Temuan Janggal Kemendikbud soal Subsidi Kuota, Satu Nomor Dipakai 100 Nama Siswa

Demi mencegah kecurangan, Kemendikbud menangguhkan bantuan kuota internet pada siswa di sekolah tersebut.

oleh Yopi Makdori diperbarui 30 Sep 2020, 06:35 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2020, 06:35 WIB
Siswa SD menerima Dua Kartu Perdana
Guru memperlihatkan dua kartu perdana Tri dan Telkomsel beserta kuota gratis yang dibagikan kepada wali murid di SDN Serua Indah I dan II, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (15/9/2020). Program Kartu Perdana itu untuk mendukung kegiatan belajar secara online saat covid-19. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Pada 24 September lalu penyaluran bantuan kuota internet pendidikan Tahap I mulai dilakukan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memilih untuk menyalurkan bantuan langsung ke nomor siswa sudah dalam bentuk paket data.

Penyaluran tersebut tentu saja setelah melewati sejumlah tahap verifikasi guna memvalidasi nomor calon penerima. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud, M. Hasan Chabibie menjelaskan ada kisah unik saat pihaknya melakukan validasi nomor calon penerima bantuan tersebut. Dia menyebut pada suatu sekolah ada satu nomor ponsel yang gunakan oleh 100 nama siswa calon penerima bantuan kuota internet.

"Ada satu sekolah yang satu nomor itu isinya 100 nama. Artinya kan ini nggak masuk akal buat kami gitu loh," kata Hasan Chabibie dalam sebuah diskusi daring pada Selasa (29/9/2020).

Menurut pihaknya, hal itu jelas sebuah kejanggalan. Mana ada satu keluarga berisi 100 orang anak.

"Di keluarga itu putranya satu orang, tiga orang itu masih wajar. Atau ada tetangganya satu dua, tiga yang nebeng gitu ya, itu gak papa. Tapi kalau massanya 100 orang ini nggak wajar masa satu nomor 100 orang," tegas dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Batal Terima Bantuan

Akhirnya demi mencegah kecurangan, kata Hasan Chabibie pihaknya menangguhkan siswa pada sekolah tersebut untuk menerima bantuan kuota internet.

"Kami drop sekolah itu, itu kan sudah ketahuan dari sekolah mana, siapa yang nge-input itu udah ketahuan di sistem kita," jelas dia.

Setelah itu, lanjut Hasan Chabibie pihaknya meminta sekolah untuk memperbaiki nomor-nomor yang janggal tersebut.

"Yang masuk akal lah misalnya lima orang, 10 orang (dalam satu nomor) masih wajar. Dan akhirnya kita kembalikan. Sementara tidak kita inject (bantuan kuota data) dulu sampai diperbaiki oleh yang bersangkutan," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya