Menyoal BPJS Kesehatan Jadi Syarat Segala Urusan

Inpres 1/2022 yang mewajibkan BPJS Kesehatan jadi syarat wajib mengurus SIM, STNK, SKCK, dan jual beli tanah dinilai keputusan ruwet. DPR curiga Jokowi dibenturkan dengan rakyat.

oleh Muhammad Ali diperbarui 22 Feb 2022, 00:01 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2022, 00:01 WIB
Iuran BPJS Kesehatan Naik Lagi
Warga menunggu untuk melakukan pelayanan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Kota Tangerang, Rabu (7/1/2020). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuai sorotan di tengah masyarakat. Inpres yang diteken Presiden Jokowi itu dinilai sebagai keputusan yang aneh dan menyulitkan masyarakat.

Salah satu isi aturan itu adalah mensyaratkan pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) adalah peserta aktif program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dalam instruksi ini, Jokowi memerintahkan kepada 30 menteri dan pimpinan lembaga negara untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Hal ini perlu dilakukan rangka optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional, peningkatan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan untuk menjamin keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional.

Salah satu pimpinan lembaga negara yang mendapat perintah adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Jokowi meminta Kapolri melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) adalah Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.

Selain itu Jokowi juga meminta Kapolri meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara yang belum melaksanakan kepatuhan membayar iuran program Jaminan Kesehatan Nasional.

Artinya, presiden meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengubah regulasi yang mewajibkan pemohon SIM, STNK dan SKCK wajib memiliki kartu BPJS Kesehatan dan menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan.

Tak hanya itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) juga menjadikan Kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah dan rumah. Ketentuan ini tertuang dalam Surat Kementerian ATR/BPN Nomor HR.02/153-400/II/2022.

Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian ATR/BPN Teuku Taufiqulhadi mengatakan, penyertaan fotokopi Kartu BPJS Kesehatan merupakan instruksi langsung dari Presiden Jokowi.

"Itu instruksi presiden, karena Presiden menghendaki agar seluruh warga negara Indonesia terjamin kesehatannya. Jadi optimalisasi BPJS Kesehatan, agar semua rakyat Indonesia terjamin kesehatannya," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat (18/2/2022).

"Jadi ini perlindungan negara kepada rakyatnya. Jadi ini adalah sikap daripada presiden agar ada jaminan kesehatan kepada rakyat Indonesia," kata Taufiqulhadi.

Adapun syarat wajib Kartu BPJS Kesehatan dalam pendaftaran jual beli tanah dan rumah ini bakal mulai berlaku pada awal bulan depan.

"Mulai efektif mulai 1 Maret 2022," ujar Teuku Taufiqulhadi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dirut BPJS Kesehatan Buka Suara

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pun siap berkolaborasi dengan Kementerian ATR/BPN untuk menjalankan aturan tersebut. Tak hanya itu, Ali mengatakan bahwa BPJS Kesehatan juga siap kolaborasi dengan 30 kementerian, lembaga serta pemerintah daerah untuk menjalankan Instruksi Presiden mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Untuk diketahui, bahwa sistem JKN ini kepesertaannya itu wajib, ini sudah lama sejak Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 18 dan diperkuat Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018," kata Ali Ghufron Mukti dikutip dari Antara, Senin (21/2/2022).

Salah satu bentuk kolaborasi yang sedang ditempuh BPJS Kesehatan adalah ketentuan kepesertaan sebagai syarat administrasi pelayanan publik pada sektor transaksi jual beli tanah.

Kolaborasi tersebut ditempuh BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. "Pemohon hak tanah atau pembeli dipastikan yang bersangkutan itu peserta aktif dalam JKN-KIS," ujarnya.

Ghufron mengatakan orang yang membeli tanah sudah jelas orang mampu secara finansial sehingga didorong untuk bergotong royong dalam program JKN-KIS.

Terkait masyarakat yang tidak mampu, kata Ghufron, akan ditentukan oleh dinas sosial di wilayah setempat berdasarkan klasifikasi miskin yang berlaku di Indonesia.

"Jadi sebetulnya tidak ada alasan yang miskin tidak mampu. Jadi tinggal diurus, memang perlu waktu, sekarang mulai diurus (kepesertaan BPJS Kesehatan) disadarkan seluruh masyarakat," katanya.

Kolaborasi selanjutnya adalah kerja sama dengan Polri dalam penerapan aturan serupa bagi pemohon surat izin mengemudi (SIM). Namun ketentuan tersebut masih dalam tahap pembahasan.

"Itu (syarat BPJS Kesehatan untuk SIM) nanti berikutnya," katanya.

Ghufron menambahkan seluruh kolaborasi tersebut merupakan upaya pihaknya dalam mewajibkan setiap penduduk menjadi peserta JKN-KIS sebagai pemenuhan hak untuk kesehatan bagi setiap orang.

Ghufron mengatakan ketentuan perluasan layanan JKN telah diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024 bahwa cakupan kepesertaan ditargetkan mencapai 98 persen dari populasi. Hingga 2021, cakupan JKN berjumlah 235,7 juta jiwa dengan indeks kepuasan di atas 80 persen.


Aturan Konyol

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menilai aturan baru jual-beli tanah dan rumah menggunakan Kartu BPJS Kesehatan kurang tepat. Ia menyebut aturan itu hanya menyulitkan masyarakat.

"Pertama ini menambah ruwet aturan jual beli tanah," katanya kepada Liputan6.com, Sabtu (19/2/2022).

Dengan demikian, persyaratan administrasi untuk jual beli tanah berarti semakin banyak. Apalagi, syarat kepesertaan dibuktikan dengan penyertaan fotokopi kartu BPJS.

Lebih lanjut, ia menilai langkah ini sebagai pemaksaan untuk masyarakat ikut program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Kedua, ini tidak mendidik. Orang dipaksa untuk ikut BPJS tanpa sosialisasi dan edukasi yang memadai," katanya.

Bahkan, adanya aturan ini, kata dia, hanya memperpanjang proses ekonomi yang dijalankan masyarakat. Misalnya, ada tambahan pos pembayaran yang harus dikeluarkan masyarakat.

"Ketiga, ini kebijakan berpotensi justru menambah panjang proses ekonomi," kata dia.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Luqman Hakim juga menilai kebijakan tersebut tak masuk akal dan dinilai sebagai bentuk kesewenang-wenangan.

"Terbitnya aturan yang memaksa rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikannya sebagai syarat dalam layanan pertanahan merupakan bagian dari praktik kekuasaan yang konyol, irasional dan sewenang-wenangan," kata Luqman Hakim pada wartawan, Sabtu (19/2/2022).

Luqman menegaskan, tidak ada hubungan antara BPJS Kesehatan dengan jual beli tanah. Dia menambahkan, secara filosofi konstitusi, kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi negara.

Luqman menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi hak rakyat, namun dengan catatan negara tidak boleh memberangus hak rakyat lainnya. Ia mengaku curiga bahwa kebijakan ini sengaja ingin menjatuhkan Presiden Jokowi.

"Lahirnya kebijakan ini membuat saya curiga adanya anasir jahat yang menyusup di sekitar Presiden Jokowi dan jajaran kabinetnya dan dengan sengaja mendorong lahirnya kebijakan yang membenturkan presiden dengan rakyat," kata dia.

Politikus PKB ini meminta Menteri ATR/BPN menghapus kebijakan yang akan diterapkan Maret 2022 itu.

"Saya minta Mentari ATR/BPN Sofyan Djalil membatalkan kebijakan Kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat dalam layanan pertanahan. Jika di dalam Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2022 terdapat kekeliruan yang terkait dengan masalah pertanahan," kata dia.

Luqman mengingatkan bahwa tugas menteri adalah membantu presiden dan memberi masukan agar tidak ada kebijakan yang merugikan rakyat, bukan malah sebaliknya.

"Seharusnya Menteri Sofyan Djalil sebagai pembantu presiden, memberi masukan agar inpres itu direvisi sehingga rakyat tidak dirugikan. Jangan malah sebaliknya, bersikap seolah tidak tahu ada masalah dan langsung melaksanakannya," pungkas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya