MA Sebut Putusan PK Terpidana Korupsi Sesuai Rasa Keadilan

Abdullah meminta kepada masyarakat untuk menghormati putusan yang dijatuhkan hakim terhadap terpidana korupsi

oleh Fachrur Rozie diperbarui 30 Sep 2020, 10:27 WIB
Diterbitkan 30 Sep 2020, 10:27 WIB
Gedung MA
Gedung Mahkamah Agung di Jakarta. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyatakan, vonis peninjauan kembali (PK) yang diberikan terhadap para terpidana kasus korupsi berdasarkan rasa keadilan.

Abdulllah menegaskan, setiap vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim MA dalam upaya hukum PK yang diajukan para terpidana korupsi tak bisa dipengaruhi oleh siapa pun, dalam kondisi apa pun.

"Memutus perkara merupakan kewenangan hakim, sesuai dengan rasa keadilan majelis hakim yang bersangkutan. Majelis hakim memiliki independensi yang tidak bisa dipengaruhi siapa pun," ujar Abdullah dalam keterangannya, Rabu (30/9/2020).

Abdullah meminta kepada masyarakat untuk menghormati putusan yang dijatuhkan hakim terhadap terpidana korupsi. Abdullah menyarankan agar setiap masyarakat tak mudah terprovokasi oleh hal apa pun terkait vonis majelis PK MA.

"Saya dan siapapun tetap harus menghormati putusan apa adanya. Jika memberikan komentar lebih bijak membaca putusan lebih dahulu. Setelah mengetahui legal reasoningnya baru memberikan komentar, kritik, maupun saran-saran. Putusan tidak bisa dipahami hanya dengan membaca amarnya saja," kata Abdullah.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Setelah Ditinggal Artidjo

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyebut sejatinya Mahkamah Agung (MA) dapat memberi argumen sekaligus jawaban di dalam putusan-putusan terkait peninjauan kembali (PK) yang diajukan para narapidana kasus korupsi.

Pernyataan Nawawi terkait dengan isu maraknya penyunatan hukuman koruptor. Diketahui sebanyak 20 koruptor mendapat pengurangan hukuman setelah upaya hukum PK dikabulkan MA.

"Seharusnya MA dapat memberi argumen sekaligus jawaban dalam putusan-putusannya. Khususnya putusan PK, yaitu legal reasoning pengurangan hukuman-hukuman dalam perkara-perkara a quo," ujar Nawawi kepada Liputan6.com, Selasa (29/9/2020).

Menurut Nawawi, hal tersebut semestinya dilakukan MA agar tidak menimbulkan kecurigaan publik dan tergerusnya rasa keadilan dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Nawawi, maraknya penyunatan hukuman melalui upaya hukum PK setelah MA ditinggal Artidjo Alkotsar. Artidjo diketahui kini bertugas sebagai Dewan Pengawas KPK.

"Terlebih putusan-putusan PK yang mengurangi hukuman ini marak setelah gedung MA ditinggal sosok Artidjo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum 'bukan soal hukumnya, tapi siapa hakimnya'," kata Nawawi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya