Liputan6.com, Jakarta Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritisi PP Nomor 70 Tahun 2020 yang salah satunya soal kebiri kimia. Dinilainya, hal ini akan memakan anggaran yang besar.
"Sistem ini tidak sesuai dengan pendekatan kesehatan. Dari proyeksi yang bisa dilakukan, maka anggaran yang dikeluarkan tidak akan sedikit," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu, dalam keterangannya, Senin (4/1/2021).
Pasalnya, selain pelaksanaan kebiri kimia, akan ada anggaran untuk rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi medik bagi terpidana kebiri kimia.
Advertisement
Sedangkan, jika diperbandingan anggaran untuk perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana, masih minim.
"Fakta ini juga diperparah dengan minimnya anggaran yang disediakan negara untuk perlindungan dan pemulihan korban tindak pidana," jelas dia.
Erasmus mencatat, berdasar data anggaran LPSK, ditemukan bahwa sejak 2015 sampai dengan 2019 jumlah layanan yang dibutuhkan korban dan diberikan oleh LPSK terus meningkat. Pada 2015 hanya 148 layanan, 2019 menjadi 9.308 layanan, namun anggaran yang diberikan kepada LPSK sejak 2015 sampai dengan 2020 terus mengalami penurunan signifikan.
"Anggaran LPSK pada 2015 berjumlah Rp.148 Milyar, sedangkan pada 2020 anggaran layanan LPSK disediakan Rp 54,5 Milyar, padahal kebutuhan korban meningkat. Sebagai catatan, pada 2019, anggaran yang terkait dengan layanan terhadap korban hanya sebesar Rp 25 Miliar," ungkap dia.
Karena itu, adanya PP 70/2020, Erasmus menilai negara seolah menyatakan diri siap dengan beban anggaran baru untuk penghukuman pelaku.
Padahal yang harus diutamakan, menurut Erasmus, adalah para korban yang masih harus menanggung biaya perlindungan dan pemulihannya sendiri. "Ini menunjukkan bahwa perlindungan dan pemulihan korban belum menjadi prioritas negara," kata Erasmus.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kementerian PPPA Sambut Gembira
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak telah disahkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Hal ini disambut baik oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Karena dinilai bisa memberi efek jera.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar mengatakan, pelaku kekerasan seksual terhadap anak sangat merusak masa depan Indonesia. Karena itu, pelaku harus mendapatkan penanganan secara luar biasa seperti melalui kebiri kimia.
"Itu sebabnya kami menyambut gembira ditetapkannya PP Nomor 70 tahun 2020 ini yang diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku persetubuhan dan pelaku tindak pencabulan," kata Nahar, Senin (4/1/2021).
Advertisement