan penghentian Covid-19 dilakukan pemerintah. Imbauan untuk sering cuci tangan, menjaga jarak fisik atau pysical distancing hingga tetap tinggal di rumah terus dikampanyekan sejak kasus ini mencuat. Upaya penanganan pasien secara medis juga dilakukan dengan menyiapkan sejumlah rumah sakit rujukan bagi warga yang terkena Covid-19. Tak hanya rumah sakit reguler, pemerintah juga menyiapkan rumah sakit khusus atau darurat untuk pasien Covid-19.

Wisma Atlet Kemayoran yang sebelumnya menjadi tempat tinggal para atlet Asian Games 2018, disulap menjadi rumah sakit darurat untuk menampung pasien corona. Rumah sakit dadakan ini diproyeksikan bisa menampung 3 ribu pasien corona dari Jakarta dan sekitarnya. 

Sebulan berselang sejak Indonesia dipastikan Covid-19, upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah belum efektif. Kasus corona terus bertambah dan bertambah setiap harinya.

Langkah lebih tegas pun diambil. Jokowi mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status kedaruratan kesehatan pada Selasa 31 Maret 2020. PSBB dikeluarkan sebagai respons tuntutan sejumlah daerah yang ingin memberlakukan karantina wilayah di daerahnya masing-masing.

DKI Jakarta menjadi kota pertama yang mengajukan PSBB untuk menghentikan penyebaran corona. Permohonan DKI Jakarta dikabulkan Menkes Terawan dan mulai akan berlaku pada 10 April 2020. Pengajuan PSBB juga dilakukan wilayah penyangga DKI, yakni Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota dan Kabupaten Bogor serta Depok.

Tak hanya membuat pemerintah pontang panting untuk penanggulangan, pandemi corona di Indonesia juga menyisakan sejumlah kisah pilu bagi sejumlah kalangan. Mulai dari duka petugas medis yang turut jadi korban dan berujung pada kematian. Covid-19 juga menteror seseorang mulai dari pejabat negara hingga warga biasa. Tak cukup itu, Corona juga menghadirkan kisah pilu pada penolakan pemakaman pasien positif corona yang terjadi di sejumlah daerah. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Duka Tenaga Medis; Terpapar, Meninggal dan Ditolak Warga

Ilustrasi Covid-19, virus corona
Ilustrasi Covid-19, virus corona. Kredit: Gerd Altmann via Pixabay

Berada digaris depan penanganan Covid-19, membuat posisi dokter dan perawat paling rentan tertular corona. Terlebih mereka terkadang harus bekerja dengan alat pengaman diri (APD) yang pas-pasan dan tidak sesuai dengan standar kesehatan dunia.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mencatat, hingga 5 April 2020 sebanyak 24 dokter meninggal terkait corona. Mereka adalah dokter terbaik yang mendonasikan dirinya untuk melawan Covid-19.

"Sejauh ini yang terkonfirmasi ada 18 dokter dan 6 dokter gigi yang meninggal terkait Covid-19. Totalnya jadi 24 dokter yang meninggal," terang Humas PB IDI Halik Malik saat dikonfirmasi Liputan6.com, Senin (6/4/2020).   

Halik mengatakan, pihaknya sangat prihatin terhadap kepergian kawan-kawan sejawatnya itu. Dia menyesalkan jika tenaga medis yang menjadi benteng pelayanan tumbang satu per satu tanpa ada upaya serius (pemerintah) untuk melindungi mereka.

Halik menyebut, banyaknya tenaga medis yang meninggal dalam menangani virus corona ini semestinya menjadi alarm bagi organisasi profesi dan pemerintah agar dilakukan penelusuran lebih jauh terkait faktor risiko dan penyebabnya.

Daftar 24 dokter yang meninggal karena Covid-19:

1. Prof. DR. dr. Iwan Dwi Prahasto (Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada)

2. Prof. DR. dr. Bambang Sutrisna (Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI)

3. dr. Bartholomeus Bayu Satrio (IDI Jakarta Barat)

4. dr. Exsenveny Lalopua, M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Bandung)

5. dr. Hadio Ali K, Sp.S (Perdossi DKI Jakarta, IDI Jakarta Selatan)

6. dr. Djoko Judodjoko, Sp.B (IDI Bogor)

7. dr. Adi Mirsa Putra, Sp.THT-KL (IDI Bekasi)

8. dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ (RSJ dr. Soeharto Herdjan, IDI Jaktim)

9. dr. Ucok Martin Sp. P (Dosen FK USU, IDI Medan)

10. dr. Efrizal Syamsudin, MM (RSUD Prabumulih, Sumatera Selatan, IDI Cabang Prabumulih)

11. dr. Ratih Purwarini, MSi (IDI Jakarta Timur)

12. Laksamana (Purn) dr. Jeanne PMR Winaktu, SpBS di RSAL Mintohardjo.

13.  Prof. Dr. dr. Nasrin Kodim, MPH (Guru besar Epidemiologi FKM UI)

14. Dr. Bernadetta Tuwsnakotta Sp THT (IDI Makassar)

15. DR. Dr. Lukman Shebubakar SpOT (K) Meninggal di RS Persahabatan (IDI Jakarta Selatan)

16. Dr Ketty di RS Medistra (IDI Tangerang Selatan)

17. Dr. Heru S. meninggal di RS Pusat Pertamina (IDI Jakarta Selatan)

18. Dr. Wahyu Hidayat, Sp THT meninggal di RS Pelni (IDI Kabupaten Bekasi)

19. drg. Umi Susana Widjaja

20. drg. Yuniarto Budi Santosa

21. drg. Amutavia P. Artsianti

22. drg. Roselani Widajati Odang

23. drg. Gunawan Oentaryo

24. drg. Anna Herlina Ratnasari

Tidak hanya ancaman Covid-19, petugas medis juga harus berhadapan dengan resistensi warga atas kehadirannya. Profesi mereka dianggap bisa menularkan virus karena setiap hari bersinggungan dengan pasien Covid-19.

Seorang dokter dan perawat di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur, mengaku mendapat perlakuan tak menyenangkan karena tiba-tiba diusir dari rumah kosan yang disewa.

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah membenarkan keluh kesah dari paramedis tersebut.

"Iya ada. Sejak Rumah Sakit Persahabatan ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan itu, bukan hanya perawat, ada juga dokter, mahasiswa juga yang di situ, diminta untuk tidak kos di situ lagi," tutur Harif saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (25/3/2020).

Harif menduga, peristiwa itu ada kaitannya dengan rasa cemas dan ketakutan masyarakat terkait penyebaran virus Corona Covid-19. Meski disebut hanya beberapa dari perawat yang mengadu, dia menyayangkan adanya tindakan tersebut.

"Menurut saya tidak harus seperti itu. Justru dalam masa-masa begini ini, ada perawat ada dokter di lingkungan kita malah harusnya bersyukur. Bisa menjadi tempat bertanya, tempat konsultasi, ya kan. Karena mereka tahu banyak soal seperti ini, supaya tidak salah informasi. Bisa menjadi sumber informasi yang utama harusnya untuk di bidang kesehatan," katanya.

Kisah serupa muncul dari Banten. Salah satu petugas medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten yang tidak ingin disebutkan namanya, mengaku dirinya dan teman-teman seprofesi yang merawat pasien corona harus mencari indekos baru.

Hal ini karena sang pemilik kosan tidak mau menerimanya kembali karena alasan takut tertular. Kondisinya makin parah lantaran Pemprov Banten tidak memfasilitasi karantina dan kendaraan khusus bagi tenaga medis sebagaimana standard operasional prosedur (SOP) penanganan pasien.

"Saya dan kawan-kawan tidak dapat kosan. Alasan pemilik kosan khawatir ada penularan, setelah tahu kami bekerja menangani pasien Covid-19," katanya Kamis (26/3/2020).

Akibat ditolak pemilik kos, dia terpaksa pulang ke rumah dan tinggal bersama suami dan kedua anaknya.

"Jujur saya takut menulari keluarga karena harus bolak-balik dengan kendaraan (motor) sendiri dari rumah sakit ke rumah bersama keluarga. Apa boleh buat karena tidak ada tempat khusus buat kami," ujar dia.

Ibu dua anak itu mengaku pernah terpikir untuk menggunakan kendaraan angkutan online, namun hati nuraninya tak kuasa karena perasaan takut menularkan virus kepada pengemudi dan penumpang lain.

"Enggak ada angkutan antar jemput juga buat kami. Terpaksa saya harus pakai motor yang biasa digunakan anak untuk sekolah," ujarnya.

Beruntung, sejumlah Pemda bergerak untuk mengatasi masalah ini. Pemrov DKI Jakarta misalnya, menyiapkan empat hotel milik Pemda untuk menampung pekerja medis Covid-19. 

Direktur Utama PT Jakarta Tourisindo (Jaktour) Novita Dewi menyatakan, 600-an tenaga medis sudah menempati empat hotel milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta. Hotel tersebut adalah Hotel Grand Cempaka Business, Hotel d'Arcici Alhijra, Hotel d'Arcici Plumpang dan  Hotel d'Arcici Sunter

"Total nakes (tenaga kesehatan) 671 orang, total kamar terpakai 336 kamar (di empat hotel)," kata Novita, Senin (30/3/2020).

Selain itu, Novita menyatakan akan menggandeng hotel lainnya untuk menampung ribuan tenaga medis lainnya. Sebab empat hotel yang sudah ada tidak dapat menampung seluruh tenaga medis yang menangani Covid-19.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap keberadaan penginapan ini dapat membuat para tenaga medis fokus bekerja.

"Semua kebutuhan, mulai dari makan, tempat istirahat kita penuhi dan mereka tidak harus jauh-jauh pulang ke rumah dan keluarga pun tenang, karena keluarganya yang menangani para pasien Covid-19 punya tempat tinggal yang nyaman dan layak,” ucap Anies, Jakarta (26/3/2020).

Langkah serupa juga dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Mereka meyiapkan hotel agar para pekerja medis tidak pulang dan mengurangi potensi penyebaran corona. 

"Jadi kebijakan kami, semua para medis baik dokter ataupun perawat yang berada di garis terdepan, kami siapkan hotel," kata Gubernur Sulawesi Selatan HM Nurdin Abdullah, Jumat (27/3/2020).

Satu hotel yang sudah dialokasikan adalah Grand Sayang di daerah perkotaan Makassar.

"Kami juga nego beberapa hotel yang berada di sekitar Jalan Tamalanrea yang dekat dengan RS Wahidin Sudirohusodo, ICC, Rumah Sakit Unhas ataupun RS Sayang Rakyat," lanjut Nurdin.

Hotel yang diinapi para tenaga medis ini akan dilengkapi peralatan sterilisasi sehingga para petugas medis dipastikan aman saat masuk ke kamar masing-masing. Selain itu, Pemprov juga akan memastikan menu para petugas medis yang akan lebih difokuskan untuk peningkatan gizi.

"Jadi kami juga akan perbaiki gizi para petugas medis agar dapat bekerja dengan tenang. Jadi kami akan persiapkan sebaik mungkin," ujarnya.

 

Menteri, Wali Kota hingga Balita Bertumbangan

Menteri Perhubungan Budi Karya menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk terus melawan Covid-19. (Istimewa)
Menteri Perhubungan Budi Karya menyampaikan pesan kepada masyarakat untuk terus melawan Covid-19. (Istimewa)

Virus corona menyebar sangat cepat dan mudah menyerang seseorang. Covid-19 bisa menyerang siapa saja, mulai dari pejabat tinggi negara hingga warga negara biasa. 

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menjadi pejabat negara pertama yang dinyatakan positif Covid-19. Saat ini, Budi Karya tengah dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta.

"Hasil laboratorium confirm untuk Covid-19," ujar Wakil Kepala RSPAD Gatot Soebroto Brigjen TNI dr. Albertus Budi Sulistya, Sabtu, (14/3/2020).

Kondisi terkini, kesehatan Budi Karya terus membaik. Berdasarkan rekaman video yang diterima Liputan6.com, Kamis (2/4/2020), Budi Karya tampak merekam sendiri kondisinya. Tampak selang alat bantu pernapasan masih melekat di hidungnya. 

"Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirabbil Alamin. Bapak Presiden, terima kasih atas dukungannya," tutur Budi Karya.

Budi Karya mengaku mendapat perawatan maksimal dari dokter RSPAD Gatot Subroto. Dia pun yakin seluruh tim medis dimana pun telah bekerja dengan sangat baik di bawah arahan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Ini menjadi semangat bagi kita semua untuk melawan Covid-19. Kita yakin apabila kita melakukanmya dengan baik, Insyaallah kita bisa menyelesaikan dengan kemenangan. Allahuakbar," jelas dia.

Selain Budi Karya, virus corona juga menyerang deretan kepala daerah. Tercatat tiga kepala daerah, yakni Wali Kota Bogor Bima Arya, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana dan Bupati Karawang Cellica Nurachadiana tumbang dan dinyatakan positif Covid 19.

Wali Kota Bogor Bima Arya dinyatakan positif setelah melakukan tes pada Selasa, 17 Maret 2020 di RS Bogor Senior Hospital.

"Kamis sore, 19 Maret 2020, Wali Kota Bogor Bima Arya telah menerima hasil tes swab yang menunjukkan Positif Covid-19," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kadis Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno kepada Liputan6.com, Kamis, 19 Maret 2020 malam.

 Bima pun menjalani proses isolasi di RSUD Kota Bogor sejak Kamis malam, 19 Maret 2020 selama 14 hari.

Kondisi terakhir, Bima Arya mengungkapkan kondisi mulai membaik. Dalam sebuah video yang diterima Liputan6.com, Bima mengatakan ada peningkatan kondisinya.

"Hari ini hari ke-17 saya dirawat di RSUD Kota Bogor. Alhamdulillah hanya karena kuasa Allah SWT kondisi semakin membaik. Ketika masuk ke rumah sakit yang dirasakan tidak nyaman di tenggorokan, agak batuk-batuk kemudian lemas, mual dan tidak nafsu makan," katanya, Minggu (5/4/2020).

Saat menjalani perawatan, Bima Arya mengaku memaksakan diri untuk melahap berbagai hidangan yang disajikan rumah sakit, termasuk daging dan sayuran guna memperbaiki kekebalan tubuh dirinya.

"Buah-buahan, jus semua dilahap. Kiriman UMKM kunyit, temulawak semua saya lahap. Alhamdulillah beberapa hari kemudian nafsu makan kembali kumpul," ungkap dia.

Bima juga mengaku dirinya mengurangi porsi membaca berita maupun membuka media sosial agar fokus untuk beristirahat memperbaiki sistem kekebalan tubuh.

Jika Menhub Budi Karya dan Wali Kota Bima Arya masih harus berjuang untuk sembuh dari Covid 19. Kondisi Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana sudah membaik dan dinyatakan sembuh.

"Hari ini, Jumat 28 Maret 2020, Alhamdulillah setelah sekian lama saya diisolasi karena positif Corona Covid-19. Hari ini hasil swab test yang kedua saya telah dinyatakan negatif," ucap Yana melalui unggahan video di akun Instagram pribadinya @kangyanamulyana pada Jumat (27/3/2020).

Yana pun tetap mengimbau masyarakat untuk tetap jaga jarak fisik agar penyebaran corona bisa ditekan.

Yana mengaku bersyukur telah sembuh dan berterima kasih kepada rumah sakit dan seluruh tim dokter serta perawat yang telah luar biasa merawat dan dengan sabar mengobatinya.

"Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan pada kita semua dan kita bisa melewati masa yang berat bagi bangsa dan dunia," ujarnya.

Kasus pilu korban corona juga datang dari warga biasa. Seorang balita 1 tahun 4 bulan Kota Kendari, dinyatakan positif virus Corona Covid-19 pada Minggu 5 April 2020. Bayi tersebut, merupakan kerabat dari pasangan suami istri asal Kota Kendari yang dinyatakan positif pada Jumat 3 April 2020.

Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sulawesi Tenggara, dr La Ode Rabiul Awal menyatakan, kondisi balita dinyatakan positif setelah melalui rapid test atau tes cepat menggunakan alat khusus.

"Kami tak bisa merinci, dia anak pasutri asal Kota Kendari atau bukan, yang jelas dia kerabat dekat pasutri yang dinyatakan positif asal Kota Kendari," ujar La Ode, Senin (6/4/2020).

Dia melanjutkan, selain rapid test Corona covid-19, pihaknya sudah melakukan tes swab tenggorokan terhadap balita. Sampel dahak dan air liur tenggorokan kemudian dikirim ke laboratorium Makassar.

"Balita ini, sedang diisolasi mandiri di rumahnya," lanjut La Ode Rabiul Awal.

Dia mengatakan, balita ini diduga memiliki kontak erat dengan dua pasutri yang dinyatakan positif sebelumnya. Alasannya, suami pasutri yang positif, jarang keluar rumah.

"Usai pasutri asal Kota Kendari dinyatakan positif, kami sudah melakukan tracing kepada puluhan anggota keluarganya melalui rapid rest," ujar Rabiul Awal.

Dia menjelaskan, sebanyak 62 orang anggota keluarga pasutri dilakukan tes cepat. Hasilnya, 1 orang balita positif dan 61 orang dinyatakan negatif.

 

Mereka Menolak Jasad Pasien Covid-19

corona covid-19 di Kota Jayapura
Pemakaman pasien covid-19 di Kota Jayapura yang dilakuan pada Minggu pagi (5/4/2020) di Pemakaman Buper Waena. (Liputan6.com/istimewa)

Kisah pilu dampak corona juga terjadi pada mereka yang sudah meninggal. Sejumlah warga menolak wilayah mereka dijadikan lokasi pemakaman pasien corona yang meninggal dunia. Alasannya, mereka cemas jika jasad itu membawa virus dan menular. 

Di Banyumas, Jawa Tengah sejumlah warga sampai membunyikan kentongan hingga ada yang melempar batu agar pemakaman di sekitar desa mereka batal dilaksanakan.

Dalam sebuah tayangan video, Bupati Banyumas Achmad Husein sampai harus turun tangan menenangkan warga yang menolak pemakaman jenazah positif corona. Kepada warga, dia menjelaskan bahwa jenazah tersebut sudah aman dan tidak akan menularkan virus Corona Covid-19.

Bupati menyatakan, perawatan jenazah sudah seusai dengan standar penanganan jenazah Covid-19. Bahkan, dia pun mengaku turut menggali makam dan menggotongnya.

Toh, warga tetap menolak. Bahkan, di pemakaman yang terakhir, kuburan mesti dibongkar untuk memindah ke pemakaman yang disiapkan di desa lain. Akhirnya, jenazah bisa dimakamkan di sebuah desa di Kabupaten Banyumas.

Banyumas berkabung. Pemakaman jenazah pasien positif Covid-19 ini begitu menguras energi dan air mata.

"Dibangun makam khusus bekerja sama dengan masyarakat dan ulama," kata  Bupati Husein, tanpa menyebut di mana jenazah dimakamkan, melalui pesan singkat, Kamis dinihari (2/4/2020).

Kasus serupa terjadi di Gowa Sulawesi Selatan. Warga di sekitar TPU Baki Nipa-Nipa Antang, Kecamatan Manggala, Makassar, menolak dan mengusir saat jenazah Pasien Dalam Pemantauan (PDP) Covid-19, hendak dimakamkan di sana. Korban corona tersebut  meninggal dunia di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar, pada Minggu, 29 Maret 2020.  

Alhasil korban meninggal yang berdomisili di Kelurahan Paccinongan, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa itu pun terpaksa dimakamkan di tempat lain, padahal liang lahad di tempat pemakaman sebelumnya telah disiapkan. 

"Dimakamkan di Pekuburan Sudiang pagi tadi. Dimana sebelumnya almarhum yang rencana akan dimakamkan di antang namun ditolak," kata Camat Somba Opu, Agussalim, Minggu (29/3/2020). 

Jenazah pria berusia 52 tahun itu sebenernya telah ditangani sesuai dengan standar penanganan pasien yang diduga terinfeksi virus. Jenazahnya telah dibungkus plastik dan langsung dibawa ke pemakaman tanpa terlebih dahulu dibawa ke Rumah Duka, namun warga yang berada di sekitar pemakaman tetap menolak jika dia dimakamkan di TPU Baki Nipa-Nipa.  

"Kami Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kelurahan Paccinongngang telah berkoordinasi dengan Ketua Kerukunan Keluarga dan RW, dan beliau menyampaikan bahwa almarhum telah dikubur," Agussalim menjelaskan. 

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyesalkan adanya penolakan dari sejumlah warga terhadap penguburan jenazah yang terpapar Corona atau Covid-19.

Menurutnya hal itu tidak perlu, sebab pemerintah udah merilis protokol yang sesuai terkait hal tersebut.

"Sehubungan adanya penolakan dari sebagian masyarakat terhadap penguburan jenazah terpapar Corona, tentu memprihatinkan dan kita sesalkan," tulis Anwar Anas, Kamis (2/4/2020).

Anwar menyadari betul ada ketakutan dari masyarakat akan terjadi penularan kalau jenazah tersebut dikuburkan di tempat mereka. Namun, dia menegaskan hendaknya ketakutan tersebut tidak berlebihan dan harus didasarkan kepada ilmu pengetahuan.

"Perlu ada penjelasan yang sejelas-jelasnya dari para ahli dan dari pihak pemerintah tentang cara dan ketentuan terkait penguburan jenazah yang terpapar Corona yang aman yang dijamin tidak akan menularkan virus tersebut kepada masyarakat setempat," jelas dia.

Anwar melanjutkan, dalam ajaran Islam orang yang masih hidup harus dan wajib hukumnya menghormati jenazah dan salah satu cara menghormatinya yaitu dengan menguburkannya.

"Untuk itu kepada masyarakat kita harapkan bila penguburan jenazah yang aman seperti yang dikatakan oleh para ahli dan pemerintah sudah terpenuhi dan dipenuhi maka kita harus bisa menerima, jangan lagi ada penolakan-penolakan," harap dia.

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, menolak jenazah korban virus Corona atau Covid-19 termasuk perbuatan dosa.

"Dosa pertama tidak menunaikan kewajiban atas jenazah dan kemudian menghalang-halangi pelaksanaan penunaian terhadap kewajiban terhadap jenazah," kata dia saat Konferensi Pers di Gedung BNPB, Sabtu (4/4/2020).

Asrorun mengatakan, memandikan, mengkafani, menyolatkan hingga menguburkan merupakan hak jenazah yang harus dipenuhi.

Majelis Ulama Indonesia pun telah mengeluarkan Fatwa Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana'iz). Dia meminta fatwa ini bisa dijadikan pedoman bagi umat Islam dan panduan bagi tenaga kesehatan, petugas dalam mengurus jasad kaum muslimin yang terkena wabah Corona Covid-19.

"Jika kita mengikuti protokol kesehatan di dalam proses pengurusan jenazah dan juga ketentuan di dalam fatwa sebagai panduan pengurusan jenazah muslim maka tidak ada kekhawatiran lagi untuk penularan kepada orang yang hidup," kata dia.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) telah merilis protokol pengurusan jenazah pasien terpapar Covid-19. Ada tiga tata ketetuan yang harus dijelankan usai jenazah dimandikan dan disalati dengan cara khusus sesuai protokol kesehatan.

Adapun untuk penguburannya, ada tiga ketentuan yang harus dijalankan, seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Agama pada 19 Maret 2020.

Pertama, lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum dan berjarak setidaknya 500 meter dari permukiman warga.

Kedua, jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi satu meter.

Ketiga, setelah semua prosedur jenazah itu dilaksanakan dengan baik, barulah keluarga dapat turut serta dalam penguburan jenazah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya