Nadiem: Kami Libatkan Publik dalam Perencanaan RUU Sisdiknas, 90 Lembaga Sudah Ditemui

Nadiem menjelaskan berbagai isu pendidikan yang menjadi masukan publik telah dituangkan dalam RUU Sisdiknas.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2022, 13:23 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2022, 13:08 WIB
4 Pokok Kebijakan 'Merdeka Belajar', Ini Penjelasan Mendikbud
Nadiem Makarim (Sumber: Kemdikbud.go.id)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menyampaikan bahwa pemerintah terbuka, transparan, dan melibatkan publik dalam menyusun Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

“Kami sangat transparan dan melakukan pelibatan publik dalam perencanaan RUU Sisdiknas. Bahkan lebih dari 90 lembaga dan organisasi pendidikan sudah kami temui dan akan terus kami gencarkan,” ujar Nadiem dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (9/9/2022).

Pihaknya akan terus meningkatkan komunikasi dan sosialisasinya. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan pelibatan pakar dan organisasi pendidikan serta akses kepada publik untuk mengunduh dan memberikan masukan atas naskah akademik dan naskah RUU Sisdiknas.

“Seluruh informasi mengenai RUU Sisdiknas secara detail per pasal serta penjelasannya ada di dalam laman kita. Mari bersama-sama kita berpartisipasi dalam penyusunan RUU Sisdiknas,” ajak dia yang dikutip dari Antara.

Lebih lanjut, Nadiem menjelaskan berbagai isu pendidikan yang menjadi masukan publik telah dituangkan dalam RUU Sisdiknas. Tanpa terkecuali mengenai Pendidikan Nonformal seperti kursus dan pelatihan.

Pada Pasal 47 ayat (1) RUU Sisdiknas disebutkan bahwa jalur pendidikan nonformal terdiri atas layanan pengasuhan anak, pendidikan kesetaraan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan pesantren berbentuk pengkajian kitab kuning, dan pendidikan keagamaan nonformal.

Selanjutnya, Pasal 51 ayat (1) RUU Sisdiknas mengatur bahwa pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) bertujuan untuk pengembangan diri, karakter, budi pekerti, dan/atau budaya. Pada penjelasan pasal 51 ayat (1) tersebut, menyebutkan bahwa kursus dan pelatihan sebagai contoh bentuk penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup.

Selain kursus dan pelatihan, contoh lain penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup adalah balai latihan kerja, pusat pendidikan dan pelatihan dalam instansi pemerintah, pembelajaran/kuliah modular seperti Massive Open Online Courses (MOOC), pendidikan keaksaraan, dan pengembangan kompetensi profesional berkelanjutan oleh organisasi profesi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penolakan RUU Sisdiknas Nyaring

Penolakan berbagai elemen masyarakat sipil terhadap Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) kian kencang. Kelompok Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas dinilai bisa menjadi solusi untuk membuka ruang dialogis bagi pemerintah dan kelompok masyarakat sipil.

“Kami sepakat jika UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas harus direvisi karena dinamika pengelolaan pendidikan nasional sudah jauh berubah dibandingkan kondisi 20 tahun lalu. Kendati demikian harus dibuka ruang dialog yang lebih transparan mengingat banyaknya penolakan dari kelompok masyarakat sipil. Maka saya menginisiasi adanya Kelompok Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas ini,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Kamis (1/9/2022).

Huda menjelaskan kencangnya penolakan draf RUU Sisdiknas yang disusun oleh Kemendikbud Ristek oleh berbagai elemen masyarakat sipil harus ditangkap sebagai bentuk kritik membangun. Suara-suara mereka harus benar-benar didengar dan dipertimbangkan agar UU Sistem Pendidikan Nasional yang ada benar-benar menjadi payung hukum bagi terciptanya ekosistem pendidikan nasional yang sesuai dengan kepentingan bangsa.

“Apalagi suara-suara tersebut disampaikan oleh lembaga-lembaga yang selama ini terlibat aktif dalam pengelolaan pendidikan nasional seperti PGRI, P2G, Muhammadiyah, pemerhati pendidikan, hingga para guru besar,” ujarnya.

 


Kritik Masih Tahap Wajar

Huda menilai kritikan adanya kelemahan pada sisi aspek prosedural dan materi RUU Sisdiknas yang disampaikan publik masih dalam tahap kewajaran. Dari aspek prosedural misalnya Kemendikbud Ristek memang terkesan berjalan sendiri dan tidak membuka ruang partisipasi publik dalam proses penyusunan draf RUU Sisdiknas.

“Pakar-pakar yang diundang sebagian besar mengaku hanya disuruh mendengarkan poin-poin dalam draf RUU Sisdiknas, sehingga kesannya Kemendikbud Ristek hanya sosialisasi saja. Di samping itu memang belum ada grand desain pendidikan yang disepakati sebagai pijakan dalam pembentukan UU. Hal inilah yang dianggap kelemahan dari sisi prosedur penyusunan draf RUU Sisdiknas,” katanya.

Dari sisi konten atau materi RUU Sisdiknas, kata Huda, kekhawatiran akan munculnya kastanasisasi pendidikan dengan adanya jalur baru persekolahan mandiri yang dilegitimasi di level UU, ketidakjelasan peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, polemik penghapusan tunjangan profesi guru harus dijawab secara seksama oleh pemerintah.


Minimnya Dialog Kemendikbudristek

Menurutnya kekhawatiran ini bisa jadi karena minimnya dialog antara Kemendikbud Ristek dengan publik.

“Bisa jadi antara maksud perancang RUU Sisdiknas dengan publik ada gap yang memicu miss persepsi. Maka sekali lagi perlu ruang dialogis yang lebih luas,” katanya.

Politikus PKB ini menegaskan ruang dialog bagi mereka yang kontra dengan RUU Sisdiknas tidak cukup direspons Kemendikbud Ristek dengan membuat website sosialisasi yang sekaligus berfungsi sebagai penampung keluhan dan masukan publik. Menurutnya masih perlu ada pertemuan-pertemuan fisik antara stake holder pendidikan di Indonesia sehingga mereka bisa berdialog dari hati ke hati terkait format ideal UU Sisdiknas Indonesia.

“Maka kami berharap Pokja Nasional RUU Sisdiknas ini bisa menjadi ruang dialog para stakeholder pendidikan sehingga revisi RUU Sisdiknas benar-benar merupakan bentuk pertemuan ide, gagasan, dan harapan akan terbentuknya sistem pendidikan nasional terbaik yang kita impikan bersama,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya