Warga Sultra Tanggapi Isu Penolakan 500 TKA Asal China

Mahadi juga menuturkan hubungan antara masyarakat dan pekerja asing selama ini terjalin dengan baik.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jun 2020, 17:20 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2020, 12:03 WIB
tka
Alat-alat pabrik milik PT OSS yang rencananya akan dipasang oleh 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ditolak sebagian kelompok. Peralatan smelter ini terbengkalai karena tidak ada tenaga ahli yang akan memasangnya. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Menanggapi penolakan masuknya 500 TKA China di Konawe, Sulawesi Tenggara, yang kerap dilontarkan beberapa pihak, warga sekitar Kawasan Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) angkat bicara. Mereka mengaku tidak mempermasalahkan kedatangan TKA China tersebut dengan catatan pemerintah mengatur protokol kesehatan yang ketat untuk penanganan virus corona.

Mahadi (52), Kepala Desa Puruuy Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe menyayangkan pihak-pihak yang berkomentar tanpa mempertimbangkan ekonomi masyarakat setempat yang bergantung pada beroperasinya industri pengolahan nikel.

Menurut dia, selama ini banyak masyarakat sekitar yang direkrut sebagai karyawan sehingga kehadiran industri tersebut membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang sebelumnya bekerja tidak menentu. Selain itu, Mahadi juga menuturkan hubungan antara masyarakat dan pekerja asing selama ini terjalin dengan baik.

"Namun, sejak adanya pandemi ini, perusahaan memang membatasi kegiatan para tenaga kerja asing, tidak ada yang keluar," ujar Mahadi, Minggu (31/5/2020).

Senada dengan Mahadi, beberapa putra daerah yang kini bekerja di kawasan VDNI seperti Jusman Usman (37) warga Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe yang sudah lima tahun bekerja di PT OSS, mengungkapkan hal senada.

Dia menyampaikan, sejak awal bekerja di Kawasan Industri tersebut, kedatangan TKA selalu diikuti dengan terbukanya lapangan kerja untuk lebih banyak lagi pekerja lokal.

"Untuk TKA datang itu kan khusus pembangunan smelter, saya rasa tidak akan bisa mereka kerjakan sendiri tanpa karyawan lokal, jadi harus berdampingan. Mereka datangnya 500 orang otomatis karyawan yang nanti direkrut akan banyak karena dari segi konstruksi, smelter itu rumit pembangunannya. Jadi pasti memerlukan tenaga kerja lokal," terang Jusman yang sebelumnya berprofesi sebagai petani.

Selain Jusman, Isra (26) warga Kecamatan Bondoala, Kecamatan Konawe bahkan sempat dikirim untuk belajar ke China selama 1 tahun untuk mempelajari proses peleburan nikel dan stainless steel.

"TKA yang ada di sini, terutama yang ahli-ahli sebenarnya mereka mau ngajarin kita bagaimana cara prosesnya. Kadang ada kendala bahasa tapi sekarang sedikit-sedikit belajar (bahasa China)," terang Isra yang ditemui Senin (1/6/2020).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Protokol Kesehatan

Sementara, salah satu tokoh masyarakat yang juga pengurus Masjid Babulhair di Kendari, Rustam (66) juga menyampaikan aspek protokol kesehatan para tenaga kerja asing amat penting bagi masyarakat.

"Saya kira tidak ada masalah. Yang penting yang datang itu benar-benar bersih dari Covid-19. Kan sudah ada aturan di situ, untuk bisa karantina selama 14 hari. Tidak boleh jika tidak steril di Kendari. Jika sudah steril ngapain dilarang lagi, kan membangun perekonomian di Sulawesi Tenggara. Yang jelas jika tidak ada investor, tidak akan berkembang daerah kami," terang Rustam yang dihubungi Selasa (2/6/2020).

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya