Kejagung Bantah Ambil Alih Dugaan Korupsi Kejari Indragiri Hulu dari KPK

Sebelum Kejagung, ternyata KPK pernah menyelidiki kasus korupsi Kejari Indragiri Hulu yang diduga memeras kepala sekolah itu.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Agu 2020, 14:29 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2020, 14:28 WIB
Berkas Dokumen Arsip File
Ilustrasi Foto Berkas atau Dokumen. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga pejabat di Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu, Riau sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini terkait dugaan korupsi dengan memeras atau menerima paksa anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2019.

Sebelum Kejagung menjerat ketiganya, ternyata KPK pernah menyelidiki dugaan korupsi ini. KPK sempat memeriksa sebanyak 63 kepala sekolah menengah pertama (SMP) se-Kabupaten Indragiri Hulu.

Namun, Kejaksaan Agung membantah mengambil alih penanganan perkara Kejari Indragiri Hulu tersebut dari tangan KPK.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono menjelaskan, memang ada dua laporan yang masuk ke jajarannya dan KPK. 

"Pertama kami tidak mengambil alih ya. Kami punya koordinasi supervisi. Adanya permasalahan di Kenjari Inhu itu sejak Juli 2020 ada kejadian di masyarakat langsung ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Riau. Jadi pada saat yang bersamaan setelah ditangani Kejaksaan Tinggi Riau kalau tidak salah inspektorat juga melaporkan ke KPK," tutur Hari, di Jakarta, Senin (24/8/2020).

Menurut dia, dalam penyelidikan di lapangan, kesamaan pengusutan kasus antara Kejagung dan KPK sering terjadi. Namun, kedua lembaga itu tetap saling berkoordinasi. Ini sesuai dengan kesepakatan bersama atau MoU antara aparat penegak hukum, kejaksaan, kepolisian, dan KPK.

"Jadi bukan mengambil alih, tapi adanya koordinasi supervisi. Kami melakukan kegiatan itu kemudian berkoordinasi kemudian ditangkap, ditahan. Dilakukan penyidikan terhadap yang bersangkutan jadi sekali lagi tidak ada yang namanya mengambil alih," ujar Hari.

Hari menyampaikan, setiap aparat penegak hukum termasuk Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK memiliki mekanisme dan kewenangannya masing-masing. Oleh karena itu, perjanjian MoU berguna untuk saling mendukung penanganan perkara yang ditangani masing-masing lembaga, seperti dalam kasus Kejari Indragiri Hulu ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kasus Pemerasan Indragiri Hulu

Sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga tersangka pejabat di Kejari Indragiri Hulu atas dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana BOS.

Ketiga pejabat itu adalah Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu berinisial HS, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Indragiri Hulu berinisial OAP, dan Kepala Sub Seksi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Indragiri Hulu berinisial RFR.

Sebelum Kejagung, KPK juga pernah menyelidiki dugaan korupsi di Kejari Indragiri Hulu ini. KPK bahkan telah memeriksa 63 kepala sekolah menengah pertama (SMP) se-Kabupaten Indragiri Hulu.

Pemeriksaan 63 kepala SMP itu dilakukan KPK di sebuah hotel berbintang di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru. Pemeriksaan ini sudah berjalan selama 3 hari.

Pada kasus ini, oknum jaksa diduga menyalahi wewenang dan memeras kepala SMP dengan meminta uang Rp 1,4 miliar agar pengelolaan dana BOS tidak diganggu.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya