Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari tanpa harus mendapat persetujuan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK berwenang menangani kasus yang melibatkan penegak hukum.
Baca Juga
"Ada beberapa alasan mengapa KPK harus segera mengambil alih penanganan perkara dugaan korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pertama, proses penindakan di Kejaksaan Agung berjalan lambat," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (3/9/2020).
Advertisement
Kedua, menurut Kurnia, sesuai dengan Pasal 11 UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK. Dalam Pasal 11 tertulis 'Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara'.
Maka dari itu, kata dia, KPK semestinya langsung mengambil alih penanganan kasus lantaran Jaksa Pinangki merupakan penegak hukum.
"Kedua, pelaku dugaan tindak pidana korupsi Pinangki Sirna Malasari berasal dari aparat penegak hukum. Konteks ini relevan dengan Pasal 11 UU KPK," jelas Kurnia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Suap mengurus fatwa
Selain itu, KPK juga harus segera mengambil alih kasus lantaran diduga suap yang diberikan Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA) agar Djoko Tjandra tak dieksekusi ke penjara terkait kasus korupsi Bank Bali.
"Ketiga, suap tersebut dimaksudkan untuk mengurusi fatwa di Mahkamah Agung. Bagian ini juga relevan jika dikaitkan dengan historis pembentukan KPK yang dimandatkan untuk membenahi sektor peradilan dari praktik koruptif," kata Kurnia.
Advertisement