Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai, Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap mantan ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Karena itu, JPU meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa pidana seumur hidup," kata jaksa membacakan tuntutannya di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
Advertisement
Baca Juga
Jaksa menilai Ferdy Sambo secara sah terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sesuai dengan Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, jaksa juga menilai unsur Pasal 49 juncto Pasal 33 UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 juncto Pasal 55 KUHP yang didakwakan terhadap Ferdy Sambo juga terpenuhi.
Dalam pembacaan tuntutan ini, JPU menguraikan enam poin hal-hal yang memberatkan tuntutannya. Pertama, perbuatan terdakwa Ferdy Sambo mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dan memberikan duka yang mendalam bagi keluarganya.
Kedua, terdakwa berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan. Ketiga, perbuatan terdakwa Ferdy Sambo menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat.
Keempat, perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan pejabat tinggi Polri.
Kelima, perbuatan terdakwa Ferdy Sambo telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional. Dan terakhir, perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat.
Sementara itu, jaksa mengungkapkan bahwa tidak ada satu pun pertimbangan meringankan dalam menuntut Ferdy Sambo. "Tidak ada hal meringankan," kata JPU.
Dalam surat tuntutan ini pula, jaksa bersikukuh bahwa Ferdy Sambo tidak bisa lolos dari segala tuntutan hukum. Alasan pembenar dan dan pemaaf dikesampingkan oleh Jaksa Penuntut Umum.
"Terdakwa Ferdy Sambo tersebut dalam kesehatan jasmani dan rohani serta tidak diketemukan adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf yang membebaskan dari segala tuntutan hukum atas perbuatannya sebagaimana pasal 44 sampai 51 KUHP maka terhadap Terdakwa Ferdy Sambo haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya," papar Jaksa dalam persidangan.
Jaksa menilai, berdasarkan fakta-fakta hukum dalam persidangan semua unsur dakwaan kesatu primair telah terpenuhi menurut hukum.
Jaksa membeberkan, selama persidangan berlangsung tidak ditemukan adanya alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang dapat menghapus sifat melawan hukum serta kesalahan Ferdy Sambo.
"Sehingga terdakwa Ferdy Sambo dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," ujar Jaksa.
Fakta Hukum Ferdy Sambo Dalangi Pembunuhan Berencana
Jaksa membeberkan fakta-fakta hukum yang menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama terhadap Brigadir J. Sambo diduga menjadi dalang pembunuhan Yosua.
Pembunuhan berencana diawali dari cerita Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J sewaktu berada di Magelang, Jawa Tengah. Putri lantas menghubungi suaminya lewat sambungan telepon.
"Bahwa saudari Putri Candrawathi sewaktu berada di Magelang pada tanggal 8 Juli 2022 dini hari sambil menangis menelepon terdakwa Ferdy Sambo menyampaikan perbuatan korban Yosua terhadap saudari Putri Candrawathi dan berencana akan pulang ke Jakarta pada pagi hari dan akan menceritakan kejadian sebenarnya kepada terdakwa Ferdy Sambo," beber Jaksa dalam sidang tuntutan di PN Jaksel, Selasa (17/1/2023).
Jaksa menerangkan, Putri Candrawathi menceritakan secara langsung di kediamannya Jalan Saguling III No 29, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022. Mendengar cerita itu, Ferdy Sambo pun berencana mengkonfirmasi ke Brigadir J secara langsung.
"Terdakwa Ferdy Sambo mulai merencanakan dengan memikirkan serta menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu tempat cara atau alat yang digunakan untuk pembunuhan tersebut," ucap Jaksa.
JPU menerangkan, Ferdy Sambo secara sadar menyampaikan maksud dan niat kepada ajudannya Bripka Ricky Rizal. Namun, Ricky menolak membantu Sambo.
"Mendengar jawaban Ricky Rizal tersebut, terdakwa Ferdy Sambo merasa tidak puas jika kehendak untuk menghilangkan korban Brigadir Yosua tidak terlaksana. Sehingga untuk mencapai tujuan terdakwa Ferdy Sambo meminta Bharada E," ujar dia.
Jaksa menerangkan, Bharada E menyanggupi permintaan Ferdy Sambo. Bahkan, sampai memberikan satu kotak peluru kepada Bharada E dengan tujuan untuk menambah magazen dengan peluru untuk digunakan menembak atau menghilangkan nyawa Brigadir J.
"Bharada E menerima satu kotak peluru tersebut dan menambahkan peluru ke magazen lalu dipasangkan ke senjata Glock 17 milik Bharada E," ujar dia.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo meyakinkan akan menjaga Bharada E. Karena kalau terdakwa Ferdy Sambo membunuh atau menembak tidak ada yang bisa menjaga kalian semua.
"Dalam hal ini terdakwa Ferdy Sambo telah terpikirkan olehnya akibat pembunuhan itu atau cara-cara itu sehingga orang lain tidak dengan mudah mengetahui bahwa dia pembunuhnya," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo menentukan lokasi pelaksanaan dengan mengatakan lokasi di 46. Kemudian, Ferdy Sambo membuat skenario atau cerita bohong dan dijelaskan secara berulang-ulang kepada Bharada E.
"Skenario, cerita karangan atau cerita bohong. Brigadir Yosua lecehkan Putri Candrawathi. Putri Candrawathi berteriak minta tolong lalu Bharada E merespon dan Brigadir Yosua menembak. Bharada E nembak balik ke korban Brigadir Yoshua," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo meyakinkan Bharada E bakal lolos dari jerat hukum. Sambo sesumbar mengatakan alasan karena penembakan dilakukan atas dasar pembelaan terhadap Putri Candrawathi dan membela diri.
Jaksa menerangkan, terdakwa Ferdy Sambo menyuruh Bharada E untuk mengambil senjata Brigadir J agar Brigadir J lebih mudah dieksekusi.
"Bahwa pelaksanaan rencana atau kehendak maksud dan tujuan telah disusun Ferdy Sambo dengan sistematis terungkap dalam persidangan merupakan fakta hukum," ujar dia.
Jaksa menerangkan, Bharada E, Ricky Rizal, Kuat maruf, dan Putri Candrawathi bersama-sama menuju ke Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Nomor 46 RT 05 RW 01 Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Disusul dengan terdakwa Ferdy Sambo.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo memerintahkan Kuat Maruf memanggil Ricky Rizal dan Brigadir J yang kala itu berada di taman.
"Brigadir J masuk ke dalam melalui garasi melewati pintu dapur. Diikuti Ricky Rizal dan Kuat Maruf," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Bharada E kemudian turun dari lantai 2. Saat itu lah, Bharada E bertemu Ferdy Sambo.
"Terdakwa Ferdy Sambo meminta Bharada E dengan mengatakan kokang senjata mu," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Ferdy Sambo memanggil Brigadir J agar mendekat ke arahnya. Saat itu, pun Ferdy Sambo langsung memegang leher Brigadir J dan menyuruh berlutut hingga Brigadir J terhempas berada di depan Ferdy Sambo sambil membungkukan badan.
Intruksi penembakan disampaikan Ferdy Sambo kepada Bharada E dengan nada tinggi.
"Woi kamu tembak cepat woi kau tembak," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, Bharada E yang mendengar aba-aba langsung menembakan senjata api ke arah Brigadir J sebanyak 3 kali atau 4 kali.
"Tembakan mengenai Brigadir J hingga terjatuh terpelungkup sambil mengerang kesakitan," ujar Jaksa.
Jaksa menerangkan, kembali keterangan Bharada E. Di mana terdakwa Ferdy Sambo seketika itu juga menghampiri tubuh Brigadir J yang sudah terpelungkup.
Ferdy Sambo dengan menggunakan sarung tangan hitam sambil menggenggam senjata api menembakan ke arah tubuh Brigadir J sampai meregang nyawa.
Tak cuma itu, Terdakwa Ferdy Sambo kemudia membuat skenario seolah-olah telah terjadi tembak-menembak.
"Terdakwa Ferdy Sambo jongkok di depan tangga sambil menembak berkali-kali ke arah tembok di atas tangga. Lalu membalikan badan sambil berjongkok menembak berkali-kali ke arah palfon di atas televisi," ujar Jaksa.
Jaksa mengungkapkan, senjata api yang telah digunakan dilap oleh terdakwa Ferdy sambo guna menghilangkan jejak sidik jari. Lalu diletakkan tangan kiri korban Brigadir J dengan maksud seolah-olah telah terjadi tembak-menembak yang mengakibatkan Brigadir J tertembak dan meninggal dunia.
"Saat kejadian penembakan membuat Putri Candrawathi menanggis di dalam kamar yang tidak jauh dari tergeletak Brigadir J," ujar dia.
Jaksa menerangkan, terdakwa Ferdy Sambo yang tadi keluar rumah kembali ke dalam untuk jemput Putri Candrawathi dan membawa keluar diantar ke rumah Saguling oleh Ricky Rizal.
Jaksa menguraikan dari fakta hukum jelas terlihat cukup waktu bagi terdakwa untuk berfikir dan menimbang-menimbang pembunuhan yang akan dilakukan yaitu setidak-tidaknya selama perjalanannya menuju pelaksanaan menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat bahkan sampai memikirkan untuk menghilangkan bukti-bukti sekalipun.
