Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menegaskan pembukaan UUD 1945 harus menjadi pegangan bangsa Indonesia dalam menyikapi konflik Ukraina-Rusia. Konflik itu harus menjadi refleksi bagi semua untuk terus menggali nilai kebangsaan dan menerapkannya.
"Konflik Ukraina-Rusia tidak hanya menghadirkan perang bersenjata, tetapi juga perang di berbagai sektor yang berdampak pada banyak negara dunia, termasuk Indonesia," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Mengkaji Perkembangan Terkini Ukraina-Rusia Dalam Perspektif Kepentingan dan Keamanan Nasional yang digelar oleh Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (9/3/2022).
Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Luthfi Assyaukanie itu menghadirkan Duta Besar RI untuk Singapura -Wartawan Senior, Suryopratomo, Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan Connie Rahakundini Bakrie, Pakar Teknologi Pertahanan, UNHAN, Romie Oktovianus Bura dan Dosen Hubungan International Universitas Diponegoro, Marten Hanura sebagai narasumber.
Advertisement
Selain itu, juga hadir dari Komisi I DPR RI Muhammad Farhan, dan Chief of Story Telling Kumparan.com, Yusuf Arifin sebagai penanggap.
Baca Juga
Menurut Lestari, pembukaan konstitusi Indonesia mengamanatkan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
"Dan pada alinea ke-4, UUD 1945 mengamanatkan agar bangsa ini ikut menciptakan perdamaian dunia," tambah Rerie dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Rerie, konflik Ukraina-Rusia yang berdampak pada terjadinya 'perang' di sejumlah sektor, juga harus bisa menjadi bahan pembelajaran bagi bangsa Indonesia.
"Apakah bangsa kita sudah siap dengan 'perang-perang' yang terjadi di berbagai sektor di masa datang?" ujar Rerie, yang juga anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.
Karena itu, Ia sangat berharap, bangsa Indonesia harus benar-benar mencermati kondisi tersebut dan segera mempersiapkan berbagai langkah agar mampu menjawab berbagai tantangan di masa datang.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Singapura, Suryopratomo yang pada diskusi itu berbicara dalam kapasitasnya sebagai wartawan senior, sependapat bahwa konflik Rusia-Ukraina akan berdampak global sehingga harus dicermati. Indonesia tidak bisa menganggap enteng dampak konflik Ukraina dan Rusia.
"Karena konflik yang terjadi antara kedua negara tersebut, berpotensi mengimbas pada stabilitas kawasan Asia, termasuk di Laut China Selatan," tegas Suryopratomo.
Menanggapi pertanyaan peserta diskusi, terkait dukungan Indonesia terhadap resolusi Majelis Umum PBB dalam menyikapi invasi Rusia ke Ukraina, secara pribadi Suryopratomo menilai, langkah tersebut sesuai dengan amanah Pembukaan UUD 1945 yang mengedepankan upaya perdamaian dan menegaskan bahwa kemerdekaan hak segala bangsa.
Sedangkan Pengamat Militer dan Pertahanan Keamanan, Connie Rahakundini Bakrie menilai, konflik Rusia-Ukraina merupakan upaya Vladimir Putin dalam membangun keseimbangan dunia Baru. Keseimbangan dunia Baru, menurut dia, agar satu kepentingan tidak mengganggu kepentingan lainnya.
Connie berharap, Indonesia bisa tampil tegas secara diplomatik juga secara militer dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia, seperti yang dilakukan Soekarno di masa lalu.
"Konflik Ukraina-Rusia, harus memberi pelajaran bagi Indonesia. Saatnya, Indonesia menyempurnakan konsep sistem pertahanan semesta yang melibatkan seluruh rakyat dan semua sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, dan segenap wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan," kata Connie.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ukraina Tak Mudah Ditaklukkan
SedangkanPakar Teknologi Pertahanan Universitas Pertahanan, Romie Oktovianus Bura berpendapat Ukraina bukanlah negara yang mudah ditaklukkan, karena di masa Uni Sovyet wilayah Ukraina adalah pusat pertahanan negara tersebut.
Invasi Rusia ke Ukraina, ujar Romie, berpotensi memicu krisis di kawasan Asia di sekitar Indonesia. Apalagi di sekitar wilayah Indonesia saat ini ada pangkalan militer sejumlah negara. "Apakah kita mampu, bila terjadi konflik di kawasan?" ujar Romie.
Dia menyarankan agar Indonesia membangun kemandirian industri pertahanan lewat upaya alih teknologi yang masif pada sektor industri pertahanan.
Adapun Dosen Hubungan International Universitas Diponegoro, Marten Hanura berpendapat berbagai sanksi dunia terhadap Rusia akan berdampak luas terhadap dunia. Karena itu, Pemerintah perlu melakukan multitrack diplomasi dalam menyerukan perdamaian dan menekan ketegangan dalam konflik tersebut.
Pendapat lain juga diutarakan Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan. Dia menilai bahwa pelajaran dari krisis Rusia-Ukraina bagi Indonesia adalah perlunya membangkitkan semangat patriotisme anak bangsa, agar mampu menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
"Selama ini semangat patriotisme anak bangsa kalah dengan pemikiran-pemikiran pragmatis yang berkembang di masa kemerdekaan," tegas Farhan.
Adapun Wartawan senior, Saur Hutabarat memperkirakan perang antara Rusia dan Ukraina akan berlangsung dalam waktu yang panjang. Karena Vladimir Putin merupakan seorang legacy mania. Karena itu Rusia tidak akan berhenti menyerang sebelum Ukraina takluk.
Saur berpendapat, membangun kemandirian industri pertahanan nasional merupakan sebuah keniscayaan. Namun, tambahnya, lebih penting lagi membangun kemandirian pangan dan energi nasional untuk mengantisipasi dampak berbagai krisis yang terjadi di dunia.
Advertisement