HEADLINE: Bom Gereja Katedral Makassar, Sel Teroris JAD Eksis di Sulawesi?

Kelompok teror dari JAD melancarkan aksi serangan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Anggota kelompok teror ini masih belum habis usai disikat Densus 88?

oleh Muhammad AliDelvira HutabaratAdy AnugrahadiMuhammad Radityo PriyasmoroTommy K. Rony diperbarui 30 Mar 2021, 02:35 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2021, 00:02 WIB
Penjagaan Ketat Gereja Katedral Makassar Pasca Ledakan Bom
Petugas polisi berjaga di dekat sebuah gereja tempat ledakan meledak di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021). Ledakan diduga bom terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (28/3/2021). (AP Photo/Yusuf Wahil)

Liputan6.com, Jakarta - Rumah di Lorong 132 A, Jalan Tinumu, Kelurahan Bunga Ejaya, Bontoala, Makassar mendadak didatangi sejumlah personel polisi, Senin (29/3/2021). Tempat ini merupakan kontrakan milik L, pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Hati Yesus Maha Kudus Makassar.

Selain itu, kediaman milik WH, ibu kandung pelaku juga menjadi sasaran penggeledehan. Polisi menggeratak isi dua rumah yang berdekatan ini untuk mencari bukti baru dan pelaku lain yang masih terafiliasi dengan pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar.

Pengembangan terus dilakukan polisi dengan menggelar operasi besar-besaran. Hasilnya, sejumlah orang di Bekasi, Condet, dan NTB diringkus. Mereka diduga terlibat dalam aksi teror pada Minggu pagi, 28 Maret 2021.

Pada Minggu Palma, ledakan keras menghantam Gereja Katedral Hati Yesus Maha Kudus di Jalan Kajaolalido No 14, Makassar. Ledakan tersebut berasal dari bom yang diledakkan pengendara sepeda motor di pintu gerbang gereja. Dua pelaku tewas di tempat secara mengenaskan.

Menurut Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya, pelaku merupakan sisa-sisa dari kelompok simpatisan Jamaah Anshorud Daulah (JAD) yang ada di Makassar. Sang pelaku disebutnya baru tergabung dalam kelompok teror ini.

"Cuma yang kemarin melakukan aksi itu adalah rekrutmen baru, jadi kalau dikatakan dari akar yang kuat, tidak juga. Karena tidak banyak yang terlibat," kata dia kepada Liputan6.com, Senin (29/3/2021).

Ia memandang aksi yang dilancarkan pasangan suami-istri ini sebagai bentuk balas dendam lantaran rekan mereka ditangkap dan dieksekusi. Sementara pelaku bom bunuh diri itu sendiri, merupakan hasil dari ajakan orang yang dieksekusi oleh tim Densus.

Sebelumnya, tim densus menangkap 20 anggota kelompok teror ini yang kemudian diangkut ke Jakarta. Bahkan di antara mereka ada yang tewas di tangan petugas, di antaranya bernama Rizaldi atau dipanggil Adi.

"Kalau ingat di Januari kemarin, ada 2 orang tewas dan 20 yang ditangkap, salah satunya Adi itu. Adi punya keluarga yang juga terduga pelaku pengeboman di gereja di Jolo Filipina, Adi juga orang yang ke Suriah dan dideportasi dan kembali ke Makassar" terang Harits.

"Di Makassar si Adi ini melakukan rekrutmen, di antaranya dua pelaku (bom bunuh diri di Gereja Katedral) ini. Dan yang saya dengar si pelaku suami-istri yang membantu pernikahannya si rekruter ini, kan inisialnya L ya? Kemungkinan besar namanya Lukman," imbuh dia.

Harits melihat tak ada pergeseran dalam pola penyerangan kelompok JAD ini. Model itu akan terus sama bahkan sasarannya pun tak akan berubah.

"Tindakan amaliah yang dilakukan dalam 10 tahun terakhir ya sasarannya sama. Gereja dan polisi, makanya kalau apakah aksi mereka dapat menebar ketakutan masyarakat luas, saya kira tidak. Masyarakat lebih takut sama corona," jelasnya.

Menurut Harits, kelompok JAD di Makassar beda kiblat dengan kelompok yang dikomandani mantan JAD Aman Abdurrahman. Karenanya, dalam melakukan amaliah, kelompok ini tetap melibatkan keluarga saat bom bunuh diri. Padahal paham tersebut, ditentang oleh Aman Abdurrahman.

"Mereka ini kelompok Makassar yang berbeda dengan Aman (Abdurrahman). Saya katakan agak eksklusif tidak terkait kelompok Aman. Kiblatnya bukan Aman kalau kelompok Makassar ini," katanya.

Harits mengaku heran penyerangan-penyerangan terhadap rumah agama kerap terjadi. Padahal, pemerintah telah mengucurkan dana lumayan besar dalam program penanganan terorisme di Indonesia.

"Dana sudah banyak (dikeluarkan), agenda-agenda konferensi ideologi sudah luar biasa sampai muntah-muntah begitu ya, tapi masih ada juga begitu aksi-aksi seperti ini. Ini menjadi catatan untuk melakukan evaluasi di seluruh proses, apakah counter ideology oleh BNPT atau law enforcement oleh Densus perlu evaluasi," ujar dia.

Selain itu, pendekatan Densus 88 terhadap para terduga teroris juga dinilainya perlu dievaluasi. Hal ini agar tidak menimbulkan dendam berkepanjangan.

"Kalau saya katakan mengapa dendam? Pertanyaanya harus mendorong kita semua terutama pihak yang berwenang untuk berkaca, apakah ada tindakan over yang melahirkan dendam yang luar biasa," ucap Harits.

Hal senada disampaikan Pakar Kriminologi dan Kepolisian, Adrianus Meliala. Ia menilai program deradikalisasi pemerintah telah jalan di tempat.

"Pola bom di Makassar agak sama yang di Surabaya yang terjadi 3 tahun lalu, kini terulang lagi. Kalau model bom bunuh dirinya, itu mengulang dari kasus bom Marriot yang terjadi 15 tahun lalu. Kemudian dari sub gerejanya yang diserang, itu lebih tua lagi, sering kali terjadi. Kesannya terkait konteks antiterorisme, jalan di tempat," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (29/3/2021).

Dia pun mempertanyakan penggunaan dana besar yang dikucurkan negara dalam penanggulangan terorisme. Lembaga seperti BNPT dan lapas khusus lapas terorisme pun dianggapnya tidak memberikan pengaruh berarti bagi mereka yang terpapar paham radikalisme tersebut.

"Kemana saja itu duit yang begitu banyak diberikan oleh negara dan luar negeri yang juga ikut bantu untuk deradikalisasi. Untuk apa ada BNPT, lapas khusus terorisme, untuk apa ada macam-macam program deradikalisasi kalau ternyata polanya sama. Yang begini-begini sudah terjadi 10 tahun lalu. Kok malah terjadi lagi. Jadi selama ini, kerjanya apa," ucap dia.

Adrianus mengungkapkan, lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penanganan terorisme telah menjamur di Indonesia. Mulai dari BNPT, Polri dengan densus antiterornya, dan bahkan ada wacana pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.

"Jadi menjanjikan kepada kita bahwa terorisme akan segera diberantas, atau kalau pun ada yang begini-begini, maka skalanya lebih hebat, canggih, sehingga wajar pemerintah belum bisa menanganinya. Kewalahan. Tapi ternyata yang terjadi begini-begini lagi," ujar dia.

Karenanya, peran mereka dalam menangani terorisme dipertanyakan. Sejauh mana para instansi itu mengantisipasi dan memantau kegiatan para calon-calon terduga terorisme tersebut.

"Buktinya begitu kejadian, sudah bisa diidentifikasi tuh. Selama ini ngapain saja. Padahal Undang-Undang terorisme sudah direvisi. Ini yang selama ini harus dipertanyakan kepada pemerintah," kata dia.

Selanjutnya seperti yang terjadi di Poso. Adrianus mengungkapkan anak buah kelompok Ali Kalora berjumlah sekitar 30 orang. Namun anehnya, sudah puluhan tahun belum juga berhasil ditumpas sampai tuntas oleh aparat.

"Sudah 20 tahun enggak beres-beres, padahal udah ditambah satgas Tinombala, Kopassus turun lah, semua turun," kata dia.

Kalau alasan medan yang belum dikuasai, Adrianus menilai itu juga tidak bisa dijadikan dalih pembenaran. Harusnya dengan masa operasi puluhan tahun, persoalan kesulitan medan dapat diselesaikan secara bertahap.

"Masa 20 tahun tidak beres? Oke hari ini tidak dikuasai (medannya), hari ini dipatok, dibuat pos, besok maju lagi, terus begitu kan beres. Tapi cara bekerja selalu dari awal, parsial, dari nol lagi, ujung-ujungnya tidak beres-beres," kata dia.

Adrianus menegaskan, sebenarnya target potensial BNPT yang terkait dengan terorisme jumlahnya hanya berkisar dua sampai tiga ribuan. Jumlah itu terdiri dari mereka yang aktif dalam terorisme dan alumninya yang berada di penjara.

"Pertanyaan, kapan sih diselesaikan angka 2-3 ribu ini," ucap Adrianus.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Infografis Bom Bunuh Diri di Katedral Makassar. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bom Bunuh Diri di Katedral Makassar. (Liputan6.com/Abdillah)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kota Lain Tetap Waspada

Polisi langsung menggelar operasi besar-besar pascaledakan yang terjadi di Gereja Katedral Makassar pada, Minggu 28 Maret 2021. Beberapa terduga teroris diringkus dari beberapa kawasan di Makassar, Jakarta, Bekasi, dan NTB.

Kapolri Jendral Listyo Sigit menerangkan, empat orang ditangkap di Makassar. Mereka adalah AS, SAS, MR, dan AA. Dia menyebut, dua terduga pelaku teror di Gereja Katedral Makassar tergabung ke dalam kelompok kajian yang sama dengan mereka.

"Masing-masing perannya bersama-sama dengan L dan YSF mereka ada dalam satu kelompok kajian Villa Mutiara namanya," ujar dia saat konferensi pers di Polda Sulsel, Senin (29/3/2021).

Listyo membeberkan, keempat pelaku bertugas mendoktrin 'pengantin' bom bunuh diri. Selain itu, juga menyediakan alat dan bahan peledak yang akan digunakan dalam aksi.

"Masing-masing berperan memberikan doktrin dan mempersiapkan rencana untuk jihad dan juga membeli bahan yang akan digunakan sebagai alat untuk melakukan bom bunuh diri," ucap dia.

Di Jakarta, Listyo menerangkan, Densus 88 Antiteror juga mengamankan empat orang. Mereka adalah ZA, AA, AJ, dan DS. Listyo menerangkan, mereka ada yang berperan membeli bahan, mengajarkan, dan membuat bahan peledak serta ada yang siap untuk menggunakan bahan peledak tersebut.

Dari penangkapan itu, Densus 88 Antiteror kemudian mengembangkan dengan menggeledah dua rumah di Bekasi dan Condet, Jakarta Timur. Listyo menerangkan, pihaknya mendapatkan sejumlah bahan peledak.

"Kita temukan barang bukti 5 bom aktif jenis bom sumbu yang siap digunakan, kemudian 5 toples besar yang di dalamnya berisi aseton, H2O2, HCL, sulfur, serta termometer yang bahan-bahan ini akan diolah menjadi bahan peledak. Jumlahnya kurang lebih 4 kilogram. Kemudian ditemukan bahan peledak yang sudah jadi jenis TATP dengan jumlah 1,5 kilogram," papar Listyo.

Tidak hanya di Jakarta, Listyo menerangkan, pihaknya juga memberangus jaringan JAD di NTB. Dia menyebut, lima terduga teroris diamankan dari beberapa tempat.

"Total 5 pelaku teroris dari kelompok JAD yang ada di NTB sudah kita amankan. Dengan demikian, sampai hari ini di Makassar, Jakarta, dan di Bima kita terus melakukan upaya-upaya penangkapan dan pengembangan lebih lanjut," tandas dia.

Badan Intelijen Negara (BIN) menampik kalau pihaknya kecolongan atas terjadinya serangan di Gereja Katedral Makassar. BIN sudah memonitor jaringan JAD sejak 2015 di Sulsel bahkan di awal 2021 termonitor kelompok JAD ini berusaha melakukan aksi teror, namun terdeteksi dan dilakukan penangkapan. 

"Mereka terus dikejar, namun karena mereka menyadari dikejar maka mereka sembunyi berpindah-pindah, menggunakan cover name, cover job dan cover story untuk mengelabuhi petugas guna menghindari penangkapan. Jelang Ramadan ini perlu diwaspadai karena mereka menilai melakukan amaliah saat yang tepat agar dapat pahala banyak," kata juru bicara BIN Wawan H Purwanto kepada Liputan6.com, Senin (29/3/2021). 

Ia menambahkan, meskipun sudah banyak yang ditangkap, kelompok JAD di Sulsel sisanya masih cukup banyak jika dibanding di Sulteng yang lebih kecil. "Jaringannya masih ada dan masih melakukan rekrutmen anggota baru," ucap Wawan. 

Sementara itu, Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Aceh, Al Chaidar mengungkapkan alasan kelompok teror JAD ini melancarkan aksinya di Makassar, Sulawesi Selatan. Tempat itu dinilainya sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia selain Medan, Surabaya, dan Jakara.

Selain tiga kota itu, Ia juga menilai masih ada sejumlah tempat lain yang menjadi sasaran serangan. Kota itu seperti Palembang, Yogjakarta, dan Semarang. Ia menyebut, sejumlah wilayah yang sudah menjadi sasaran, JAD bisa jadi kembali menyerangnya di lain waktu.

“Ya ada kemungkinan serangannya berulang seperti Gereja Katedral Jolo, Filipina sebanyak dua kali, Surabaya sudah diserang sekali, Makassar sekali, dan ini harus diwaspadai. Selain di kota lain, harus mewaspadai di kota yang sama, Surabaya dan Makassar ada kemungkinan terulang lagi,” terang Al Chaedar kepada Liputan6.com, Senin (29/3/2021).

Ia menyoroti pasangan suami istri yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Manurutnya, tindakan itu telah melenceng dari yang difatwakan mantan pemimpian JAD Aman Abdurrahman. Aman sendiri telah melarang tindakan bom bunuh diri dengan melibatkan keluarga.

“Sementara orang JAD yang ada sekarang, lebih memilih fatwa dari Khalid Gozali untuk melakukan bunuh diri keluarga menggunakan isteri dan anak,” ucap Al Chaedar.

Menurut Al Chaidar, mereka mengajak keluarga untuk melakukan bom bunuh diri karena telah membuat tafsiran yang aneh terhadap ajaran agama. Padahal hal itu bertentangan dengan apa yang terkandung dalam alquran.

“Anjurannya yakni menyuruh menjaga diri dan keluarga dari api neraka,” kata Al Chaidar.

Ia mengungkapkan, dalam melancarkan aksinya, kelompok teror JAD ini menggunakan senjata tajam ataupun bom. Untuk amaliah dengan senjata tajam, biasanya digunakan untuk menyasar sel atau kelompok kecil maupun lone wolf.

“Namun karena menggunakan bom, mereka menyasar sel atau kelompok besar,” ucap Al Chaidar.

Al Chaidar menilai kinerja polisi sudah sangat baik karena menangkap terduga teroris sebelum mereka beraksi. Namun begitu, masih ada tujuh orang yang belum tertangkap di Makassar.

“Salah satunya satu pasangan yang melakukan bom bunuh diri di Katedral. Jadi ada beberapa orang lagi yang perlu dikejar untuk pencegahan agar tidak terjadi lagi peristiwa serupa,” ucap Al Chaedar.

Terkait dengan rekrutmen anggota, kelompok JAD ini disebutnya banyak memanfaatkan sosial media. Selain menggunakan platform tersebut, kelompok teror ini juga acap melakukan pengajian keluarga namun secara tertutup.

Al Chaidar pun meminta aparat keamanan untuk mewaspadai perpindahan orang dari Filipina maupun Turki ke Indonesia. Hal itu ditandai dengan adanya gerakan ideologi transnasional.

“Gerakan ideologi Transnasional sehingga harus diwaspadai migrasi orang tersebut untuk mencegah terjadinya gerakan itu kembali,” pungkas Al Chaidar.


Radikalisme di Kalangan Milenial

Beredar foto di media sosial yang diduga sebagai pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Hati Yesus Maha Kudus Makassar, Sulawesi Selatan. Keduanya tewas setelah bom yang dibawanya meledak di pintu gerbang gereja, Minggu pagi, 28 Maret 2021.

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan mengungkapkan pihaknya belum dapat memastikan keabsahan poto itu. Karena sampai sekarang, polisi belum mengumumkan perihal wajah pelaku teror tersebut.

"Jadi foto yang beredar itu kan bukan dari kepolisian ya, tidak pernah merilis foto itu. Itu karena dari temen-temen media saja. Jadi saya tidak bisa mengatakan bahwa foto itu adalah foto pelaku," kata Zulpan saat dihubungi Merdeka.com, Senin (29/3/2021).

Terlebih, kata Zulpan, untuk terduga pelaku yang berboncengan tersebut belum bisa dipastikan identitasnya. Sehingga, proses pemeriksaan test DNA masih dilakukan.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono membenarkan pelaku merupakan pasangan suami-istri. Keduanya belum lama menikah hingga akhirnya menjadi 'pengantin' dalam amaliah JAD. Istilah pengantin adalah sebutan untuk anggota kelompok teror yang disiapkan sebagai pelaku pengeboman.

"Betul pelaku pasangan suami istri baru menikah enam bulan," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (29/3/2021).

Argo menyampaikan, Densus 88 Antiteror terus mendalami jejak kedua pelaku teror. Menurut info yang diterima, pelaku merupakan bagian dari kelompok JAD yang pernah melakukan pengeboman di Jolo Filipina.

"Pelaku berafiliasi dengan JAD," ujar dia.

Saat ini, kata Argo, tim telah menggeledah sejumlah tempat untuk pengumpulan bukti-bukti. Salah satu yang disasar adalah rumah terduga pelaku.

"Penyelidikan masih terus dilakukan termasuk mengungkap pelaku lainnya. Kita tunggu hasil kerja anggota di lapangan. Dan kami berharap semua dapat diungkap dengan jelas," ujar Argo.

Sedangkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menilai paham radikalisme sudah hinggap di kalangan generasi muda. Hal itu terlihat dari hasil identifikasi, pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar kelahiran tahun 1995.

"Inisial L ini dengan istrinya adalah masuk dalam kalangan milenial. Yang sudah menjadi ciri khas korban propaganda jaringan terorisme yang istilahnya dapat dikatakan seperti jebakan batmen untuk anak muda," ujar Boy di Makassar, Senin (29/3/2021).

Dia mengungkapkan radikalisme tersebut tidak terlihat secara kasat mata. Pemahaman ini selanjutnya akan memberikan perubahan perilaku seseorang. Untuk menangkal virus ini, BNPT telah meggandeng tokoh-tokoh agama.

"Kami baru bicara dengan tokoh agama, kita perkuat lagi upaya kita bersama karena teroris adalah kejahatan kita bersama. Musuh bukan hanya di Indonesia tapi di dunia," ujar dia.

"Kita harus berjuang, bergandengaan tangan untuk meniadakan alam pikiran seprti ini. Ini alam pikiran jahat yang dipengaruhi oleh virus radikalisme," imbuhnya.

Menurut Boy, dua pelaku pengeboman Gereja Katedral Makassar ini merupakan korban pengaruh propoganda jaringan teroris gelobal yang kemudian terafiliasi di sejumlah negara. Mereka kemudian membentuk sel-sel di negara termasuk Indonesia.

"Kita ikut prihatin dan kita tidak boleh kalah," kata dia.

Boy menyebut, ada pihak-pihak yang mendukung aksi teror kedua pelaku. Polisi pun telah menangkap mereka yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut.

"Di Makassar, ada tersangka baru diduga kuat memberikan dukungan kepada yang bersangkutan. Langkah-langkah penegakan hukum sudah dilakukan oleh penyidik Polri dan densus 88," ujar dia.

"Pelaku yang ditangkap estimasi dua atau tiga orang. Nanti ada penjelasan lbih lanjut (dari Kapolri), peran mereka masing-masing. Mereka adalah jaringan yang sama," ucap Boy.

Terkait dengan bahan peledak, mantan Kadiv Humas Polri ini mengungkapkan tersedia di toko-toko online. Pelaku mengembangkannya melalui training di media sosial.

"Mereka kembangkan tata cara membuat bahan peledak," ucap Boy Rafli.


4 Kasus Terorisme Dunia Sepanjang Pandemi

Selama 2020, bertepatan dengan pandemi COVID-19, kasus terorisme tercatat menurun. Seluruh dunia fokus pada mitigasi kesehatan. 

Brookings Institute menyebut jumlah korban dari aksi terorisme di AS pada 2020 menurun drastis. Sementara, badan kontra-terorisme di Malaysia menyebut lockdown membantu mengurangi ancaman teror.

Datai dari situs Vision of Humanity (penerbit Global Terrorism Index) menyebut ada pengurangan terhadap terorisme di daerah perkotaan di tengah lockdown.

Namun, masih ada kelompok yang masih saja menebar teror meski dunia sedang sibuk menghapi COVID-19. 

Berikut aksi terorisme di empat negara yang terjadi di tengah pandemi COVID-19. 

1. WNI Ingin Bunuh Mahathir Mohamad

Media Malaysia mengabarkan penangkapan tiga teroris yang berkomplot untuk menghabisi Mahathir Mohamad. Mereka ditangkap pada Januari 2021. 

Saat itu, Mahathir menjabat sebagai perdana menteri Malaysia. Salah satu pelaku merupakan WNI

Otoritas di Malaysia menyebut para pelaku masih terkait jaringan ISIS. Akan tetapi Kementerian Luar Negeri Indonesia enggan mengkonfirmasi apakah WNI itu memang terkait organisasi teroris.

2. Pembantaian di Mozambik

Kelompok militan yang disebutkan sebagai antek ISIS menyerang warga-warga Desa Muatide dan Nanjaba di Mozambik. Lebih dari 50 orang dilaporkan tewas dipenggal.

Korban dieksekusi di lapangan bola di sebuah desa. Tak hanya dipenggal, korban juga dimutilasi. 

Dilaporkan BBC, Selasa 10 November 2020, pemenggalan ini merupakan rangkaian serangan militan terkait ISIS di Provinsi Cabo Delgado sejak 2017. Wilayah itu kaya akan gas.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut aksi teroris merupakan orang-orang barbar yang merugikan agama damai. 

"Di Mozambik, lebih dari 50 orang dipenggal, para wanita diculik, desa-desa dibakar. Orang-orang barbar membajak agama damai untuk menebar teror," ujar Presiden Macron via Twitter pada November 2020.

"Terorisme Islamis adalah bahaya internasional yang membutuhkan sebuah respons internasional," ia menambahkan.

3. Upaya Penculikan Gubernur Michigan

Pada Oktober 2020, FBI menangkap 13 orang yang ingin menculik Gubernur Michigan, Gretchen Whitmer.

Mereka dianggap berusaha melancarkan aksi terorisme domestik.

Kelompok tersebut bernama Wolverine Watchmen yang ingin melengserkan Whitmer, motif lainnya adalah  menolak kebijakan COVID-19 yang ketat.

4. Bom di Gereja Katedral Makassar

Pada Minggu (28/3/2021) pelaku bom bunuh diri menyerang Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan. Polri menyebut pelaku adalah bagian dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD). 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengungkap identitas empat tersangka baru yang diamankan usai aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh pasangan suami istri L dan YSF di Gereja Katedral Makassar. Mereka adalah AS, SAS, MR dan AA.

"Perkembangan lainnya, sampai dengan hari ini kita sudah mengamankan kurang lebih empat orang tersangka baru yaitu AS, SAS, MR dan AA," kata Listyo di Mapolda Sulsel, Senin (29/3/2021). 

Listyo menyebutkan bahwa keempat orang itu merupakan rekan L dan YSF dalam mengikut kajian di Perumahan Villa Mutiara. Perumahan itu merupakan lokasi penangkapan anggota teroris jaringan JAD beberapa waktu lalu di Makassar.

"Mereka bersama-sama dengan L dan YSF ada dalam satu kelompok kajian, Kajian Villa Mutiara namanya," ucap Listyo. 

Adapun peran keempat orang yang telah diamankan berbeda-beda. Mulai dari memberikan doktrin hingga menyiapkan rencana bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. 

"Masing-masing memiliki peran untuk memberikan doktrin, kemudian mempersiapkan rencana untuk jihad dan juga berperan membeli bahan yang digunakan sebagai alat untuk bom bunuh diri," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya