Liputan6.com, Jakarta Badan Intelijen Negara (BIN) terus menelusuri aktor atau dalang di balik kerusuhan aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Saat ini, BIN menyebut sudah ada sejumlah tokoh yang ditangkap karena diduga sebagai aktor di balik kerusahan demo.
"Sudah beberapa tokoh ditangkap, dan terus disidik jejaringnya," kata Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto kepada Liputan6.com, Rabu (14/10/2020).
Baca Juga
Kendati begitu, Wawan tak menjelaskan siapa saja aktor yang kini sudah ditangkap. Menurut dia, BIN bertugas melindungi dan menjaga keselamatan rakyat. Untuk itu, BIN akan menindak tegas siapapun yang melanggar hukum tanpa melihat latar belakang organisasinya.
Advertisement
"Yang keliru ya diingatkan, diliterasi. Yang melanggar hukum ya dikenai sanksi, jadi berlaku untuk seluruh rakyat tanpa kecuali. Tidak membedakan latar belakang aktivitas organisasinya," jelas Wawan.
Sebelumnya, Polisi menetapkan lima dari delapan orang pendiri sekaligus anggota dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sebagai tersangka. Kelimanya yakni, Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri, dan Kingkin.
Mereka dituding menyebarkan pesan bermuatan kebencian dan provokatif serta menghasut orang untuk melakukan unjuk rasa berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disetujui untuk disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Penghasutan Terkait Demo Omnibus Law
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan pihaknya mengantongi bukti tersangka menyampaikan informasi yang membuat rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok berdasarkan SARA dan penghasutan.
"Percakapan di media sosial salah satu bukti yang kami pegang. Ini penghasutan tentang apa? Ya tadi penghasutan tentang pelaksanaan demo Omnibus Law yang berakibat anarkis. Nanti tentunya akan disampaikan lebih rinci oleh tim siber," ujar Awi di Jakarta, Selasa 13 Oktober 2020.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, para anggota KAMI tersebut dijerat Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan.
"Ancaman pidananya, UU ITE dan Pasal 160 KUHP adalah 6 tahun penjara," ucap Awi.
Advertisement