Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Imparsial Hussein Ahmad meminta, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mencabut Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1221/2021 tertanggal 5 November 2021 tentang Prosedur Pemanggilan Prajurit TNI oleh Aparat Penegak Hukum.
Permintaan itu bukan tanpa alasan, sebab aturan tersebut dinilai semakin membuat TNI tidak transparan di muka hukum. Telegram itu diteken Marsekal Hadi Tjahjanto di sisa-sisa akhir masa jabatannya sebagai Panglima TNI.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi sebagai Panglima yang baru sekarang, Andika harus cabut itu surat telegram itu, ini kaitannya terhadap komitmen TNI untuk tunduk terhadap sistem peradilan umum," kata Hussein saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (24/11/2021).
Mengutip TAP MPR nomor 7 tahun 2000, Hussein menjelaskan, TNI diperintah untuk tunduk kepada peradilan umum apabila melakukan tindak pidana umum.
Namun dengan aturan yang tertuang di surat telegram tersebut, maka proses pemeriksaan terhadap anggota TNI seperti dihalangi. Hal itu tidak sesuai dengan komitmen TNI terhadap TAP MPR.
"Itu dapat menimbulkan potensi kekacauan di dalam praktiknya. Bagi institusi TNI, surat telegram Panglima itu harga mati, sedangkan aparat penegak hukum lainnya akan sulit untuk masuk sehingga birokrasinya jadi membingungkan," kritik Hussein.
Meski demikian, aturan di dalam telegram tersebut bukan lah harga mati. TNI masih membuka jalur koordinasi atau jalan tengah dari masing-masing pihak. Namun aturan pemanggilan dan pemeriksaan akan bertabrakan sebab tiap instansi akan berpegang teguh pada aturannya sendiri-sendiri.
"Jadi di tahun 2000 menunjukkan komitmen tapi sekarang justru mundur dengan telegram ini, justru kalau panglima sekarang mendukung komitmen ya cabut telegramnya," kata Hussein menandasi.
Isi Telegram Panglima TNI
Diketahui, Surat Telegram itu dikeluarkan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di pengujung masa dinasnya sebagai Panglima TNI. Berikut rinciannya:
1. Pemanggilan yang dilakukan kepada prajurit TNI oleh Polri, KPK, aparat penegak hukum lainnya dalam rangka untuk memberikan keterangan terkait peristiwa hukum harus melalui Komandan/Kepala Satuan.
2. Pemanggilan terhadap prajurit TNI yang tidak sesuai dengan prosedur, agar Komandan atau Kepala Satuan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum yang dimaksud.
3. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di satuannya dengan didampingi Perwira Hukum atau Perwira Satuan.
4. Prajurit TNI yang memberikan keterangan terkait peristiwa hukum kepada aparat penegak hukum dapat dilakukan di kantor penegak hukum yang memanggilnya dengan didampingi Perwira Hukum.
Advertisement