Jaksa menerangkan, berdasarkan fakta hukum telah menunjukan terdakwa Ferdy Sambo telah sempurna merencanakan menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat karena dalam suatu waktu yang cukup telah memikirkan dan menimbang-nimbang dan kemudian menentukan waktu tempat, cara atau alat yang digunakan untuk pembunuhan tersebut.
"Dalam hal ini dapat pula terpikirkan olehnya akibat oleh pembunuhan itu atapun cara-cara lain sehingga orang lain tidak dengan mudah mengetahui bahwa dialah pembunuhnya," ucap Jaksa.
Menurut Jaksa, perasaan tak dapat mengesampingkan perencanaan pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo.
"Apakah iya secara tenang atau emosional pada waktu yang cukup itu untuk memikirkan tidak terlalu penting yang penting ialah bahwa waktu yang cukup itu tidak dapat dipandang sebagai suatu reaksi juga segera yang menyebabkan dia berkehendak melakukan pembunuha itu," tandas dia.
Advertisement
Keluarga Brigadir J Kecewa dengan Tuntutan Penjara Seumur Hidup
Kuasa Hukum Keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak mengaku sependapat dengan surat tuntutan yang dibacakan JPU terhadap Ferdy Sambo. Mantan Kadiv Propam Polri itu dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama terhadap Brigadir J.
"Kami sependapat dengan pembacaan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum kepada Terdakwa Ferdy Sambo, yang menyimpulkan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana," kata Martin Lukas, Selasa (17/1/2023).
"Dan Pelanggaran UU ITE sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 49 UU ITE Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP," sambungnya.
Kendati demikian, pihak keluarga Brigadir J mengaku kecewa atas tuntutan hukuman pidana penjara seumur hidup yang diberikan kepada Ferdy Sambo. Mereka ingin agar mantan jenderal Polri bintang dua ini diberikan hukuman yang maksimal.
"Namun, dalam hal tuntutan pidana penjara seumur hidup kepada Terdakwa Ferdy sambo, keluarga korban kecewa dan berharap Majelis Hakim yang mengadili perkara pada saat memutus perkara dapat memberikan vonis maksimal," katanya.
"Bagi setiap terdakwa yang menjadi aktor intelektual dan pelaku utama yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Almarhum Nofiriansyah Yoshua Hutabarat," pungkasnya.
Sebelumnya, keluarga Brigadir J meminta JPU melayangkan tuntutan pidana mati terhadap Ferdy Sambo. Namun untuk terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E, kubu Brigadir J meminta jaksa menuntutnya dengan hukuman ringan.
“Bagi terdakwa yang tidak jujur, yang justru memfitnah dengan tuduhan Yosua telah memperkosa PC, yang keterangannya dalam persidangan berbelit-belit, menyembunyikan kebenaran, sangat berharap agar JPU akan melakukan tuntutan dengan hukumn yang maksimal sesuai ancaman hukuman Pasal 340 atau hukuman mati,” tutur Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Johanes Raharjo kepada wartawan, Minggu (15/1/2023).
Dia meminta JPU dapat melayangkan tuntutan sesuai dengan harapan keluarga Brigadir J, sebagaimana dalam dakwaan awal yakni Pembunuhan Berencana Primer Pasal 340 KUHP sekunder Pembunuhan Biasa Pasal 338 KUHP Subsider juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
“Namun bagi terdakwa Richard Eliezer karena telah mengungkap dan memberi keterangan dengan jujur sesuai kebenaran, dan RE telah tulus meminta maaf kepada keluarga Yosua, maka harapan kami tentunya JPU mempertimbangkan tuntutan terhadap terdakwa RE dengan tuntutan yang seringan-ringannya,” jelas dia.
Nasib Ferdy Sambo Belum Habis
Nasib Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J ini belum berakhir. Persidangan masih akan dilanjutkan dengan agenda pembelaan atau pembacaan pleidoi dari Ferdy Sambo dan penasihat hukumnya atas tuntutan jaksa. Selanjutnya, putusan ada di tangan hakim.
Kesempatan pledoi diberikan Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso usai Ferdy Sambo mendengar pembacaan tuntutan dari JPU. Dalam kasus ini, Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.
"Terdakwa saudara telah mendengar tuntutan dari penuntut umum, silakan berkonsultasi dengan penasihat hukum terdakwa," ujar Wahyu dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (17/1/2023).
Ferdy Sambo lantas beranjak dari tempat duduk dan menghampiri tim penasihat hukumnya. "Sudah berkonsultasi?" tanya hakim Wahyu.
"Sudah Yang Mulia," jawab Sambo.
Penasihat hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis kemudian meminta waktu satu minggu untuk menyusun pledoi.
"Baik Yang Mulia terima kasih atas kesempatannya, kami minta diberikan waktu untuk menyampaikannya, tadi dari terdakwa maupun pledoi dari penasihat hukum," ujar Arman.
Menanggapi hal itu, Wahyu akan mengakomodir permintaan dari penasihat hukum dan terdakwa. Wahyu mempersilakan pula kepada terdakwa dan penasihat hukum jikalau mau mengajukan bukti-bukti tambahan.
"Kami memberikan kesempatan kepada penasihat hukum sebagaimana kami janjikan pada persidangan terdahulu bahwa kita memberikan waktu yang cukup kepada penasihat hukum dalam hal pembelaan maupun pembuktiaan," ucap Wahyu.
Sementara itu, Penasihat Hukum Ferdy Sambo lainnya, Rasamala Aritonang mengaku menghormati tuntutan yang telah dibacakan jaksa penuntut umum.
"Kami hormati tuntutan yang disampaikan JPU dalam menjalankan fungsinya pada perkara ini. Nanti merespons tuntutan ini, akan kami sampaikan secara utuh, secara lengkap dalam pembelaan kami," katanya usai persidangan di PN Jaksel, Selasa.
Rasamala mengatakan, tanggapan akan dimuat dalam pledoi Ferdy Sambo secara pribadi maupun penasihat hukum, terutama ihwal konstruksi berencana.
"Karena fokus JPU dalam surat tuntutannya adalah terkait dengan Pasal 340 pembunuhan berencana," ujar dia.
Lebih lanjut, Rasamala menerangkan, sebagian besar pledoi nanti akan meng-counter yang disampaikan oleh JPU. Menurut dia, unsur-unsur yang diutarakan dalam surat tuntutan berjauhan dengan fakta yang terungkap di persidangan.
"Nanti kita ungkap lebih lengkap di dalam pembelaan kita ya fakta-fakta apa yang terkait, bukti-bukti apa yang relevan untuk meng-counter apa yang disampaikan JPU. dari sisi kami sebagai penasihat maupun dari sisi Pak Sambo," ujar mantan Kabag Perencanaan Peraturan dan Produk Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.
Lebih lanjut, Rasamala juga mempertanyakan JPU yang tidak menyinggung soal motif pembunuhan terhadap Brigadir J, termasuk juga soal isu pelecehan seksual hingga perselingkuhan dengan Putri Candrawathi.
"Justru itu, saya pikir itu juga satu hal yang agak janggal bagi kami, karena persidangan lalu disampaikan soal motif. Tetapi hari ini, tiba-tiba motif tidak disampaikan. Apakah artinya dalam surat dakwaan yang tebal itu tidak dibacakan, karena menghindari persepsi publik atau gimana," kata Rasamala.
Rasmala sangat mengharapkan persidangan berjalan secara terbuka, objektif dan sesuai dengan fakta persidangan.
"Dan apa yang disampaikan kemarin dan sidang lalu soal perselingkuhan itu, fakta dan bukti yang disajikan di persidangan tidak ada bicara soal perselingkuhan. Bicaranya soal kemungkinan terjadinya kekerasan seksual di tanggal 7 tersebut. Tetapi tiba-tiba jaksa menarik kesimpulan soal perselingkuhan tersebut," ujar Rasmala.
Rasamala menerangkan, tudingan perselingkuhan dinilai cukup serius. Hal ini terkait validitas atau akurasi soal surat tuntutan tersebut. Namun, Rasamala enggan membahas lebih jauh.
"Nanti tanggapan lebih lengkap kami ajukan dalam pledoi kami ya," ucap dia.
Rasamala menilai, JPU tidak menyajikan secara lengkap surat tuntutan Ferdy Sambo terutama perihal motif pembunuhan. Padahal, itu menjadi bagian penting.
"Nah motif itu harus diungkap. Saya kira itu nanti akan kita ungkapkan secara utuh pada pembelaan kami nanti. Tentu nanti, setelah pembelaan kan masih ada yang berwenang untuk tentukan dan melakukan penilaian final, so perkara ini adalah majelis hakim," ujar Rasamala.
Rasamala menaruh harapan besar kepada majelis hakim untuk memutus perkara ini secara adil.
"Kami berharap nanti majelis juga bisa mempertimbangkan dari kedua sisi, dan tentu bisa memberikan penilaian secara faktual sesuai dengan fakta dan bukti di persidangan. Dan terbuka pada semua fakta, bukan hanya pada satu keterangan saksi saja," ujar mantan pegawai KPK ini menandaskan.
Advertisement