BRIN: Awal Ramadhan 1444 Insya Allah Jatuh 23 Maret 2023

Dengan kriteria baru MABIMS (tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat) saat maghrib di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria.

oleh Muhammad Ali diperbarui 08 Mar 2023, 07:39 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2023, 05:39 WIB
Melihat Proses Pemantauan Hilal Awal Ramadan
Tim Hisab Rukyat Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Provinsi DKI memantau hilal awal Ramadan 1441 Hijriah di atap Gedung Kanwil Agama DKI Jakarta, Cawang, Jakarta, Kamis (23/4/2020). Kanwil Agama Provinsi DKI memutuskan awal Ramadan 1441 Hijriah jatuh pada hari Jumat (24/4). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Muhammadiyah telah mengumumkan awal Ramadhan 1444 jatuh pada Kamis 23 Maret 2023. Penetapan ini bukan berdasarkan penampakan bulan melainkan posisi geometris matahari-bumi-bulan atau yang dikenal dengan hisab hakiki wujudul hilal.

Lantas apakah awal Ramadan tersebut juga akan sama dengan pemerintah, yang diputuskan dalam sidang isbat?

Menurut Peneliti Ahli Utama (Profesor Riset) Astronomi dan Astrofisika, BRIN, Thomas Djamaluddin, awal ramadan 2023 diprakirakan akan jatuh pada Kamis 23 Maret 2023. Sebab Simulasi Stellarium menunjukkan penampakan hilal pada saat maghrib 22 Maret 2023.

"Hilal sangat tipis dengan lengkungan menghadap matahari di bawahnya. Diprakirakan hilal akan terlihat di Indonesia sehingga insyaAllah sidang isbat akan memutuskan awal Ramadhan 1444 pada 23 Maret 2023," kata Djamaluddin yang dikutip Selasa (7/3/2023).

Dia menjelaskan, pada saat maghrib, 21 Maret 2023 di Indonesia posisi bulan masih di bawah ufuk dan belum terjadi ijtimak (wilayah dengan arsir merah). Ijtimak (bulan baru astronomis, newmoon) terjadi pada 22 Maret 2023 pukul 00.23 WIB.

"Garis tanggal Wujudul Hilal terjadi di Samudera Atlantik pada 21 Maret, jadi pada saat maghrib 22 Maret 2023 di Indonesia telah memenuhi kriteria Wujudul Hilal yang dipedomani Muhammadiyah. Oleh karenanya, Muhammadiyah mengumumkan awal Ramadhan 1444 jatuh 23 Maret 2023," kata dia.

Dengan kriteria baru MABIMS (tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat) saat maghrib di Indonesia posisi bulan sudah memenuhi kriteria. Jadi berdasarkan kriteria tersebut yang dipedomani oleh Persis dan NU dalam pembuatan kalendernya, 1 Ramadhan 1444 pada 23 Maret 2023.

"Namun, bagi pengamal rukyat perlu menunggu hasil rukyat yang nanti di-itsbat-kan (ditetapkan) pada sidang itsbat," terang dia.

Simulasi posisi hilal saat maghrib 22 Maret 2023 dari Stellarium. Posisi matahari di titik Barat (W). Posisi hilal di atas matahari sedikit ke arah kanan. Cahaya syafak (senja) masih cukup terang, namun diprakirakan hilal yang tipis bisa mengalahnya sehingga ada potensi hilal teramati.

Untuk memperjelas konfigurasi matahari dan bulan di atas ufuk, simulasi tidak menyertakan cahaya syafak (senja). Terlihat posisi bulan di atas matahari saat maghrib.

Awal Ramadan Muhammadiyah

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan awal 1 Ramadan 1444 H pada Kamis, 23 Maret 2023 dan 1 Syawal 1444 H jatuh Jumat, 21 April 2023.

Ketua PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menegaskan, penetapan ini bukan berdasarkan penampakan bulan melainkan posisi geometris matahari-bumi-bulan atau yang dikenal dengan hisab hakiki wujudul hilal.

Dia menyatakan, dengan metode hisab hakiki wujudul hilal ini, bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu, pertama telah terjadi ijtimak, kedua, ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam dan ketiga pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

"Metode ini lebih memberikan kepastan dibandingkan dengan cara tradisional yaitu rukyatul hilal," ujarnya dikutip dari akun resmi Muhammadiyah, Selasa (7/2/2023).

Menurut Syamsul, dalam penetapan 1 Ramadan 1444 H, ketiga syarat di atas telah terpenuhi sehingga jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023.

Penetapan ini besar kemungkinan jatuh pada tanggal yang sama dengan kriteria yang dipedomani Kementerian Agama. Akan tetapi, ada kemungkinan berbeda pada awal Syawal dan Zulhijah.

Hal ini dikarenakan Kemenag berpedoman pada kriteria MABIMS di mana posisi hilal mencapai ketinggian 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.

"Kalau kriteria ini tidak dipenuhi berarti tidak dapat dilihat, sehingga bulan baru terjadi pada lusa,” tutur Syamsul.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya