Kemendagri Jelaskan 4 Hal yang Tak Boleh Dilakukan Pj Kepala Daerah

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjelaskan 4 hal utama yang dibatasi atau dilarang bagi Pj kepala daerah.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mar 2022, 13:45 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2022, 13:45 WIB
Mendagri Tito Karnavian lantik Hamdani sebagai Pj Gubernur Sumbar. (ist)
Mendagri Tito Karnavian lantik Hamdani sebagai Pj Gubernur Sumbar. (ist)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjelaskan 4 hal utama yang dibatasi atau dilarang bagi Pj kepala daerah.

Diketahui, pada 2022 dan 2023 ada sejumlah kepala daerah baik Gubernur maupun Wali Kota akan habis masa jabatannya, dan baru ada Pilkada di tahun 2024.

Direktur Otonomi Khusus Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Andi Batara Lipu menjelaskan, pembatasan kewenangan tertuang dalam PP 49 2008 tentang pemilihan, pengesahan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah.

"Tugas dan wewenang penjabat kepala daerah itu sama dengan definitif, namun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya ada pembatasan sebagaimana tertuang dalam PP 49 2008," kata dia dalam webinar, Senin (14/3/2022).

Adapun 4 hal utama yang dibatasi Pj Kepala daerah adalah yang pertama dilarang melakukan mutasi pegawai. Kedua, dilarang membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya, atau mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan pejabat sebelumnya.

Ketiga, dilarang membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya. dan keempat, Pj Kepala Daerah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

"Ada empat hal utama yang dilarang bagi penjabat kepala daerah," kata Andi.

Namun, pembatasan kewenangan atau larangan tersebut dapat dikecualikan jika mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Artinya tetap ada mekanisme pembinaan dan pengawasan (binwas) terhadap Pj dalam melakukan aktivitas, tugas dan kewenangan kepala daerah.

"Dan ini juga terkolerasi dengan mekanisme laporan, evaluasi binwas yang dilakukan secara berjenjang dalam konteks Pj dalam hal ini melaksanakan tugasnya di masa masa transisi ini," jelas Andi.

 

Tak Perlu Diperpanjang

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai, perpanjangan masa jabatan kepala daerah tidak diperlukan.

Hal ini menanggapi permohonan gugatan di Mahkamah Konstitusi agar masa jabatan kepala daerah yang habis pada 2022-2023 diperpanjang hingga Pilkada 2024.

"Masa jabatan sudah diatur selama lima tahun, dan hanya bisa dipilih kembali untuk satu periode saja. Jadi perpanjangan masa jabatan ini saya rasa tidak perlu," kata Khoirunnisa melalui pesan singkat, Jumat (11/3/2022).

Menurut dia, tak ada istilah kekosongan kepala daerah lantaran ada pejabat yang mengisi tempat tersebut.

"Sebetulnya kalau dari UU Pilkada mekanisme yang diatur dengan tidak adanya pilkada di 2022 dan 2023 adalah dengan mekanisme pejabat. Jadi tidak memunculkan kekosongan kepala daerah, walaupun kelapa daerahnya bukan definitif," kata Khoirunnisa.

Kendati diakui pengisian jabatan dengan pejabat kepala daerah bukan hal yang ideal. Menurut Khoirunnisa sedianya yang perlu dilakukan dalah menormalkan jadwal pilkada.

"Memang tidak ideal ketika pilkadanya harus menunggu di 2024, dan periode penjabat memang jadi cukup panjang. Sebetulnya lebih baik jadwal pilkadanya yang dinormalkan," jelas Khoirunnisa.

Bila gugatan tersebut dikabulkan, tidak ada masalah legitimasi jabatan kepala daerah yang diperpanjang. Hanya kepala daerah yang habis masa jabatannya bisa menjabat lagi hingga pilkada selanjutnya digelar.

"Kalau dikabulkan artinya kepala daerah akan bisa dapat tambahan waktu menjabat tanpa harus ikut pemilu. Saya rasa tidak terlalu berkaitan langsung dengan legitimasi. Tetapi lebih ke soal masa jabatan yang jadi lebih dari lima tahun," jelas Khoirunnisa.

 

 

Reporter: Genan Saputra/Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya