Tahanan Narkoba Polres Jaksel Tewas, LBH Minta Penahanan di Kantor Polisi Dihapus

LBH Masyarakat mendorong Kepolisian mengusut penyebab kematian tahanan kasus narkoba Polres Jaksel dan menghukum anggota jika terbukti melakukan pelanggaran hingga penganiayaan.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 18 Jan 2022, 04:41 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2022, 04:41 WIB
Jenazah
Ilustrasi Foto Jenazah (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kematian FNS, tahanan kasus narkoba Polres Metro Jakarta Selatan (Polres Jaksel) mendapat sorotan dari berbahai pihak. Salah satunya datang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat.

FNS tewas di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur pada Kamis, 13 Januari 2022 lalu. Beredar kabar, tahanan narkoba itu sempat mengeluhkan sakit di sekujur tubuhnya sebelum meninggal dunia.

Salah satu rekan FNS mengaku melihat luka di kaki kulitnya pecah yang menimbulkan bercak darah di bagian paha. Tak hanya itu, FNS juga mengaku kerap dipukuli.

LBH Masyarakat mencatat, indikasi penyiksaan seseorang yang sedang menjalani proses hukum bukan lah pertama kali terjadi, terlebih dalam perkara narkotika.

Pada Agustus 2020 lalu, publik dihebohkan atas dugaan penyiksaan yang dialami Hendri Alfred Bakar saat menjadi tahanan Polresta Barelang Batam.

"Dugaan penyiksaan tersebut terjadi karena ketika meninggal kepala Hendri ketat dibungkus plastik dengan selotip coklat yang tebal. Selain itu, terdapat bekas memar di tubuh Hendri," kata LBH Masyarakat dalam siaran persnya, Senin (17/1/2022).

Dalam konteks penyiksaan tersebut, peristiwa yang diduga menimpa FNS dan Hendri ini telah menjadi tanda keras.

Menurut LBH Masyarakat, terdapat 3 permasalahan mendasar yang menjadi faktor pendorong terjadinya praktik penyiksaan pada tahanan kepolisian.

Pertama, berkaitan dengan hukum acara pidana di Indonesia. Kedua, kebijakan keras narkoba dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mudah sekali menjerat pidana seseorang. Ketiga, minimnya pengawasan yang efektif pada tempat-tempat penahanan secara real time.

Atas hal ini, ICJR, LBH Masyarakat, dan Rumah Cemara mendesak lembaga negara yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP) segera melakukan respons cepat dengan melakukan pemantauan dan asesmen pada tempat-tempat penahanan dan melakukan investigasi mandiri pada kasus ini.

"Agar memperoleh lebih banyak data, serta memberikan rekomendasi kebijakan pada Polri agar hal serupa tidak terjadi lagi," katanya.

Polisi Diminta Selidiki Kasus Kematian Tahanan

LBH Masyarakat mendorong Polri menyelidiki kasus kematian tahanan ini secara menyeluruh dan memberi hukuman kepada anggota yang terbukti melanggar prosedur dan melakukan penyiksaan.

Selain itu, dalam tataran normatif, Pemerintah dan DPR segera meratifikasi Optional Protocol to the Convention against Torture (OPCAT) untuk memperkuat pengawasan dan pemantauan tempat-tempat penahanan yang menjadi ruang terjadinya penyiksaan.

Terakhir, dalam tataran normatif yang lebih besar, Pemerintah dan DPR segera melakukan langkah konkret melakukan revisi KUHAP dan UU Narkotika.

"Penahanan di kantor kepolisian harus dilarang dalam KUHAP ke depan, dekriminalisasi pengguna narkotika harus disusun dalam revisi UU Narkotika," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya