Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan, pembuatan Kabah di dunia virtual reality atau metaverse oleh Arab Saudi hanya sebagai simulasi ibadah haji.Â
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam mengatakan, Kabah di metaverse dapat mempermudah calon jamaah haji dan calon jamaah umrah untuk mengeksplore lokasi-lokasi. Sehingga jika melaksanakan ibadah haji dapat mengetahui di mana lokasi Kabah.Â
Asrorun mengatakan upaya digitalisasi dalam platform metaverse merupakan bagian dari perkembangan teknologi yang bersifat muamalah. Artinya, teknologi itu dapat memudahkan para calon jamaah untuk mengenal lebih dalam lokasi-lokasi ibadah sebelum nantinya mereka pergi langsung ke Tanah Suci untuk berhaji.
Advertisement
"Mulai dari mana nanti tawafnya, kemudian di mana Al Mustajabah tempat-tempat mustajab, di mana Makam Ibrahim, kemudian di mana Hajar Aswad, kemudian di mana Rukun Yamani, dan di mana Mas'ah. Maka dengan teknologi itu bisa lebih mudah dikenali sehingga tergambar oleh calon jamaah," kata dia di Jakarta, Jumat, (12/2/2022), seperti dikutip dari Antara.
Sehingga Asrorun menilai, melihat atau mengelilingi Kabah dengan menggunakan teknologi secara metaverse merupakan hal yang baik, tetapi tidak bisa digunakan sebagai ibadah haji karena tak memenuhi syarat-syarat haji.
Harus Hadir Secara Fisik
Ia mengatakan pelaksanaan Ibadah haji harus hadir secara fisik di tempat-tempat yang ditentukan, seperti di Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, Kabah, Shafa, dan Marwa. Selain itu, waktu pelaksanaannya telah ditentukan yakni digelar pada bulan Dzulhijjah.
"Tetapi bukan berarti kita cukup dan boleh hanya melalui media virtual itu saja, kalau haji lewat metaverse ya enggak sah," kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi berencana akan menghadirkan proyek metaverse bernama Virtual Black Stone Initiative. Melalui proyek itu umat Islam di seluruh dunia dapat merasakan pengalaman melihat Kabah dan Hajar Aswad melalui VR.
Advertisement