Sesmenko Susiwijono: Tidak Ada Pergantian Sistem Upah dalam RUU Cipta Kerja

Susiwijono menjelaskan, upah merupakan salah satu komponen yang menjadi pertimbangan utama bagi investor.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Sep 2020, 06:47 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2020, 06:09 WIB
Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR Tolak Omnibus Law
Buruh saat melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono memastikan tidak ada pergantian sistem upah yang selama ini telah berlaku dalam pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Pernyataan itu disampaikan Susiwijono menjawab protes serikat buruh mengenai ketentuan upah per jam. Susiwijono menegaskan, aturan tersebut hanya untuk jenis pekerjaan tertentu, bukan dalam artian mengganti sistem upah selama ini menjadi sistem upah per jam.

"Ketentuan upah tetap sama," kata Susiwijono dalam keterangan tertulis yang diterima Rabu, (9/9/2020).

Susiwijono menjelaskan, upah merupakan salah satu komponen yang menjadi pertimbangan utama bagi investor. Menurutnya, banyak investor mengeluhkan sistem upah yang ada.

Karenanya, berdasarkan diskusi pemerintah dengan pengusaha dan pekerja, Susiwijono mengatakan besaran upah akan naik dengan memperhatikan faktor pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

"Sehingga di RUU Cipta Kerja ini besarannya tetap naik, tetapi kenaikannya kita tambahkan hanya dengan melihat faktor pertumbuhan ekonomi lokal di daerah masing-masing. Sementara di PP 78 dan UU Ketenagakerjaan, kan, melihatnya faktor pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ini kita coba. Itu pun kita kompensasi dengan tambahan-tambahan lain yang terkait upah,” kata Susiwijono.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tak Ada Penghapusan Pesangon

Sementara itu, terkait pesangon untuk pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Susiwijono mengatakan tidak ada penghapusan pesangon. Pemerintah hanya melakukan penyesuaian formulasi perhitungan pesangon agar lebih realistis.

“Berdasarkan perhitungan LPEM UI, Indonesia adalah negara paling tinggi di dunia yang harus menanggung pesangon. Apa kita mau seperti ini terus? Apa tidak lebih baik kita konversi dengan jaminan bantuan sosial dan sebagainya,” kata Susiwijono.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya