Menkumham Sebut Ada Upaya Suap dari Pengacara Maria Lumowa Agar Tak Diekstradisi

Yasonna mengaku sempat bertemu sejumlah petinggi Serbia lantaran banyak kendala dalam upaya memulangkan Maria Lumowa.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Jul 2020, 13:36 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2020, 13:17 WIB
FOTO: Mahfud MD dan Yasonna Laoly Paparkan Pemulangan Maria Pauline Lumowa
Menkumham Yasonna H Laoly (kanan) dan Menko Polhukam Mahfud MD saat menyampaikan keterangan terkait pemulangan buron Maria Pauline Lumowa di Bandara Soetta, Tangerang, Banten, Kamis (9/7/2020). Maria merupakan pembobol kas BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,2 triliun. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyebut, banyak kendala membawa Maria Pauline Lumowa ke Indonesia melalui ekstradisi. Meski demikian, Yasonna berhasil membawa buronan kasus pembobolan BNI senilai Rp 1,7 triliun itu dari Serbia.

Menurut Yasonna, ada pemerintahan di Eropa yang berusaha meminta agar Maria diadili di Belanda, lantaran dia merupakan warga negara Belanda. Tak hanya itu, agar Maria tidak diekstradisi ke Indonesia, pihak Maria sempat melalukan tindak pidana suap.

"Selama proses (ektradisi) ada negara dari Eropa yang lakukan diplomasi agar tidak diekstradisi. Ada pengacara yang lakukan upaya hukum juga, ada upaya suap, tapi pemerintah Serbia komitmen," ujar Yasonna, Kamis (9/7/2020).

Banyak halangan dihadapi saat hendak membawa Maria, Yasonna mengaku sempat menemui para petinggi Negara Serbia. Hingga akhirnya, Presiden Serbia Aleksander Vicic menyerahkan Maria kepada Yasonna dan tim delegasi untuk dibawa ke Tanah Air.

"Saya bertemu Menteri Kehakiman Serbia, saya bertemu Menteri Luar Negeri, wakil PN dan puncaknya menemui Presiden Serbia," kata Yasonna.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Pembobol Bank BNI Rp 1,7 T

Kemenkumham tangkap buronan pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa melalui perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Serbia. (Dok: Kemenkumham)
Kemenkumham tangkap buronan pembobol Bank BNI Maria Pauline Lumowa melalui perjanjian ekstradisi dengan pemerintah Serbia. (Dok: Kemenkumham)

Maria Pauline Lumowa merupakan pembobol kas BNI Cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

Selama buron, Maria sempat bolak balik Singapura-Belanda. Maria diketahui sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Pemerintah Indonesia juga sempat meminta Kerajaan Belanda untuk mengektradisi Maria namun ditolak.

Maria akhirnya ditangkap di Serbia oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla Serbia pada 16 Juli 2019. Penangkapan berdasarkan red notice yang diterbitkan Interpol pada 22 Desember 2003.

Yasonna menyebut, jika Maria tidak segera dibawa ke Indonesia, maka pada 16 Juli 2020 mendatang, pemerintah Serbia harus melepas Maria dari tahanan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya