Pimpinan MPR: Ajakan Cinta Produk dalam Negeri Bagian dari Semangat Kemandirian

Menurut Lestari, bingkai kemandirian saat ini harus dijalankan dengan perspektif yang lebih dinamis.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Mar 2021, 21:16 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2021, 21:16 WIB
MPR
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat SS, MM, mengingatkan, masuknya nilai-nilai asing dari luar, bisa berpengaruh buruk terhadap perkembangan budaya Nusantara.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menilai, seruan untuk mencintai produk dalam negeri harus dimaknai sebagai gerakan kultural, yang merupakan bagian dari upaya menanamkan nasionalisme terhadap setiap elemen bangsa.

"Semangat kemandirian bangsa sebenarnya sudah dicanangkan pendiri bangsa sejak bangsa ini berdiri. Ajakan cinta produk dalam negeri merupakan bagian dari semangat kemandirian itu," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Manifesto Cinta Produksi Dalam Negeri dalam Strategi Pemulihan Ekonomi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (17/3/2021).

Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Luthfi Assyaukanie itu dihadiri Wakil Ketua DPR, Rachmat Gobel, mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Guru Besar Institut Pertanian Bogor Ilmu Perilaku Konsumen, Ujang Sumarwan dan Penenun dari Sumba Timur, Rambu Chiko sebagai narasumber.

Selain itu juga menghadirkan Jurnalis & News Anchor, CNN Indonesia, Maggie Calista dan Founder Indonesia 2030/UN Development Specialist, Muhammad Erfan Apriyanto sebagai penanggap.

Menurut Lestari, bingkai kemandirian saat ini harus dijalankan dengan perspektif yang lebih dinamis.

Karena, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan relasinya dalam sistem perdagangan global, tidak mungkin mengisolasi diri dengan proteksionisme yang berpotensi menumpulkan daya kompetitif bangsa.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat, sebaiknya kita sebagai bangsa untuk mencintai produk dalam negeri harus mengedepankan titik berat pada peningkatan daya saing berbagai produk yang dihasilkan anak bangsa.

Daya saing tersebut, jelas Rerie, bisa diwujudkan dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya energi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Jadi gerakan mencintai produk dalam negeri, menurut Rerie, harus diwujudkan lewat kemandirian berbasis inovasi, kedaulatan ekonomi serta ketahanan ekonomi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Didukung Komitmen Kuat dari Pemerintah

Sedangkan Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel berpendapat untuk mewujudkan cinta produk dalam negeri tidak bisa hanya mengandalkan dukungan dari masyarakat saja. Harus ada komitmen kuat dari pemerintah untuk mewujudkan cinta produk Indonesia lewat keberpihakannya.

Sebagai contoh, Rachmat mengungkapkan, di sektor elektronik ada produk dalam negeri yang 50%-65% komponennya impor, celakanya komponen impornya 70%-80%-nya ilegal.

Dengan kondisi seperti itu, Rachmat mengakui, banyak kendala yang harus segera diatasi untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berdaya saing.

Sementara itu mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berpendapat, pasar itu tidak punya ideologi, sehingga harus ada insentif yang tepat pada produk dalam negeri agar memiliki kemampuan untuk bersaing di pasar.

Komponen pembentuk harga, tegas Enggartiasto, harus ditelusuri satu-satu untuk menciptakan efesiensi, sehingga produk dalam negeri bisa bersaing dari sisi kualitas dan harga.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor Ilmu Perilaku Konsumen, Ujang Sumarwan tidak yakin semua upaya untuk menciptakan cinta produk Indonesia dibebankan kepada pemerintah semata.

Menurut Ujang, cinta produk Indonesia harus lewat interest yang sama antara konsumen atau masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkannya.

Penenun dari Sumba Timur, Rambu Chiko berpendapat, produk dalam negeri harus punya ciri khas, unik, mutu dan kualitasnya harus dijaga, sehingga punya nilai tambah. Sejumlah inovasi, menurut Rambu, perlu dilakukan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi.

Jurnalis senior, Saur Hutabarat diakhir diskusi menegaskan kecintaan terhadap produk dalam negeri tidak bisa dibentuk dalam waktu sekejap. Civic culture yang membentuk nasionalisme, menurut Saur, tidak bisa dibangun secara cepat dan jangka pendek. Nasionalisme bangsa Korea saja diwujudkan dalam lebih setengah abad.

Sehingga, Saur menilai bangsa Indonesia perlu waktu dan kesabaran yang panjang untuk mewujudkan nasionalisme, agar bisa merealisasikan kecintaannya terhadap produk dalam negeri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya