Soal RUU Sisdiknas, PGRI Minta Kemendikbud Ristek Terbuka Tentang Tunjangan Profesi Guru

PGRI menilai RUU Sisdiknas merupakan sesuatu yang memprihatinkan karena tidak ada lagi penghargaan kepada guru yang jumlahnya 3,1 juta orang sebagai sebuah profesi.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Sep 2022, 04:21 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2022, 04:21 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memperkenalkan konsep Kampus Merdeka.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memperkenalkan konsep Kampus Merdeka. (Foto: Kemendikbud)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Prof Dr Unifah Rosyidi meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) terbuka soal tunjangan profesi guru.

“Penghapusan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kemudian digabung dalam RUU Sistem Pendidikan Nasional merupakan sesuatu yang memprihatinkan karena tidak ada lagi penghargaan kepada guru yang jumlahnya 3,1 juta orang sebagai sebuah profesi,” kata Unifah di Jakarta, Senin 19 September 2022.

Padahal profesi lainnya diakui dalam sebuah undang-undang (UU) seperti UU 18/2003 tentang Advokat, UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran, UU 38/2014 tentang Keperawatan, UU 11/2014 tentang Keinsinyuran serta berbagai profesi lainnya.

Dia menambahkan penghapusan guru sebagai sebuah profesi, menihilkan pengabdian serta kerja keras guru yang selama ini dengan tulus ikhlas bertugas diseluruh pelosok negeri untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. “Bagi kami UU Guru dan Dosen adalah Lex Specialis Derogat Legi Generali bagi profesi guru,” kata dia yang dikutip dari Antara.

Dia menambahkan seiring dengan penghapusan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tunjangan profesi guru juga bakal dihapuskan. Penghapusan tunjangan profesi guru, lanjut dia, kebijakan yang sangat menyakiti hati guru.

“Tunjangan profesi bukan sekedar persoalan uang, tetapi sebuah penghargaan dan penghormatan negara terhadap profesi guru. Guru merasa bangga karena profesinya diakui dan dihormati negara,” jelas dia.

Kemudian, Kemendikbudristek secara lisan menyatakan, pemberian tunjangan untuk guru Aparatur Sipil Negara akan mengacu kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) berupa tunjangan fungsional. Meski demikian, ketentuan itu tidak tercantum secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas.

 

 

Tidak Dinyatakan Secara Tertulis

Karena tidak dinyatakan secara tertulis, menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru apakah Kemendikbudristek bersungguh-sungguh akan memberikan tunjangan “fungsional” untuk guru.

"Jika besaran tunjangan profesi diikat oleh undang-undang sebesar satu kali gaji, bagaimana dengan tunjangan fungsional? Selama ini tidak pernah ada penjelasan dari Kemendikbudristek, apalagi dinyatakan secara tegas dalam undang-undang sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru,” kata dia lagi.

Para guru di sekolah swasta pun akan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Tidak ada lagi kekhususan untuk dunia pendidikan dan profesi guru, melainkan disamakan penghasilannya dengan buruh. Selain itu Kemendikbudristek mengesampingkan atau tutup mata terhadap kondisi sekolah swasta di Tanah Air,” kata dia.

Oleh karena itu, pihaknya meminta agar tunjangan profesi guru tetap diberikan kepada guru dan dinyatakan secara tegas dalam Undang-undang Sisdiknas.

PGRI sangat setuju dan berkomitmen untuk mendukung Kemendikbudristek dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru. Oleh karena itu Pendidikan Profesi Guru (PPG) tidak dilakukan dengan metode yang rumit, namun melihat kompetensi dan profesionalisme guru di kelas.

Butuh Kajian Mendalam

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya menyebut Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) memerlukan kajian mendalam.

“Kami mendapatkan banyak pesan terkait RUU Sisdiknas ini, termasuk tadi pagi ada demonstrasi terkait RUU Sisdiknas. RUU ini membutuhkan kajian mendalam,” ujar Willy Aditya dalam rapat panja Baleg DPR di Jakarta, Senin 29 Agustus 2022.

Tak hanya Willy, anggota Baleg DPR lainnya, Taufik Basari mengatakan penyusunan RUU ini banyak dikritisi publik, karena belum melibatkan publik secara optimal.

“Tentu, ketika ingin mendorong agar Prolegnas Prioritas 2023, naskah akademik dan draf RUU juga harus disiapkan. Saya berharap pihak pemerintah membuka partisipasi publik secara bermakna,” kata Taufik.

Taufik menambahkan RUU Sisdiknas itu menggabungkan tiga UU yang ada. Dengan demikian, diharapkan aturan itu sangat komprehensif. Oleh karena itu, sebelumnya perlu menyiapkan peta jalan pendidikan terlebih dahulu.

“Sehingga, tidak setiap pemerintahan berganti, menteri berganti, maka kebijakannya berganti. Ini yang diharapkan pemerhati pendidikan, tidak tergesa-gesa dan disiapkan dulu,” ujarnya yang dikutip dari Antara.

Anggota Baleg DPR lainnya, Zainuddin Maliki mendorong agar DPR mendengar masukan dari masyarakat terkait RUU tersebut.

"Saya berharap agar RUU Sisdiknas itu tidak dimasukkan dulu ke dalam Prolegnas Prioritas. Banyak substansi yang harus didiskusikan secara mendalam, apalagi 2023 merupakan tahun politik, sehingga dengan tidak dimasukkan dulu agar bisa berpikir lebih jernih, karena RUU Sisdiknas membutuhkan perhatian yang lebih,” ujar Zainuddin.

Infografis Polemik Hilangnya Kata Madrasah di Draf RUU Sisdiknas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Polemik Hilangnya Kata Madrasah di Draf RUU Sisdiknas. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya