Partai Buruh Sindir Pemerintah: Bohong Kalau BBM Bersubsidi Dipakai Orang Kaya

Partai Buruh tak sepakat dengan pandangan pemerintah bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran. Berdasarkan data Litbang mereka, yang paling menkonsumsi BBM subsidi ialah masyarakat urban.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 06 Sep 2022, 14:08 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2022, 12:52 WIB
Ribuan Buruh Kembali Geruduk DPR
Massa dari elemen Partai Buruh dan KSPI saat menggelar aksi di depan Gedung DPR, Rabu, (15/6/2022). Dalam aksi tersebut mereka menolak revisi UU PPP, menolak Omnibus LawUU Cipta Kerja, menolak masa kampanye 75 hari tetapi harus 9 bulan sesuatu Undang-Undang, sahkan RUU PPRT dan tolak liberalisasi pertanian melalui WTO. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Partai Buruh tak sepakat dengan pandangan pemerintah bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran. Berdasarkan data Litbangnya, yang paling mengonsumsi BBM subsidi ialah masyarakat urban.

"Justru yang terkena itu yang urban-urban, kita nih urban-urban kerja kontrak, kemudian ongkos motor. Jadi bohong kalau dibilang bahwa pengguna BBM Bersubsidi itu adalah pengusaha atau orang kaya adalah bohong," kata Presiden Partai Buruh, Said iqbal Selasa (6/9/2022).

Said menerangkan, Litbang Partai Buruh dan KSPI mencatat, 120 juta pengguna sepeda motor menggunakan BBM bersubsidi. Karena itu, dia menolak narasi yang disampaikan pemerintah bahwa orang kaya yang memakai BBM bersubsidi.

"Kok nyalahin orang kaya. Orang kaya itu pakai Pertamax, atau Solar Dex," ujar dia.

Said juga menyinggung bantuan sosial Rp 600 ribu yang diberikan pemerintah sebagai kompensasi kenaikan harga BBM.

"Itu hanya gula-gula atau dengan kata lain hanya diberikan 4 dalam sebulan itu berarti Rp 150 ribu per bulan itu pun untuk yang berupah 3.500.000 per bulan ke bawah, itu gula-gula," ujar dia.

 

Demo Tolak Naiknya Harga BBM

Sekitar 2 ribu massa dari Jabodetabek berkumpul di Gerbang Utama DPR/MPR. Sementara, massa di provinsi lain menggadakan aksi di depan kantor gubernur di wilayah masing-masing.

Adapun, tiga isu yang diangkat yang pertama menolak kenaikan harga BBM, kedua menolak pembahasan Omnibuslaw Undang-Undang Cipta Kerja.

Ketiga, meminta upah minimum tahun 2023 dinaikan sebesar 10 persen hingga 13 persen.

 

Penyebab Upah Tak Naik

Said menjelaskan, penyebab upah minimum tidak naik berturut-turut akibat Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Omnibuslaw lah penyebab upah tidak naik berturut-turut bahkan di tengah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM menteri tenaga kerja dengan seenaknya tanpa ada hati menyebut tidak ada kenaikan upah tahun 2033 menggunakan PP Nomor 36 tahun 2021," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya