Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa Kuat Ma’ruf divonis hukuman 15 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Keputusan vonis Kuat Ma'ruf tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, Selasa (14/2/2023).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Kuat Ma'ruf 15 tahun penjara," ucap Hakim Wahyu sambil mengetuk palu sidang.
Advertisement
Dalam amarnya, Hakim menyatakan Kuat Ma'ruf telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Kuat dinilai telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana," kata Hakim Wahyu.
Kemudian, meeting of mind atau persamaan kehendak adalah salah satu poin yang dibantah oleh tim pengacara dari Terdakwa Kuat Ma'ruf. Menurut mereka, kliennya tidak pernah sama sekali memiliki niat untuk menghilangkan nyawa korban Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Namun saat menjalani sidang vonis, Hakim Wahyu membeberkan bagaimana soal meeting of mind atau persamaan kehendak antar pelaku, termasuk Kuat Ma'ruf dilakukan.
"Meeting of mind atau persamaan kehendakan antara pelaku satu dan yang lain sesuai perannya masing-masing bukan berarti harus ada pertemuan rapat bersama dan bersepakat menghilangkan nyawa korban akan tetapi para pelaku sesuai perannya masing-masing memiliki maksud dan tujuan yang sama dalam hal ini adalah meninggalnya korban dipandang sebagai adanya meeting of mind," papar Hakim Wahyu.
Berikut sederet fakta terkait sidang vonis terdakwa Kuat Ma’ruf dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dihimpun Liputan6.com:
1. Divonis Hukuman 15 Tahun Penjara, Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada terdakwa Kuat Ma’ruf dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Keputusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, Selasa (14/2/2023).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Kuat Ma'ruf 15 tahun penjara," ucap Hakim Wahyu sambil mengetuk palu sidang.
Dalam amarnya, Hakim menyatakan Kuat Ma'ruf telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama. Kuat dinilai telah melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana," terang Hakim Wahyu.
Mendengar putusan itu, Kuat terlihat tegar dan berdiri tegak. Tidak ada satu kata pun yang disampaikan Kuat. Wajahnya tertutup masker putih dan matanya kosong menatap ke bawah.
Putusan hakim tersebut diketahui lebih tinggi dari pada tuntutan Jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Kuat Ma'ruf dengan hukuman 8 tahun penjara.
Tuntutan dengan hukuman delapan tahun penjara diberikan JPU berdasarkan dakwaan premier pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hukuman itu lebih ringan dibandingkan dengan hukuman maksimal yang mencapai pidana mati.
Advertisement
2. Hakim Yakini Terdakwa Kuat Ma'ruf Terlibat Pembunuhan Berencana
Mengawali sidang vonis Kuat Ma'ruf, Majelis Hakim membeberkan sejumlah pertimbangan-pertimbangan yang diyakini telah terbukti dari rangkaian jalannya persidangan.
Salah satunya, hakim meyakini Kuat Ma'ruf telah menghendaki sekaligus telah menunjukkan unsur kesengajaan sebagai maksud menghilangkan nyawa Yosua Hutabarat di Rumah Dinas Duren Tiga nomor 46.
"Menimbang bahwa dari uraian pertimbangan di atas Majelis Hakim berpendapat unsur dengan sengaja telah terbukti secara hukum, unsur dengan rencana terlebih dahulu," kata Hakim Wahyu.
Dia menjelaskan, rencana terlebih dahulu adalah penunjukkan atau pendeskripsian adanya suatu saat tertentu untuk menimbang dengan tenang akan sebuah perbuatan. Hakim mengaku turut menambahkan keyakinannya dengan berbagai pendapat ahli.
"Dapat disimpulkan terdapat adanya tenggat waktu yang timbulnya dantenggat waktu inilah pelaku dapat dengan tenang yang ditunjukkan adanya kesempatan berpikir oleh pelaku agar maksud tujuan dalam rangka pengaburan fakta," beber Hakim Wahyu.
3. Hakim Sebut Kuat Ma'ruf Pahami Perintah Sambo untuk Hilangkan Nyawa Brigadir J
Meeting of mind atau persamaan kehendak adalah salah satu poin yang dibantah oleh tim pengacara dari Terdakwa Kuat Ma'ruf. Menurut mereka, kliennya tidak pernah sama sekali memiliki niat untuk menghilangkan nyawa korban Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Namun saat menjalani sidang vonis, hakim membeberkan bagaimana soal meeting of mind atau persamaan kehendak antar pelaku, termasuk Kuat Ma'ruf dilakukan.
"Meeting of mind atau persamaan kehendakan antara pelaku satu dan yang lain sesuai perannya masing-masing bukan berarti harus ada pertemuan rapat bersama dan bersepakat menghilangkan nyawa korban akan tetapi para pelaku sesuai perannya masing-masing memiliki maksud dan tujuan yang sama dalam hal ini adalah meninggalnya korban dipandang sebagai adanya meeting of mind," kata Hakim.
Hakim pun menimbang sebagaimana fakta persidangan di Rumah Saguling 3, saksi Ferdy Sambo, Putri, Richard, Ricky dan Kuat Ma'ruf sudah mengetahui korban Yosua Hutabarat akan dihilangkannya nyawanya di Rumah Duren Tiga.
Alhasil hal itu terbukti benar, akhirnya korban Yosua meninggal dunia akibat perbuatan para pelaku dengan perannya masing-masing.
"Menimbang bahwa Terdakwa perannya sudah dimulai dan diketahui sejak adanya pertemuan antara Ferdy Sambo ketika diajak ke lantai tiga oleh Putri, dihubungkan dengan kejadian di Magelang karena Terdakwa sudah tidak suka dengan Yosua dan Terdakwa ikut ke rumah dinas duren tiga dengan Putri, Richard," ucap Hakim Wahyu.
Advertisement
4. Hal yang Memberatkan dan Meringankan Kuat Ma'ruf
Dalam amar putusannya, Hakim menyampaikan hal-hal yang memberatkan dalam pertimbangan untuk menjatuhkan vonis terhadap Terdakwa Kuat Ma'ruf.
Hakim menilai Kuat tidak sopan di muka majelis selama persidangan. Serta kerap berbelit saat menyampaikan pengakuannya kepada para hakim.
"Terdakwa tidak sopan dalam persidangan. Berbelit-belit dalam persidangan sehingga menyulitkan jalannya persidangan, terdakwa tidak mengakui salah dan memposisikan diri sebagai orang yang tidak tahu dalam perkara ini. Terdakwa tidak menyesali perbuatannya," urai hakim.
Sementara itu, hal yang meringankan pada diri terdakwa Kuat Ma'ruf.
"Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga," jelas Hakim Wahyu.