KPK: Seharusnya Pengacara Lukas Enembe Beri Nasihat Kooperatif, Bukan Provokatif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, yang menjadi tersangka kasus korupsi proyek infrastruktur.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 10 Jan 2023, 13:56 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2023, 13:56 WIB
Gubernur Papua, Lukas Enembe
Gubernur Papua, Lukas Enembe. (Liputan6.com/kabarpapua/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, yang menjadi tersangka kasus korupsi proyek infrastruktur. KPK pun menyayangkan sikap dari pengacara yang tidak memberikan masukan positif ke kliennya.

"Maka kami menyayangkan kalau kemudian pernyataan-pernyataan yang tidak yuridis begitu, seharusnya sebagai profesi yang sangat mulia ia memberikan pembelaan-pembelaan terhadap tersangka yang proporsional, yang berkaitan dengan hak-hak sebagai seorang tersangka. Misalnya kemudian menyarankan agar kooperatif mentalnya menghadapi proses hukum itu,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (10/1/2023).

Dia pun mengingatkan, fungsi dari seorang penasihat hukum untuk kliennya. Salah satunya, untuk memberikan nasihat hukum yang baik.

"Kami sampaikan penasihat hukum itu kan fungsinya bukan itu mengancam, memprovokasi, dan begitu ya, tetapi kemudian yang terpenting adalah bagaimana dia memberikan nasehat hukum yang terbaik kepada klien, kooperatif, fungsi seorang penasihat hukum," lanjut dia. 

Apalagi, lanjut dia, penasihat hukum Lukas Enembe melontarkan hal-hal yang tidak benar untuk membela kliennya. Misal soal sakit yang diderita kliennya. Namun ternyata, Enembe mampu keluar dari rumah.

"Menjadi apa ya, ya bagi kami sangat disayangkan. Dari awal kan kami sampaikan penasehat hukum dari ini kami sarankan dari penyampaian informasi yang tidak valid tentang sakitnya tersangka, tetapi kemudian keluar dari rumahnya dan teman-teman bisa menyaksikan itu. Kami sangat sayang kan itu ya," jelas dia.

Menurut Ali, pihaknya juga melakukan pemanggilan terhadap penasihat hukum Lukas Enembe dalam rangka melakukan pendalaman atas sejumlah langkah penyelesaian kasus korupsi proyek insfrastruktur di Papua.

"Jadi itu kan harus komprehensif begitu ya, di samping materi dari dugaan perbuatan tersangka apakah kemudian ada korupsi, karena sesungguhnya kan kalau kita bicara tipologinya kan tidak hanya misalnya kerugian keuangan negara, suap, selain itu di antaranya ada dugaan dengan sengaja menghalangi proses penyidikan," Ali menandaskan.

Ditangkap

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, tersangka kasus korupsi yakni suap proyek infrastruktur.

"Informasi yang saya dapat adalah KPK yang melakukan penangkapan," tutur Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo kepada wartawan, Selasa (10/1/2023).

Berdasarkan informasi bahwa Lukas Enembe ditangkap saat tengah makan siang di daerah Kotaraja, Jayapura.

Lukas Enembe kemudian dibawa ke Mako Brimob Kotaraja Papua. Usai penangkapan tersebut, sejumlah massa pun berupaya menggeruduk markas kepolisian tersebut.

Kuasa Hukum Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, membenarkan soal penangkapan itu.

“Sudah diterbangkan ke Jakarta kemungkinan dibawa ke Gedung Merah Putih,” tutur Aloysius kepada wartawan, Selasa (10/1/2023).

 

Berawal dari Laporan Masyarakat

Gubernur Papua Lukas Enembe sudah berstatus tersangka. Lukas dijerat KPK berdasarkan laporan dari masyarakat.

"Terkait penetapan tersangka RHP (Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak) dan Gubernur (Papua) LE (Lukas Enembe) ini untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan juga informasi yang diterima KPK," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK, Rabu (14/9/2022).

Alex menyebut, tiga kepala daerah di Papua sudah dijerat sebagai tersangka oleh pihaknya. Mereka yakni Lukas Enembe, Ricky Ham Pagawak, dan Bupati Mimika Eltimus Omaleng.

Penetapan tersangka kepada tiga orang itu karena adanya laporan dari masyarakat terkait penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah.

"Beberapa kali pimpinan KPK ke Papua, dan selalu mendapat komplain dari masyarakat, pegiat antikorupsi dan pengusaha, seolah-olah KPK itu tidak ada kehadirannya di Papua," ujar Alex.

Alex belum bersedia merinci lebih lanjut konstruksi perkara yang menjerat Lukas. Namun Lukas diketahui dijerat dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pembangunan infrastruktur di Papua.

Alex menampik penetapan tersangka Lukas bagian dari kriminalisasi. Alex memastikan lembaga antirasuah sudah memiliki minimal dua alat bukti menjerat Lukas.

"Kami sudah memiliki cukup alat bukti, kami sudah melakukan klarifikasi dengan beberapa saksi dan kami juga mendapatkan dokumen-dokumen yang membuat kami meyakini bahwa cukup alat bukti untuk menetapkan tersangka," kata Alex.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya