Eks Pimpinan KPK M Jasin Diselisik Komnas HAM Soal Aturan Pemecatan Pegawai

Jasin menyatakan bahwa pemecatan pegawai KPK tidak bisa dilakukan sembarangan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 18 Jun 2021, 17:24 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2021, 17:24 WIB
Menolak Pasal Tindak Pidana Korupsi
Ketua KPK Agus Rahardjo dan Mantan Wakil Ketua KPK M Jasin saat jumpa pers menyampaikan Penolakan pasal Tindak Pidana Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/6). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochammad Jasin diselisik soal aturan pemecatan pegawai lembaga antirasuah oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Jasin baru saja diperiksa Komnas HAM berkaitan dengan dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang digelar KPK kepada para pegawai.

Pimpinan KPK kemudian membebastugaskan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK. Dari 75 pegawai yang gagal TWK, 51 di antaranya akan diberhentikan pada November 2021 mendatang.

Jasin yang merupakan komisioner KPK periode 2007-2011 ini menyebut, pemecatan pegawai KPK sejatinya tidak bisa dilakukan sembarangan.

"Jadi pemecatan itu ada background dan harus ada auditnya. Di KPK ada pengawas internal, apabila melanggar kode etik, apa buktinya melanggar, apabila tidak bisa mencapai kinerjanya, apa buktinya," ujar Jasin di Komnas HAM, Jumat (18/6/2021).

Jasin menambahkan, faktor lain yang menyebabkan KPK harus memecat pegawainya lantaran melanggar hukum. Menurut Jasin, sebelum memecat, KPK harus bisa membuktikan pelanggaran hukum apa yang dilakukan oleh pegawai tersebut.

"Jadi tidak hanya sekedar tes saja kemudian sebagai dasar untuk melengserkan pegawai KPK. Enggak bisa, dasarnya harus audit atau pemeriksaan," kata Jasin.

Menurut Jasin, pegawai KPK merupakan Pegawai Komisi Negara yang digaji oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dilindungi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2005.

"Sehingga apabila dia dipecat, pasti didasarkan atas hal-hal yang diatur di PP itu, antara lain adalah pelanggaran hukum, pelanggaran kode etik, atau dia tidak bisa mencapai kinerja atau dia meninggal dunia. Jadi enggak ada tes itu. Basis tes untuk misalnya saja TWK, di PP 41 Tahun 2020 tidak ada klausul bahwa ada tes berakhir dengan pemecatan, tidak ada," kata Jasin.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Periksa Saut hingga BW

Salam Komando Novel Baswedan dan Pimpinan KPK di Hari Pertama Ngantor
Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, mantan Ketua KPK Abraham Samad dan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto foto bersama saat menyambut penyidik senior KPK Novel Baswedan, Jakarta, Jumat (27/7). (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Jasin berharap dengan keterangan yang dia sampaikan kepada Komnas HAM bisa memudahkan pekerjaan komisi tersebut untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksaan TWK pegawai KPK.

"Barang kali ini merupakan suatu bahan masukan yang digali dari berbagai pihak oleh Komnas HAM, sehingga di dalam pengambilan keputusan itu tidak salah dan valid adanya. Semua dokumen, informasi disandingkan dengan dokumen, sehingga apabila ada gugatan itu ada basis untuk menyampaikan dasar pengambilan keputusan," kata Jasin.

Selain Jasin, mantan Komisioner KPK lainnya yang juga diperiksa Komnas HAM hari ini adalah Saut Situmorang, Abraham Samad, dan Bambang Widjojanto. Namun hanya Jasin yang diperiksa secara langsung, sementara eks komisioner KPK lainnya itu diperiksa secara daring.

Infografis Novel Baswedan, Perlawanan 75 Pegawai KPK

Infografis Novel Baswedan, Perlawanan 75 Pegawai KPK
Infografis Novel Baswedan, Perlawanan 75 Pegawai KPK (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya