Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai sanksi pemotongan gaji yang diberikan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar karena terbukti melanggar kode etik berat belum memenuhi keadilan masyarakat. MAKI mengatakan seharusnya sanksi yang diberikan berupa pemecatan Lili Pintauli sebagai Pimpinan KPK.
"Putusan Dewas KPK dirasakan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat karena semestinya sanksinya adalah Permintaan Mengundurkan Diri, bahasa awamnya: pemecatan," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dikutip dari siaran pers, Senin (30/8/2018).
Menurut dia, pengunduran diri Lili Pintauli merupakan cara menjaga kehormatan KPK. Boyamin menyebut pengunduran diri Lili dari Pimpinan KPK demi kebaikan KPK dan pemberantasan korupsi.
Advertisement
"Jika tidak mundur maka cacat/noda akibat perbuatannya yang akan selalu menyandera KPK sehingga akan kesulitan melakukan pemberantasan Korupsi," katanya.
Kendati begitu, MAKI tetap menghormati putusan Dewas KPK yang menyatakan Lili Pintauli Siregar bersalah melanggar kode etik berat dan sanksi pemotongan gaji. Putusan Dewas ini sebagai sebuah proses yang telah dijalankan berdasar Undang Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Revisi UU KPK.
Boyamin menuturkan MAKI masih mengkaji rencana melaporkan kasus Lili ke Bareskrim Polri. MAKI akan mempertimbangkan putusan yang telah diberikan Dewas KPK kepada Lili.
"Opsi melaporkan perkara ini ke Bareskrim berdasar dugaan perbuatan yang pasal 36 UU KPK masih dikaji berdasar putusan Dewas KPK yang baru saja dibacakan," jelas Boyamin.
Hanya Disanksi Potong Gaji
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan bahwa Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar telah melanggar kode etik Lili diberikan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan demikian diputuskan dalam permusyawaratan majelis," jelas Tumpak saat membaca putusan yang disiarkan secara virtual, Senin (30/8/2021).
Menurut dia, Lili terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, Lili dinyatakan bersalah karena ber berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK.
Adapun Lili dilaporkan ke dewas oleh pegawai nonaktif KPK. Antara lain yakni mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko serta dua penyidik KPK, Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
Lili diduga berkomunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial terkait penyelidikan kasus dugaan jual beli jabatan di Pemkot Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Komunikasi antara Lili dan Syahrial diungkap oleh mantan Penyidik KPK asal Polri, Stepanus Robin Pattuju. Robin yang dijerat sebagai tersangka penerima suap dari Syahrial ini mengungkapnya saat bersaksi dalam sidang Syahrial di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin 26 Juli 2021.
Advertisement