Firli Bahuri dan Perubahan di KPK

Sejak dipimpin Firli Bahuri, sejumlah perubahan terjadi di KPK. Hal ini memperkuat kecurigaan masyarakat tentang sosok Firli. Berikut ulasannya sekaligus tanggapan dari Firli.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 11 Agu 2021, 09:16 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2021, 09:16 WIB
FOTO: Ketua KPK Umumkan 75 Pegawai Tidak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri saat mengumumkan hasil penilaian dalam rangka pengalihan status kepegawaian di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti tes wawasan kebangsaan, 75 orang tidak lulus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - 20 Desember 2019, Firli Bahuri dilantik menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pelantikan dilakukan di Istana Negara, Jakarta Pusat.

Sejak saat itu Firli resmi memimpin lembaga antikorupsi bersama Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, dan Alexander Marwata. Para Pimpinan KPK ini akan memegang kemudi lembaga antirasuah hingga 2023 mendatang.

Sebelum dilantik menjadi Pimpinan KPK, pencalonan Firli Bahuri mendapat banyak tentangan dari berbagai kalangan masyarakat.

Masyarakat heran, pansel yang saat itu dipimpin Yenti Ganarsih meluluskan Firli mulai dari tahapan administrasi, uji kompentensi hingga uji publik dan wawancara. Pasalnya, Firli dianggap sebagai salah sosok yang kontroversial. Saat menjadi Deputi Penindakan KPK, Firli sempat bertemu dengan pihak yang berperkara di KPK, yakni Gubernur NTB Zainul Majdi.

Penolakan Firli menjadi pimpinan KPK tidak hanya datang dari pihak luar. Namun juga dari dalam tubuh KPK sendiri. Seperti juru bicara KPK saat itu, Febri Diansyah dan para pegawai KPK yang tergabung dalam Wadah Pegawai (WP) KPK. Bahkan, disebutkan hampir 500 pegawai yang menolak dipimpin sosok yang kontroversial.

Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) menyampaikan keterangan terkait pengembangan kasus proyek jalan Bengkalis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Ada enam proyek jalan dengan nilai proyek sebesar Rp 2,5 triliun dan total kerugian negara sebesar Rp 475 miliar. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Kekhawatiran pegawai KPK kemudian terbukti. Belum satu pekan di KPK, Firli Bahuri mendepak Febri Diansyah menjadi juru bicara. Febri yang sebelumnya menjadi corong KPK diminta fokus menjadi Kepala Biro Humas KPK. Febri juga menjadi corong KPK dalam penolakan revisi UU KPK yang akhirnya disahkan DPR pada 17 September 2019.

Sahnya revisi UU KPK dan naiknya Firli menjadi pimpinan KPK dianggap aktivis antikorupsi sebagai pelemahan KPK. Meski anggapan tersebut terus ditepis oleh DPR dan pemerintah. Firli Bahuri dengan UU KPK yang baru memimpin lembaga yang berdiri sejak 2002 ini. Dengan UU KPK yang baru juga Firli membawa perubahan di lembaga antirasuah.

Usai Febri Diansyah menyatakan mundur dari posisi jubir, Firli langsung mengubah aturan jubir. Jubir kini menjadi dua. Jubir bidang penindakan diisi oleh salah satu jaksa di KPK, yakni Ali Fikri dan satunya lagi dari humas, Ipi Maryati Kuding yang mengisi posisi jubir bidang pencegahan.

Tak hanya itu, Firli mengubah aturan lama dalam konferensi pers pengumuman sebuah kasus. Jika para periode pimpinan sebelumnya nama dan konstruksi kasus sudah langsung diumumkan saat pihak tersebut sudah dijerat sebagai tersangka, kini pengumunan hanya akan dilakukan saat upaya paksa seperti penangkapan dan penahanan.

Firli juga mempersilakan deputi penindakan dan direktur penyidikan KPK untuk menghadiri konferensi pers. Bahkan, terkadang jumpa pers hanya dihadiri plt jubir dan deputi penindakan atau direktur penyidikan, tanpa adanya sosok pimpinan.

Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Dia pun disebut-sebut sebagai sosok yang mengubah aturan peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Alih status pegawai KPK menjadi ASN memang tercantum dalam UU KPK yang baru, yakni UU 19 Tahun 2019.

Firli disebut sosok yang menyisipkan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK. Penyisipin TWK ini diduga dua hari sebelum peraturan komisi (perkom) soal alih status pegawai KPK disahkan. Saat pembahasan awal perkom alih status pegawai, tak ada pembahasan soal TWK.

Alhasil, TWK ini membebastugaskan 75 pegawai KPK. Dari 75 orang itu, 51 pegawai di antaranya akan diberhentikan pada November 2021.

Segala perubahan-perubahan yang dilakukan Firli untuk KPK banyak mendapat kritikan dari masyarakat. Namun, jenderal polisi bintang tiga itu bergeming. Malah, kini ada aturan baru di KPK yang kembali jadi kontroversi.

Peraturan KPK (Perkom) Nomor 6 Tahun 2020 diubah melalui Perkom 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK. Pada Perkom 6 Tahun 2021, Firli dan pimpinan KPK lainnya menyisipkan dua pasal baru, yakni Pasal 2A dan Pasal 2B.

Pasal 2A yang baru disisipkan berbunyi;

(1) Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan, sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara.

(2) Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda.

Pasal 2B

(1) Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan perjalanan dinas dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi.

(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi orang selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan pejabat lainnya yang melakukan perjalanan dinas.

(3) Penggolongan pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (2) ditentukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan/kepatutan/tugas yang bersangkutan.

(4) Penggolongan pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (3) disesuaikan dengan penyetaraan tingkat perjalanan dinas sebagaimana tercantum Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pimpinan ini.

Aturan perjalanan dinas KPK pada era Firli Bahuri ini mendapat tentangan dan kritikan. Bahkan ada yang meminta agar aturan ini dicabut. Sebab, aturan tersebut diduga akan melegalkan praktik rasuah.

Kata Firli

 

Firli membantah mengubah aturan di KPK semau jidatnya. Dia mengatakan, KPK merupakan lembaga negara yang bekerja sesuai undang-undang.

"KPK sebagai lembaga negara tentu bekerja dengan panduan dan peraturan sesuai UU," kata Firli saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa 10 Agustus 2021 malam.

Menurut dia, perubahan bisa terjadi karena keniscayaan suatu era. Tidak ada yang salah selama perubahan itu sesuai dengan Perencanaan Strategis KPK dalam trisula pemberantasan korupsi, pendidikan masyarakat supaya tidak mau korupsi, pencegahan supaya tidak ada kesempatan dan peluang untuk korupsi, dan penindakan supaya takut korupsi.  

Selain itu, sambung dia, wajar jika aktivitas sebuah lembaga selalu dikaitkan dengan pimpinannya. Termasuk perubahan peraturan dalam lembaga itu. Hal ini bisa terjadi di mana saja tak terkecuali di KPK.

Oleh karena itu, dia menganggap tudingan-tudingan yang diarahkan kepadanya sebagai risiko sebagai pemimpin. Toh selama ini, dia mengambil keputusan tidak sendiri. Ada aturan di KPK, kebijakan diambil dengan sistem kolektif kolegial kelima pimpinan.

"Saya rasa tidak ada satupun dari aktifvtas lembaga yang akhirnya tidak dikaitkan dengan Pimpinan KPK, toh itulah risiko sebagai para pimpinan di manapun beradakan? Baik itu, pelaksanaan UU, kejadian tak terduga ataupun sekedar pernyataan. Tapi yang jelas, selain berjalannya seluruh pimpinan secara kolektif kolegial, tidak juga kita mau atau boleh melawan hukum. Selama kembali pada peraturan dan ketentuan UU, itu saja kuncinya, maka tidak perlu khawatir," tutur Firli.

 

"Secara khusus karena kita sedang merayakan 1 Muharram atau tahun baru islam, dengan semangat anti-korupsi KPK akan terus menjadi lembaga negara yang siap sedia move on setiap saat menuju kebaikan dan penyempurnaan," lanjut dia.

 

Soal Perjalanan Dinas

Sementara terkait dengan peraturan perjalanan dinas di KPK, dia mengulang kembali pernyataan Plt Jubir KPK Ali Fikri.

Dia mengatakan, secara substansi, aturan perjalanan dinas KPK tidak berubah. Namun, perpim menegaskan agar ada harmonisasi dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 Pasal 11.

Pasal tersebut mengatur:

1. Perjalanan dinas jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilaksanakan dengan biaya perjalanan dinas jabatan yang ditanggung oleh panitia penyelenggara;

2.Dalam hal biaya perjalanan dinas jabatan untuk mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggung oleh panitia penyelenggara, biaya perjalanan dinas jabatan dimaksud dibebankan pada DIPA satuan kerja pelaksana SPD;

3.Panitia penyelenggara menyampaikan pemberitahuan mengenai pembebanan biaya perjalanan dinas jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam surat/undangan mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya.

Materi ketentuan tersebut juga telah diatur dalam Perkom Nomor 07 tahun 2012 Pasal 3 huruf g, "Dalam hal komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak/instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran Komisi."

"Dari Perkom tahun 2012 tersebut maka sangat dimungkinkan perjalanan dinas KPK dibayarkan oleh pihak/instansi lain dan hal tersebut merupakan praktik yang sebelumnya juga dilakukan oleh KPK periode-periode yang lalu dan itu diperbolehkan sepanjang tidak ada double anggaran," ujar Firli.

Selain itu, dalam audit keuangan KPK, BPK menemukan adanya ketidakpatuhan dan ketidakpatutan dalam pengajuan keputusan terhadap peraturan perundang-undangan pada lembaga pimpinan Firli. Di mana, mekanisme pertanggungjawaban perjalanan dinas TA 2018 pada KPK belum mengacu PMK 113 Tahun 2012. Hal ini mengakibatkan pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas tidak efisien.

"Kami tegaskan kembali, tidak ada perubahan secara mendasar dalam hal ketentuan perjalanan dinas KPK namun saat ini justru diperkuat dengan aturan yang jelas sehingga diharapkan perjalanan dinas lebih efisien dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Kami berharap melalui penjelasan ini masyarakat paham secara utuh, dan tidak ada lagi opini yang keliru sehingga polemik yang beredar dapat dihentikan," tutur Firli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya