Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jefri Gultom mengapresiasi Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) yang memvonis Richard Eliezer dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara atas peluru yang ia tembakkan ke tubuh Brigadir Josua Hutabarat atas perintah atasannya Irjen Pol Ferdy Sambo.
"Apresiasi terbaik kepada Majelis Hakim atas putusannya terhadap Icad. Hati Nurani dan Keyakinan Majelis Hakim PN Jaksel sungguh Mulia melihat bahwa Pengakuan dan Kejujuran seseorang di Pengadilan itu harus dihormati dan diganjar sepatutnya. Yang Mulia Majelis pasti melihat bahwa kami sesama generasi muda ini sangat perlu dibimbing dengan baik oleh generasi pendahulu, tidak ikut 'dihabisi' atas kesalahan yang dia tidak kehendaki," kata Jefri, Rabu (15/2).
Menurutnya, Majelis Hakim PN Jaksel berhasil menghadirkan Keadilan Restoratif atau biasa disebut Restorative Justice (RJ) yang selama ini biasanya dipakai oleh Penyidik Polri maupun Penuntut Umum Kejaksaan.Â
Advertisement
"Penyidik dan Penuntut Umum sukses membuka terang peristiwa ini yang sangat terbantu atas pengakuan dari Icad. Namun disayangkan, kenapa Kejaksaan menuntut Icad dimana seolah-olah Icad ikut mengkehendaki kematian Josua. Terima kasih kepada Majelis yang meluruskan kekeliruan Kejaksaan terhadap Icad," ujarnya.
Vonis terhadap Mantan ajudan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, bernama lengkap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu ini, sambungnya, dapat menjadi Yurisprudensi atas perkara lain sehingga aktor kejahatan dapat diungkap melalui orang-orang yang dipaksa dan ditekan untuk melakukan kejahatan.
Jadi Pelajaran
Menurutnya, dengan vonis tersebut menjadikan Richard sebagai legenda yang hidup korban dari kejahatan senior pendahulu.
"Menjadi pelajaran bagi kita agar tidak perlu diikuti Senior yang tega mengorbankan Junior dan merusak sistem dan Institusi demi hasrat dan nafsunya," ungkap Jefri.
Bahkan, dengan vonis ini, maka sistem peradilan akan menjadi lebih baik.
"Vonis Icad membuktikan bahwa Kejujuran masih dihargai dan dihormati di sistem Peradilan Republik Indonesia. Hal ini dapat dijadikan Yurisprudensi untuk membongkar kejahatan lain agar 'Master Mind' nya dapat dihukum lebih berat. Artinya, timbangan hukumannya tidak harus sama antara Master Mind dan orang yang dijadikan alat kejahatan," tandasnya.
Atas mulianya nurani dan keyakinan majelis hakim tersebut, GMKI menyampaikan apresiasi setingginya.
"Hanya Tuhan yang Kami sembah, tapi sebagai generasi muda yang belajar menjaga etika dan adat berterima kasih, kami haturkan Sepuluh Jari Kami Dicakupkan Didahi untuk Majelis Hakim PN Jaksel. Hatur Nuwun. Juga terhadap Pengacara Icad yang begitu kuat dan tekun dalam Iman mendampingi Icad," imbuh Jefri.
Advertisement