Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-undang Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS pada hari ini, Selasa (18/1/2022) disahkan menjadi inisiatif DPR.
Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna Masa Sidang III Tahun Sidang 2021-2022 yang akan mengambil keputusan terhadap RUU TPKS.
Advertisement
Baca Juga
Dengan begitu, pimpinan DPR pun berjanji akan mengirim surat ke presiden agar bisa segera dibahas setelah ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR.
"Kita langsung kirim surat ke presiden sambil menunggu surpres turun," ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (18/1/2021).
Meski begitu, rupanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tetap bersikukuh menolak RUU TPKS untuk disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR RI.
Menurut Juru Bicara Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati, pihaknya menganggap RUU itu belum memasukkan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan.
Berikut 4 fakta terkait RUU TPKS yang pada hari ini ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dihimpun Liputan6.com:
1. DPR Akan Langsung Kirim Surat ke Presiden
Rapat paripurna Masa Sidang III Tahun Sidang 2021-2022 akan mengambil keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Pimpinan DPR berjanji akan mengirim surat ke presiden agar bisa segera dibahas setelah ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR.
"Kita langsung kirim surat ke presiden sambil menunggu surpres turun," ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (18/1/2021).
Sambil menunggu pembahasan, pimpinan DPR berjanji akan menggelar diskusi publik. DPR akan menampung aspirasi masyarakat.
"Kami akan melakukan FGD-FGD untuk kepentingan menampung aspirasi masyarakat dan kemudian setelahnya kita baru akan masuk ke pembahasan," ujar Dasco.
Advertisement
2. Tunggu Surat Presiden
Setelah RUU TPKS disahkan menjadi inisiatif DPR maka akan menunjuk alat kelengkapan dewan (AKD) mana yang akan membahas RUU TPKS ini.
Namun, kata Dasco, keputusan AKD mana yang akan membahasnya masih menunggu surat presiden.
"Kalau untuk TPKS setelah hari ini disahkan sebagai inisiatif DPR, kita akan menunjuk AKD yang akan dibahas. Karena kebutuhan yang mendesak, pembahasan-pembahasan ini bisa dilakukan dengan efisien namun terukur, sehingga bisa diselesaikan dengan waktu yang tidak terlalu lama," jelas Dasco.
3. PKS Tetap Kukuh Menolak
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersikukuh menolak RUU TPKS untuk disahkan menjadi RUU Inisiatif DPR RI.
Juru Bicara Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati menyampaikan penolakan tersebut bukan didasari atas kesetujuan terhadap perilaku kekerasan seksual maupun penolakan untuk memberikan pelindungan terhadap korban.
"Berdasarkan catatan kami tersebut terhadap RUU TPKS dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi PKS menolak RUU TPKS untuk ditetapkan sebagai RUU usulan inisiatif DPR RI," tegas Mufidayati dalam Sidang Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (18/1/2022).
Menurut dia, PKS menganggap RUU itu belum memasukkan secara komprehensif seluruh tindak pidana kesusilaan.
"Yang meliputi kekerasaan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual," lanjut dia.
Dia mengatakan, Fraksi PKS memandang seluruh aturan tindak pidana kesusilaan itu menjadi esensi penting dalam pencegahan dan pelindungan dari kekerasan seksual.
"Sekali lagi bukan karena kami tidak setuju pelindungan terhadap korban kekerasan seksual, terutama kaum perempuan," ujar Mufidayati.
Dia membeberkan, partainya merasa prihatin dengan maraknya tindakan perzinaan dan gaya hidup seks bebas di kalangan anak muda Indonesia. Fenomena penyimpangan seksual pun, kata dia semakin mengkhawatirkan, bahkan menyebabkan risiko penularan HIV/Aids.
"Dengan demikian diperlukan UU yang mengatur larangan perzinaan dan penyimpangan seksual berikut sanksi hukumnya," Mufidayati menjelaskan.
Fraksi PKS, kata Mufidayati, sebetulnya seirama dengan mayoritas fraksi lain dalam soal sikap terhadap kekerasan seksual. Partainya bahkan mengutuk keras segala bentuk kejahatan seksual.
"Fraksi PKS mendukung terhadap upaya-upaya pemberatan pidana termasuk pemberlakuan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual," tegas Mufidayati.
Dia menyampaikan, partainya juga mendukung upaya-upaya penanganan, perlindungan, pemulihan terhadap korban kejahatan seksual. Hal ini bahkan telah jauh-jauh hari dibuktikan oleh partai berbasis keagamaan itu dengan membentuk lembaga yang didesain secara khusus memberikan advokasi, pendampingan dan konsultasi bagi korban kejahatan seksual sejak 2016.
"Selain itu Fraksi PKS juga mendukung pengesahan RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sebagai bentuk keseriusan Fraksi PKS untuk melindungi pekerja rumah tangga yang mayoritas perempuan," tandas Mufidayati.
Advertisement
4. Pastikan Pemerintah Segera Lakukan Konsolidasi
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berharap dapat segera menerima naskah Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dari DPR. Dengan begitu, pemerintah melalui Gugus Tugas RUU TPKS dapat melakukan konsolidasi dan diskusi publik bersama kementerian/lembaga terkait.
"Saya harap gugus tugas bisa segera mendapatkan naskah dari DPR untuk kita jadikan bahan konsolidasi dan diskusi publik," kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Selasa (18/1/2022).
Dia menilai pengesahan RUU TPKS sebagai hak inisiatif DPR dilakukan di saat yang tepat. Moeldoko menyebut pembahasan RUU TPKS di DPR dapat menjadi titik terang agar ada sanksi hukum terhadap pelaku kekerasan seksual.
"KSP mengapresiasi DPR yang punya sense of urgency yang sama, terkait kasus-kasus kekerasan seksual yang muncul belakangan ini. Progres pembahasan RUU TPKS di DPR bisa menjadi titik terang agar ada sanksi hukum di kemudian hari," jelasnya.
Seperti diketahui, DPR mengesahkan RUU TPKS menjadi hak inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna Selasa (18/1/2022). RUU usulan inisiatif DPR tersebut, akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk diterbitkannya Surat Presiden (Surpres).
"Sesuai perundang-undangan, Presiden memiliki waktu maksimal 60 hari untuk mengirim surpres ke DPR berikut DIM (Daftar Inventarisasi Masalah)," ujar Deputi Hukum Kemensetneg Lidya.
Â
(Taufik Akbar Harefa)
Tarik Ulur dari RUU PKS hingga RUU TPKS
Advertisement