KPK Sebut Vaksin Berbayar Rentan Korupsi, Sahroni DPR: Rawan Mafia dan Penyelewengan

Sahroni mengatakan, dalam kondisi pandemi saat ini, tak dipungkiri mafia obat kian bermunculan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jul 2021, 19:50 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2021, 19:50 WIB
Oknum Polisi Perkosa Remaja, Ahmad Sahroni Minta Pelaku Dihukum Maksimal
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. (Foto: Jaka/nvl)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan sejumlah catatan dan masukan terkait rencana vaksinasi Covid-19 berbayar atau Gotong Royong yang rencananya akan dilakukan oleh jaringan klinik Kimia Farma.

Menurut Firli, KPK tidak mendukung adanya program berbayar ini, karena beresiko tinggi memunculkan tindak korupsi. 

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI asal Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni mendukung pernyataan Firli. Menurut Sahroni, masukan dari KPK sudah tepat dan sesuai, mengingat potensi korupsinya yang tinggi.

"Vaksin kan program kemanusiaan, jadi siapapun dan dengan kepentingan apapun harus satu suara untuk mengawal program ini dengan sebaik-baiknya. KPK sudah tegas mengambil posisi ini, dan saya apresiasi sekali,” ujar Sahroni dalam keterangannya hari ini (18/7/2021).

Lebih lanjut Sahroni menyebut, bahwa dalam kondisi pandemi saat ini, tak dipungkiri mafia obat kian bermunculan. Hal ini kemudian menyebabkan kelangkaan obat di masyarakat hingga menciptakan kenaikan harga yang tidak masuk akal.

Hal ini, ujar Sahroni, perlu dihindari salah satunya dengan tetap membuat vaksin sebagai komoditas gratis.

"Kalau dibuat berbayar, maka dikhawatirkan vaksinasi ini digunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab untuk menimbun vaksin, lalu dijual lagi dengan harga mahal. ini akan sangat melukai nurani kita yang tengah berjuang bersama-sama membendung penyebaran Covid-19,” sambungnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Pendanaan Vaksinasi

Sahroni juga menyoroti tentang pendanaan vaksinasi yang berasal dari anggaran PEN atau pemulihan ekonomi nasional. Artinya, dana pengadaan ini diambil dari kas negara, dan bukan dari pendanaan BUMN.

"Kalau jadi dibuat berbayar, maka DPR juga harus meminta penjelasan terkait pendanaan vaksin mandiri. Karena setahu saya, dana yang digunakan berasal dari anggaran PEN, yang artinya bersumber dari Keuangan Negara. Bukan dari Bank HIMBARA milik BUMN. Ini yang harus kita hati-hati karena rawan penyelewengan,” tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya