Tampik Asumsi Jaksa, Wawan Sebut Hartanya Tak Hanya dari Proyek APBD Banten

Hal tersebut dikatakan Wawan dalam pleidoi atau nota pembelaan di sidang perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Kota Tangerang Selatan dan Provinsi Banten serta pencucian uang yang menjeratnya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 09 Jul 2020, 16:50 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2020, 16:50 WIB
FOTO: Tubagus Chaeri Wardana Jalani Sidang Tuntutan Kasus Korupsi
Terdakwa Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan mendengarkan Jaksa Penutut Umum (JPU) membacakan tuntutan dalam sidang online di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/6/2020). Wawan terjerat tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus sejumlah korupsi. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Bos PT Bali Pacific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan menampik tudingan jaksa yang berasumsi hartanya hanya bersumber dari proyek-proyek APBD Pemprov Banten yang dikerjakannya sejak Ratu Atut Chosiyah menjadi gubernur.

Dia mengaku sudah lebih dahulu menjadi pengusaha sebelum kakaknya itu menjadi Gubenur Banten.

Hal tersebut dikatakan Wawan dalam pleidoi atau nota pembelaan di sidang perkara korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Kota Tangerang Selatan dan Provinsi Banten serta pencucian uang yang menjeratnya. Bahkan, Wawan mengaku sudah mengerjakan proyek di sejumlah daerah, BUMN, dan kementerian sebelum terjadi pemekaran Banten.

"Perusahaan saya, serta perusahaan lainnya yang ada di bawah kendali saya, telah beroperasi sejak 1995 dengan memperoleh pekerjaan dari non-SKPD Provinsi Banten dan sekitarnya dan kemudian pada 2001, jauh sebelum kakak saya menjabat sebagai Gubernur Provinsi Banten, saya sudah mengerjakan pekerjaan dari Dinas atau SKPD Provinsi Banten," ujar Wawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (9/7/2020).

Wawan mengaku dibesarkan dari keluarga pengusaha. Oleh karena itu, dia memastikan penghasilan yang diperolehnya tidak hanya berasal dari proyek APBD Provinsi Banten.

"Namun juga memperoleh proyek-proyek yang bersumber dari non-APBD Provinsi Banten yaitu dari Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Lampung serta Pemerintah Pusat, instansi vertikal, BUMN dan perusahaan swasta," ucap Wawan.

Menurut dia, jaksa penuntut umum KPK mencoba memperlihatkan seakan-akan dirinya baru memulai usaha pada 2005 atau saat kakaknya menjabat sebagai (Plt) Gubernur Provinsi Banten pada 10 Oktober 2005.

Jaksa berasumsi perolehan harta Wawan hanya bersumber dari proyek-proyek APBD Pemerintah Provinsi Banten, atau sejak Atut menjadi orang nomor satu di Banten.

Padahal, kata Wawan, dia sudah mulai berkiprah menekuni usaha mewarisi usaha sang ayah, Chasan Sochib. Dari situ, Wawan fokus menjalani bisnis dan akhirnya mendirikan PT Buana Wardana Utama pada 1993, PT BaliPacific Pragama pada 1995, hingga PT Putra Perdana Jaya pada 1999.

"Belajar dari pengalaman orang tua dalam melakukan beberapa usaha yang dikelola, saya juga berkonsentrasi pada industri yang sama yaitu jasa konstruksi dan perdagangan," kata Wawan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dapat Modal dari Ayah

Wawan mengaku mendapat modal dari sang ayah saat awal kali meniti karir menjadi pengusaha. Modal yang diberikan berupa uang senilai Rp 3 miliar dan sejumlah tanah.

"Kemudian seluruhnya telah diakumulasikan menjadi modal dan masuk dalam aset pengembangan usaha yang saya jalani, keuntungan-keuntungan yang berkelanjutan, biaya pengembangan atau ekspansi usaha-usaha, yang akhirnya juga menjadi cikal bakal berdirinya PT. Bali Pacific Pragama (BPP) dan perusahaan lainnya," ungkap Wawan.

Dia menyebut, melalui perusahaan-perusahaan di bawah kendalinya, dia memperoleh pekerjaan-pekerjaan dengan skala menengah dan besar melalui pelelangan-pelelangan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, swasta, dan BUMN baik yang berada di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera, Jawa Tengah, dan Banten.

Sebab itu, Wawan dengan tegas menampik tudingan jaksa penuntut umum KPK. Menurut dia, dakwaan dan tuntutan JPU jelas-jelas mengabaikan peristiwa hukum dan fakta hukum dan keterangan saksi-saksi serta para ahli.

"Padahal sebenarnya tidak demikian sebagaimana ahli TPPU menyampaikan ada hubungan kausal antara tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebagai predicate crime dan TPPU sebagai ilirnya. Jadi TPPU tidaklah berdiri sendiri namun merupakan kelanjutan dari pidana tipikor yang terdapat kerugian negara," kata Wawan.

 

Merasa Tidak Adil

Seharusnya, kata Wawan, jaksa penuntut umum pada KPK tidak sewenang-wenang melakukan pemblokiran rekening dan aset tanpa menelisik lebih dalam apakah aset tersebut hasil sendiri atau tidak.

"Fakta-fakta yang muncul dipersidangan tidaklah demikian, dan tuduhan JPU tidaklah benar. Selama persidangan justru JPU tidak dapat membuktikan keterkaitan aset yang saya miliki dengan pidana TPPU yang dituduhkan kepada saya," kata Wawan.

"Di sinilah saya merasa diperlakukan secara tidak adil karena semenjak sebelum tahun 2005 saya telah menjadi pengusaha dan karena usaha saya jalani dengan tekun dengan melakukan berbagai investasi pembelian beberapa aset dari hasil usaha dan jerih payah saya sendiri," Wawan menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya