Liputan6.com, Jakarta - Wacana pemilu 2024 ditunda bikin gaduh. Muncul penolakan keras dari berbagai parpol, tokoh masyarakat, LSM, hingga aktivis. Lalu, siapa dalangnya di balik wacana ini?
Wacana pemilu 2024 ditunda pertama kali diutarakan Menteri Investasi, Bahlil Lahadali, pada Januari lalu. Ia menggunakan dalih perbaikan ekonomi.
Baca Juga
Mantan ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini merujuk survei dimana tingkat kepuasan terhadap Jokowi mencapai 70 persen. Selain itu ia mengklaim, para pengusaha menginginkan agar pemilu ditunda. Stabilitas politik dijadikan alasan untuk kembali menumbuhkan ekonomi yang babak belur karena pandemi.
Advertisement
Berikutnya giliran Muhaimin Iskandar yang mengangkat wacana ini. Orang nomor satu di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu bahkan mengklaim, banyak pihak setuju dengan usulannya.
Wakil Ketua DPR ini berdalih, penundaan Pemilu dilakukan guna mengantisipasi hilangnya momentum perbaikan ekonomi yang diharapkan terjadi usai dihajar pandemi.
Usulan yang datang dari Cak Imin sebenarnya agak mengagetkan. Pertama, karena datang dari salah satu pimpinan DPR yang notabene terlibat dalam proses penyusunan regulasi dan pemilihan komisioner penyelenggara Pemilu. Kedua, gagasan ini terlontar dari ketum partai yang selama ini getol ‘menjajakan’ diri untuk maju dalam Pilpres 2024.
Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, juga mengusulkan hal yang sama. Ia mengaku menerima aspirasi petani Kabupaten Siak, Riau soal perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.
Begitu juga dengan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, yang mendukung usulan penundaan atau pengunduran jadwal Pemilu 2024. Selain karena alasan pandemi dan ekonomi, menurut pria yang akrab disapa Zulhas, masyarakat masih puas dengan kepemimpinan Jokowi.
Wasekjen DPP PKB Luqman Hakim menyebut wacana penundaan Pemilu 2024 telah menuai penolakan dari mayoritas masyarakat. Anggota Komisi II DPR itu menyebut apabila wacana penundaan pemilu dibiarkan terus bergulir, maka akan terus ada gangguan dan manuver untuk menggagalkan Pemilu 2024. Menurut Luqman, wacana penundan Pemilu 2024 hanyalah wajah lain dari wacana presiden 3 periode yang telah dikampanyekan pihak tertentu sejak akhir 2019 yang lalu.
"Apabila masalah ini tidak dituntaskan setuntas-tuntasnya, saya khawatir pelaksanaan tahapan dan jadwal pemilu selama dua tahun ke depan, sampai tahun 2024, akan terus dihantui dan diganggu dengan manuver penundaan atau penggagalan Pemilu 2024," kata Luqman, Jumat 4 Maret 2022.
Game Over Sebelum ke MPR
Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh, meyakini usulan atau wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi bakal kandas di tengah jalan.
Menurutnya, penundaan Pemilu bisa dilakukan ketika undang-undang diamandemen. Tidak bisa hanya dengan sebuah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
"Kita anggap saja itu (penundaan), yang melemparkan isu, dan berwacana menawarkan konsep dan gagasan yang syukur-syukur diterima oleh masyarakat. Tapi prediksi Nasdem, itu tidak berakhir pada tingkat sampai pada keberanian dan kesepakatan untuk mengamendemen undang- undang," katanya.
Ketika penundaan Pemilu diputuskan melalui Perppu, dia menilai hal itu sangat berbahaya dan bisa menjerumuskan pemerintah saat ini.
"Satu-satunya adalah membawa ini ke sidang MPR dan amandemen. Nasdem mampu memprediksikannya, sebelum sampai situ, game is over (berakhir). Untuk apa kita buang energi kepada hal-hal itu, banyak hal lain yang harus jadi concern kita bersama," tegas dia.
Paloh mengatakan banyak hal yang bisa dilakukan ketimbang memikirkan isu penundaan Pemilu 2024. Salah satunya perihal penanganan pandemi Covid-19 yang belum berakhir dan juga mengenai pemindahan ibu kota.
"Ini hal hal yang lebih besar dari pada hal itu. Ibarat air, ketika dia di gelas itu diisi air melampaui gelasnya, dia akan tumpah, itu tidak baik. Kita punya kapasitas yang maksimum dan jangan melampaui hal ini," tutupnya.
Mayoritas Masyarakat Menolak
Lembaga Survei Indonesia (LSI) telah merilis hasil survei mengenai sikap publik terhadap penundaan pemilu dan masa jabatan presiden.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan mengungkapkan, bahwa mayoritas responden menyatakan menolak perpanjangan masa jabatan presiden dengan alasan adanya Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Secara keseluruhan 70,7 persen atau mayoritas menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Di kalangan yang aware informasi, penolakan lebih tinggi lagi yaitu 74 persen,” kata Djayadi.
“Penolakan merata di segala sektor demografi, tidak hanya di kalangan tertentu,” tambahnya.
Djayadi juga menyebut apabila isu perpanjangan masa jabatan presiden terus disebarkan, maka akan semakin kuat juga penolakan dari masyarakat.
"Kalau isu makin disebarkan maka tingkat penolakan cenderung makin tinggi. Sikap dasar masyarakat itu menolak,” kata dia.
Sementara itu, hasil survei menyebutkan bahwa baik masyarakat yang puas maupun yang tidak dengan kinerja Presiden, mayoritas tetap menolak perpanjangan masa jabatan presiden.
"Masyarakat yang puas kinerja setuju perpanjangan presiden? tidak, mayoritas 60 persen menyatakan lebih memilih tetap melaksnakan pemilu 2024, jadi puas atau tidak puas kinerja tidak berkorelasi tingkat penerimaan perpanjangan masa jabatan presiden,” tegasnya.
Adapun survei nasional ini menggunakan metode simple random sampling dengan 1.197 responden. Survei dilakukan pada 25 Februari-1 Maret 2022. Sementara margin error 2,89 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Taat Konstitusi
Wakil Presiden ke-10 dan 12 RI, Jusuf Kalla atau JK mengingatkan sejumlah pihak untuk berhati-hati terhadap wacana penundaan Pemilihan Umum 2024. JK menegaskan, jika penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dari jadwal yang telah ditetapkan adalah melanggar konstitusi.
"Memperpanjang itu tidak sesuai dengan konstitusi," tegas JK usai menghadiri Mubes IKA Universitas Hasanuddin (Unhas) di Hotel Four Point Makassar, Jumat (4/3/2022).
"Kecuali kalau konstitusinya diubah," imbuh JK.
JK mengingatkan, Bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang tentang konflik. Oleh karena itu, JK berpendapat lebih baik untuk taat pada konstitusi.
"Kita terlalu punya konflik. Kita taat pada konstitusi. Itu saja," tegas politikus senior Partai Golkar itu.
Sebelumnya, JK juga mengemukakan, jika konstitusi sudah mengamanatkan pemilihan umum digelar lima tahun sekali. JK khawatir, jangan sampai wacana penundaan Pemilu berujung masalah sebab adanya pihak yang ingin mengedepankan kepentingan sendiri.
“Konstitusinya lima tahun sekali. Kalau tidak taat konstitusi maka negeri ini akan ribut,” ungkapnya lagi.
Sementara itu, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha mengatakan bahwa usulan penundaan Pemilu 2024 mencederai amanat reformasi Indonesia. Selain itu, usulan tersebut juga memantik kemarahan publik, mengacaukan tatanan demokrasi dan hukum serta memberikan pendidikan politik yang buruk bagi masyarakat.
"Penundaan Pemilu 2024 akan mengancam proses demokrasi Indonesia dan berpotensi memunculkan kepemimpinan otoritarian. ICW mendesak PKB, PAN, dan Golkar serta partai politik lainnya yang setuju penundaan Pemilu 2024 segera mencabut pernyataannya," ujar Egi, Rabu (2/3/2022).
"ICW mendesak seluruh partai politik untuk konsisten pada Keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022 yang telah disahkan bersama-sama Komisi II DPR-RI, pemerintah, dan penyelenggara pemilu," jelasnya.
Advertisement
Orang Dekat Jokowi Dalangnya?
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengungkap soal orang di sekitar Presiden Jokowi dalam munculnya wacana penundaan Pemilu 2024.
Meskipun tak menyebutkan nama jelas orang yang ditudingnya, Hasto menyatakan bahwa orang dekat tersebut tak paham dengan keinginan Jokowi.
Menurut Hasto, Jokowi memiliki sikap yang sama seperti PDI Perjuangan. Hal itu, menurut dia, sudah pernah dinyatakan dengan tegas saat menolak perpanjangan masa jabatan presiden dan rencana amendemen Undang-Undang Dasar 1945 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Presiden Jokowi sudah mengatakan jika ada yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan tiga periode itu menampar muka saya, ingin cari muka saya, itu justru menjerumuskan saya. Sikap politik PDIP senapas dengan sikap Jokowi," kata Hasto.
Hasto justru mengkritik orang-orang di sekitar Jokowi yang dinilainya tidak memahami kehendak presiden. "Di sekitar presiden pun kita melihat tidak memahami kehendak dari presiden," tegas Hasto.
Hasto juga yakin sikap Jokowi masih sama dan konsisten seperti PDIP yakni menolak penundaan pemilu 2024. "Dalam kultur kepemimpinan kita, pemimpin diukur dari konsistensinya," ungkap Hasto.
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani mengatakan, Demokrat meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan sikapnya dengan tegas terkait usulan penundaan Pemilu 2024 tersebut.
“Pak Jokowi mesti menyampaikan secara tegas dan mengambil sikap tegas pula terhadap pihak-pihak yang ingin menjerumuskannya melanggar konstitusi dan menjadi Malin Kundang reformasi agar ini benar-benar game over,” kata Kamhar.
Usulan Tunda Pemilu Sudah Didesain?
Pengamat Politik, Jamaluddin Ritonga, mengaku yakin munculnya wacana penundaan pemilu 2024 sengaja didesain oleh pihak tertentu atau ada aktor utama di baliknya.
“Wacana penundaan pemilu tentu bukan alamiah. Ada aktor kakap yang mendesainnya. Aktornya tentu yang punya pengaruh politik besar. Aktor ini mendapat sokongan finansial dari para oligarki,” kata Jamaluddin kepada Liputan6.com, Jumat (4/3/2022).
Jamaluddin menyebut aktor itu mempunyai pengaruh politik sangat besar dan memiliki tujuan besar menggagalkan pemilu 2024.
“Mereka menjadi satu kesatuan untuk menggolkan penundaan politik. Caranya dengan memobilisasi massa untuk menyuarakan penundaan pemilu,” kata dia.
Salah satu upaya agar usulan itu tercapai, kata Jamaluddin, adakah lewat mobilisasi massa yang menyamar seolah itu adalah keinginan masyarakat.
“Pejabat publik tertentu dilibatkan untuk meneruskan suara hasil mobilisasi. Mereka ini akan menyampaikan suara mobilisasi seolah- olah suara murni dari berbagai elemen masyarakat. Pendapat umum palsu itulah yang terus didesakkan agar didengar MPR. Tinggal MPR apa bisa dipengaruhi aktor politik dan para oligarki,” kata dia
“Harapannya MPR menolak pendapat umum palsu. Peluang penolakan sangat besar karena partai besar dan DPD sudah menolak penundaan pemilu, jadi peluang by design dari aktor politik kakap dan oligarki akan layu sebelum berkembang,” sambungnya.
Sementara itu, terkait perkiraan usulan penundaan pemilu akan segera game over, menurut Jamaluddin, hal itu bisa terlaksana bila lebih banyak pihak angkat suara menolak. “Penolakan dari berbagai pihak terhadap usulan tersebut tentu akan menjadi game over,” kata dia.
Senada dengan Jamaluddin, pengamat politik Adi Prayitno menyatakan, usulan penundaan pemilu tidak hanya dari pihak parpol melainkan juga dari istana.
“Awalnya publik menduga wacana penundaan pemilu sebatas kegenitan partai politik tertentu yang tak siap menghadapi pemilu 2024, namun ketika ada media menyebut 'ada tangan pemerintah dalam penundaan pemilu’ semua perhatian publik langsung beralih ke istana,” kata Adi kepada Liputan6.com.
Adi menyebut, tidak mungkin parpol mengusulkan sendiri, tanpa ada dukungan dari pihak lain.
“Lagipula, dilihat kecenderungan pernyataan tiga ketum partai yang mendukung penundaan pemilu dilakukan dalam waktu berdekatan sudah terlihat bahwa partai tersebut tak berdiri sendiri, tapi ada yang mengondisikan dan mengonsolidasi,” tambah dia.
Sementara itu, terkait pernyataan Surya Paloh bahwa usulan penundaan game over, Adi menilai hal itu bisa jadi benar.
“Game over menjadi kabar baik bahwa wacana penundaan pemilu bakal wassalam karena mayoritas partai banyak menolak. Semoga partai yang menolak tak masuk angin di tengah jalan. Setidaknya partai politik sesekali mendengarkan aspirasi publik yang geram dengan wacana penundaan,” pungkasnya.
Advertisement
Alasan Lemah
Guru besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Saiful Mujani, menilai bahwa pemilu tidak menghambat pembangunan ekonomi. Menurut dia, argumen penundaan pemilu 2024 karena alasan ekonomi sangat lemah.
Menjawab pandangan yang dikemukakan oleh Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, bahwa kalangan pengusaha menginginkan penundaan Pemilu 2024, Saiful mengatakan hal itu butuh penelitian lebih lanjut. Apakah betul para pengusaha tidak menginginkan Pemilu dilakukan sekarang. Para pengusaha ini, menurut Saiful, sudah mengalami Pemilu dengan baik selama 20 tahun.
Argumennya, kata Saiful, mungkin adalah bahwa pembangunan ekonomi butuh stabilitas. Sementara pemilu potensial bisa menciptakan konflik, riak-riak dan seterusnya yang akan mengganggu stabilitas. Argumen ini menurut Saiful sangat Orde Baru.
“Boleh khawatir, tapi Indonesia sudah punya pengalaman menyelenggarakan Pemilu berkali-kali, mulai dari Pemilu 1999 sampai 2019. Dan Pemilu-pemilu ini dinilai oleh dunia internasional berjalan dengan baik,” terang Saiful dalam keterangan tulis, Jumat (4/2/2022).
Saiful menerangkan bahwa hampir semua negara di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi yang minus, sekitar 3 persen. Begitu memasuki 2021, pertumbuhan ekonomi dunia mulai terjadi recovery, tumbuh rata-rata 5 persen.
Bahkan ada proyeksi dari Bank Dunia, IMF, termasuk BPS, ekonomi Indonesia akan tumbuh sekitar 5 persen di 2022. Ini di atas rata-rata dunia yang kurang lebih 4 persen.
Karena itu, Saiful menegaskan tidak cukup argumen yang menyatakan bahwa pemilu bisa ditunda dengan alasan pemulihan ekonomi. Ekonomi sekarang mulai pulih. Dari 2020 sampai sekarang, Indonesia sudah on the right track seperti negara-negara lain di dunia. Bahkan pada 2020, dibanding dengan negara-negara lain di G-20, Indonesia akan tumbuh terbaik kedua setelah India. Tidak banyak negara yang bisa mencapai itu di dunia.
“Karena itu tidak ada alasan ekonomi yang bisa memundurkan Pemilu. Atau kalau mau memundurkan Pemilu ke 2027 dengan alasan ekonomi, perbaiki lagi argumennya supaya lebih solid,” tegasnya.