Jokowi: Banyak Ibu-Ibu Operasi Plastik ke Luar Negeri

Jokowi mengungkapkan, warga yang berobat ke luar negeri hampir satu juta orang setiap tahun. Imbasnya, negara kehilangan devisa karena uang itu masuk ke luar negeri.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 14 Jun 2023, 13:55 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2023, 13:55 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peluncuran logo IKN di Istana Negara Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat peluncuran logo IKN di Istana Negara Jakarta, Selasa (30/5/2023). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan banyak orang kaya di Indonesia berobat ke luar negeri, mulai dari sakit kanker hingga operasi plastik yang dilakukan oleh ibu-ibu. Jokowi menilai banyaknya warga yang berobat ke luar negeri karena menganggap peralatan kesehatan di Indonesia kurang baik.

"Apa yang dicari di luar negeri? Berobatnya. Yang banyak memang onkologi, kanker. Luar negeri, karena di sini dianggap mungkin peralatannya kurang baik, ortopedi, tulang sendi otot, gigi. Urusan gigi saja ke luar negeri, dan ini ibu-ibu yang paling banyak kecantikan dan bedah estetika, berarti ini operasi plastik banyak yang ke luar negeri," ujar Jokowi saat peresmian Tzu Chi Hospital, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Rabu (14/6/2023).

Jokowi mengungkapkan, warga yang berobat ke luar negeri hampir satu juta orang setiap tahun. Imbasnya, negara kehilangan devisa karena uang itu masuk ke luar negeri.

"Kehilangan devisa 11,5 miliar, USD 170 triliun hilang gara-gara berobat ke luar negeri. Sekarang stop," ujarnya.

Jokowi Akui Peralatan Kesehatan Kalah Saing

Menurunya, dokter dari Indonesia tidak kalah dengan luar negeri. Namun, Jokowi mengakui peralatan rumah sakit di Indonesia masih kalah saing.

"Masa kita sakit harus ke Singapura, harus ke Malaysia, harus ke Thailand, harus ke Jepang. Dokter-dokter kita ini nggak kalah pintarnya dengan mereka. Tapi alatnya memang kalah," ungkap Jokowi.

Jokowi Geram, Anggaran Stunting Rp 10 Miliar Habis Buat Perjalanan Dinas dan Rapat

Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjadi Ketua Pelaksanaan Program Percepatan Stunting di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/1/2021). (Biro Pers Sekretariat Presiden/Rusman)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengungkap banyak penggunaan anggaran di pemerintahan yang tidak optimal. Malahan beberapa anggaran seperti untuk penurunan stunting tak lebih banyak pada program konkret.

Ada beberapa penggunaan anggaran yang kedapatan tidak optimal. Jokowi mencontohkan mengenai penggunaan anggaran untuk program penurunan stunting sebesar Rp 10 miliar.

Namun, dalam temuannya, hanya Rp 2 miliar yang dibelanjakan untuk produk pangan berprotein yang bisa langsung dikonsumsi oleh masyarakat.

"Bicara anggarannya, banyak yang gak bener, contoh ada anggaran stunting Rp 10 miliar, saya coba cek lihat betul untuk apa Rp 10 miliar itu. Jangan dibayangkan ini dibelikan telor susu protein sayuran. Coba dilihat detil. Minggu lalu saya baru saja cek," ujarnya dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern (Rakornaswasin) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Kantor BPKP, Jakarta, Rabu (14/6/2023).

"(Anggaran) Rp 10 miliar untuk stunting. Saya cek, perjalanan dinas Rp 3 miliar, rapat-rapat Rp 3 miliar, penguatan pengembangan apa apa bla bla bla Rp 2 miliar. Yang benar-benar beli telur ngga ada Rp 2 miliar. Kapan stunting mau selesai kalau caranya seperti ini?," sambungnya.

Dia meminta, agar anggaran itu efektif, perjalanan dinas dan lainnya dipatok lebih kecil dari anggaran yang digunakan belanja produk konsumsi masyarakat. Sehingga, dampaknya bisa lebih konkret. "Kalau Rp 10 miliar itu anggarannya, mestinya yang lain-lain itu Rp 2 miliar, Rp 8 miliar itu (dibelikan) telur, ikan, daging, sayur, berikan ke yang stunting. Konkretnya seperti itu," ujar dia.

Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya