Komnas HAM Sesalkan DPR Hapus RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas 2020

Sandrayati menyebut penundaan pembahasan RUU PKS merupakan bentuk pembiaran atas terjadinya pelanggaran HAM berupa tindakan kekerasan.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jul 2020, 18:19 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2020, 18:19 WIB
Gerakan Perempuan Anti Kekerasan
Massa Gerakan Perempuan Anti Kekerasan (Gerak Perempuan) menggelar aksi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jakarta, Senin (10/2/2020). Mereka menuntut Mendikbud Nadiem Makarim untuk membuat peraturan di kampus yang melindungi dari pelecehan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

"Kami sangat menyesalkan dikeluarkannya RUU PKS dari daftar Prioritas Prolegnas 2020," ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (2/7/2020), seperti dilansir dari Antara.  

Sandrayati menyebut penundaan pembahasan RUU PKS merupakan bentuk pembiaran atas terjadinya pelanggaran HAM berupa tindakan kekerasan.

Menurut dia, RUU PKS sangat dibutuhkan untuk melindungi HAM dari tindakan kekerasan dan merendahkan martabat kemanusiaan yang hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang yang ada.

Ada pun hak-hak korban hanya diatur dengan undang-undang tertentu, seperti UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Perlindungan Anak dan UU Perlindungan Saksi dan Korban yang spesifik hanya untuk korban dalam tindak pidana yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Sementara, ketentuan dasar yang khusus menjamin pemenuhan hak untuk semua korban kekerasan seksual yang diatur dalam KUHP belum ada.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Penting bagi Perempuan

Pelecehan Meningkat, Komnas Perempuan: Terbentur Budaya Tabu
Ilustrasi pencabulan. Foto: Ist/Kriminologi.id

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM bersama Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI dalam rangka evaluasi dan usulan perubahan Prolegnas RUU Prioritas 2020, 16 RUU disepakati untuk dikeluarkan, termasuk RUU PKS.

Padahal sebelumnya dalam acara Laporan Pertanggungjawaban Komnas Perempuan, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pengesahan RUU PKS sangat penting bagi pemerintah karena korban kekerasan seksual tertinggi adalah perempuan.

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menyebut penarikan RUU PKS oleh komisi VIII lantaran belum disahkannya RUU KUHP. Penarikan tersebut sempat diributkan beberapa fraksi di DPR, salah satunya Nasdem.

"Kita harap dukungan dari fraksi lain agar di paripurna bisa dilakukan penyesuaian terhadap Prolegnas. Agar RUU yang sudah menjadi amanah bagi kita melanjutkannya, bisa kita lakukan kembali," kata anggota Komisi III DPR RI Fraksi Nasdem Taufik Basari dalam rapat tersebut.

Selain Taufik, anggota DPR Fraksi Golkar Nurul Arifin juga meminta agar RUU PKS tidak ditarik dan dapat dibahas pada masa Prolegnas tahun ini.

"Dalam hal ini kami tetap mendukung untuk dibahas RUU PKS ini, dalam masa sekarang ataupun yang berikutnya. Kami merasa RUU PKS cukup penting bagi kami yang perempuan," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya