KPK Buka Peluang Jerat Korporasi dalam Kasus Edhy Prabowo

Kendati demikian, Ali mengatakan untuk saat ini KPK akan terlebih dulu fokus dalam pembuktian unsur pasal suap Edhy Prabowo.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 16 Apr 2021, 15:19 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2021, 15:19 WIB
FOTO: KPK Kembali Periksa Mantan Menteri KP Edhy Prabowo
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK Jakarta, Senin (4/1/2021). Sebelumnya, Edhy ditangkap dan ditahan KPK sebagai tersangka suap penetapan calon eksportir benih lobster pada Rabu (25/11/2020) lalu (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungikinan menjerat korporasi dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster (BBL) alias benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Jika berdasarkan persidangan terungkap fakta hukum yang didukung dengan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup ada dugaan keterlibatan pihak lain, baik itu orang maupun korporasi tentu akan KPK tindaklanjuti," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (16/4/2021).

Kendati demikian, Ali mengatakan untuk saat ini KPK akan terlebih dulu fokus dalam pembuktian unsur pasal suap sebagaimana surat dakwaan yang dibacakan tim jaksa penuntut umum terhadap Edhy Prabowo cs.

"Untuk membuktikan dakwaan, tim JPU tentu akan menghadirkan saksi-saksi yang memiliki relevansi dan memaparkan alat bukti lainnya," kata Ali.

Diberitakan, tim JPU pada KPK mengungkap keuntungan PT Aero Citra Kargo (PT ACK) sebagai satu-satunya perusahaan jasa angkut benih bening lobster (BBL). Menurut jaksa, keuntungan yang diterima PT ACK selama lima bulan mencapai Rp 38,5 miliar.

Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Bahwa sejak PT ACK beroperasi pada bulan Juni 2020 sampai dengan bulan November 2020, PT ACK mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 38.518.300.187," ujar Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/4/2021).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

ACK Diaktifkan

PT Aero Citra Kargo (ACK) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman kargo. Awalnya perusahaan ini tidak aktif, namun diaktifkan kembali dan tercatat sebagai perusahaan forwarder ekspor lobster.

Komposisi perusahaan pun diubah kepengurusannya yakni dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang merupakan representasi Edhy Prabowo.

Keuntungan Rp 38,5 miliar itu diterima dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito dan perusahaan-perusahaan eksportir lainnya mendapat izin ekspor benur lobster.

Jaksa menyebut PT ACK bekerjasama dengan PT Peristhable Logistic Indonesia (PT PLI) terkait ekspor benih lobster. PT PLI yang mengurus seluruh kegiatan ekspor benur, sedangkan PT ACK hanya sebagai perusahaan yang melakukan koordinasi dengan perusahaan eksportir dan menerima keuntungan.

Dalam kerja sama itu, ditetapkan bahwa biaya ekspor benur yakni sebesar Rp 1.800 per-ekor dengan pembagian PT PLI mendapatkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp 350 per-ekor, sementara PT ACK mendapatkan sebesar Rp 1.450 per-ekor

Kemudian, setiap satu bulan sekali hingga 12 November 2020, para pemegang saham PT ACK membagikan keuntungan tersebut, seolah-olah sebagai deviden. Para pemilik saham itu adalah Amri yang merupakan teman dekat Edhy Prabowo, kemudian Yudi Surya Atmaja, dan Achmad Bachtiar.

Amri mendapat total Rp 12.312.793.625 yang ditransfer ke Bank BNI. Achmad Bachtiar mendapat Rp 12.312.793.625, yang juga ditransfer ke rekening Bank BNI. Sementara Yudi mendapat Rp 5.047.074.000 yang ditransfer melalui rekening BCA.

Amri dan Achmad Bachtiar adalah nominee atau representasi dari Edhy Prabowo di PT ACK. Total uang deviden keduanya senilai Rp 24.625.587.250 itu dikelola oleh staf Edhy Prabowo bernama Amiril Mukminin.

"Dikelola oleh Amiril Mukminin yang memegang buku tabungan dan kartu ATM milik Achmad Bahtiar Dan Amri atas sepengetahuan terdakwa (Edhy Prabowo)," kata jaksa.

Edhy Prabowo prabowo sendiri didakwa menerima suap total sekitar Rp 25,7 miliar. Edhy menerima USD 77 ribu (sekitar Rp 1,1 miliar) dari pemilik PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito dan Rp 24,6 miliar dari eksportir benur lainnya.

Duit suap itu diterima Edhy untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya.

Edhy didakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya