Kasus Lukas Enembe, KPK Periksa Sekda Papua di Mako Brimob

Noldy Taroreh dicecar soal pengetahuannya terkait dengan pelaksanaan beberapa proyek pekerjaan infrastuktur di Pemprov Papua.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Nov 2022, 10:21 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2022, 10:21 WIB
Stefanus Roy Rening, Pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe, menyambangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Stefanus Roy Rening, Pengacara Gubernur Papua Lukas Enembe, menyambangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Dok. Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Sekretaris Daerah Provinsi Papua Ridwan Rumasukun dan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) Noldy Taroreh dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.

Keduanya diperiksa pada Sabtu, 5 November 2022 di Mako Brimob Polda Papua.

"Ridwan Rumasukun (Sekda Provinsi Papua), saksi hadir dan didalami antara lain pengetahuannya terkait dengan tupoksi dalam pemerintahan di Pemprov Papua," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (7/11/2022).

Sementara, Noldy Taroreh dicecar soal pengetahuannya terkait dengan pelaksanaan beberapa proyek pekerjaan infrastuktur di Pemprov Papua. 

Hal itu juga didalami tim penyidik KPK saat memeriksa delapan saksi dari unsur swasta.

Mereka yakni Rijatono Lakka, Bonny Pirono (Komisaris PT Tabi Bangun Papua), Fredik Banne (Karyawan PT Tabi Bangun Papua), Meike (Staf Finance PT Tabi Bangun Papua), Yani Ardiningrum (Staf PT Tabi Bangun Papua), Irianti Yuspita (Direktris CV Walibhu), Razwel  Patrick Williams Bonay (Komanditer CV Walibhu), dan Irma Imelda (Staf CV Walibhu).

"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan keikutsertaan beberapa perusahaan swasta dalam mengerjakan berbagai proyek di Pemprov Papua," kata Ali.

KPK sebelumnya menyatakan menemukan bukti baru kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Papua yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. 

Bukti baru itu ditemukan usai tim penyidik lembaga antirasuah menggeledah tiga lokasi di Jayapura, Papua. Tiga lokasi itu yakni kediaman pihak terkait perkara dan dua kantor perusahaan swasta.  

"Jumat (4/112022), tim penyidik KPK juga telah selesai menggeledah 3 lokasi di Kota Jayapura, yaitu rumah kediaman pihak terkait perkara dan dua kantor perusahaan swasta," ujar Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu, 5 November 2022.

Temuan Bukti Baru

Ali mengatakan, dari tiga lokasi tersebut tim penyidik KPK menemukan bukti baru dugaan suap dan gratifikasi Lukas Enembe. Bukti-bukti tersebut akan menjadi kelengkapan berkas perkara dengan lebih dulu dianalisis dan disita tim penyidik.

"Dari lokasi tersebut, ditemukan dan diamankan adanya berbagai dokumen dan bukti elektronik yang diduga memiliki keterkaitan dengan pembuktian perkara ini," kata Ali.

Sebelumnya, pada Kamis, 3 November 2022, Ketua KPK Firli Bahuri datang ke Papua menemui Lukas Enembe di kediamannya. Bersama Firli, turut serta pula tim penyidik dan dokter KPK dan tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Mereka memeriksa kesehatan Lukas Enembe yang berkali-kali mangkir dengan alasan sakit. Tim penyidik juga sempat meminta keterangan kepada Lukas Enemebe. Pemeriksaan tak sampai dua jam.

Tindakan Firli yang menemui Lukas ini menuai kritik. IM57+ Institute yang terdiri dari para mantan pegawai KPK yang disingkirkan lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) menganggap sikap Firli ini bisa menjadi angin segar bagi para koruptor.

 

Dianggap Ciderai Rasa Keadilan

Ketua KPK, Firli Bahuri
Ketua KPK, Firli Bahuri Ketua KPK, Firli Bahuri (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurut Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha, bukan tak mungkin para koruptor lainnya akan berusaha mendekati Firli dengan berbagai cara.

"Perlakuan ini menjadi preseden buruk bagi penanganan kasus ke depan, karena tersangka akan berupaya menggunakan pendekatan yang sama sehingga dapat menjadi bargain dengan pimpinan KPK," ujar Praswad dalam keterangannya, Sabtu (5/11/2022).

Praswad menilai, tak sepatutnya Firli bersikap demikian kepada Lukas Enembe yang kerap mangkir dalam panggilan pemeriksaan sebagai tersangka. Menurut Praswad, sikap Firli ini sudah menciderai rasa keadilan masyarakat.

"Bagi publik, melihat drama keakraban Firli dengan Lukas, seperti ada perlakuan khusus dan istimewa oleh pejabat negara terhadap tersangka korupsi. Rasa keadilan di tengah masyarakat akan terciderai," kata Praswad.

Praswad mempertanyakan di balik perlakuan istimewa yang ditunjukan Firli kepada Lukas. Apalagi, menurut Praswad, tak semua orang bisa merasakan kehangatan sikap Firli yang malah ditujukan untuk tersangka korupsi.

"Bahkan kami para penyidik korupsi Bansos tidak pernah mendapatkan kehangatan itu dari Firli. Kami malah diteror dan diberikan sanksi kode etik saat melaksanakan tugas membongkar kasus korupsi Bansos," kata Praswad.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya