Liputan6.com, Jakarta Tim kuasa hukum Mario Dandy Satriyo menyoroti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang meminta restitusi atau uang ganti rugi kepada kliennya senilai Rp 120 miliar. LPSK menilai keluarga Mario Dandy yang harus membayar restitusi tersebut jika Mario tak bisa memenuhinya.
Menurut kuasa hukum Mario Dandy, Andreas Nahot Silitonga, LPSK tak bisa serta merta membebankan pembayaran restitusi kepada keluarga Mario. Menurut Andreas, dalam peraturan memang disebutkan pembayaran restitusi bisa dibebankan kepada pihak ketiga jika pelaku tak mampu membayar.
Menurut Andreas, dalam PP Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang menjadi Korban Tindak Pidana tidak menyebutkan siapa yang menjadi pihak ketiga. Namun dalam ketentuan Pasal 1 ayat (15) Perma Nomor 1 Tahun 2012 tentang Salinan Tata cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana, menyatakan 'bahwa pihak ketiga adalah pihak selain pelaku tindak pidana yang bersedia membayar restitusi'.
Advertisement
"Dalam kasus Terdakwa Mario Dandy ini sangat jelas bahwa pihak ketiga dimaksud adalah orang yang bersedia untuk membayar restitusi. Misalnya jikalau pun orang tua akan membayar restitusi harus berdasarkan kesediaan," ujar Andreas dalam keterangannya, Selasa (27/6/2023).
Lagipula, menurut Andreas, beleid dalam PP Nomor 43 Tahun 2017 itu membahas soal pembayaran restitusi untuk anak. Dalam Pasal 1 ayat (6) Perma Nomor 1 Tahun 2012 berbunyi 'termohon (restitusi) adalah pelaku tindak pidana atau orang tua atau wali, dalam hal pelaku tindak pidana adalah anak'.
Andreas menyebut, ketentuan di atas menjelaskan soal apabila pelaku tindak pidana adalah anak maka yang dapat menggantikan adalah orang tua. Sementara Mario merupakan subjek hukum yang sudah dewasa, berusia 19 tahun.
"Dan perlu dipahami bahwa Terdakwa Mario merupakan orang yang sudah cakap hukum sehingga segala pertanggungjawaban dapat dimintakan kepada Terdakwa," kata Andreas.
Restitusi Rp 120 Miliar Kepada Mario Dandy Perhitungan yang Keliru?
Sementara terkait syarat pihak ketiga yang bersedia membayar restitusi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 ayat (9) dan Pasal 14 ayat (3) Perma 1/2012 menyatakan 'Dalam hal restitusi akan dibayarkan oleh pihak ketiga, pihak ketiga wajib dihadirkan dalam sidang untuk dimintai persetujuannya'.
"Berdasarkan bunyi pasal tersebut sangat jelas menyebutkan pihak ketiga dihadirkan dalam persidangan untuk diminta persetujuan. Maka apabila orang tua Terdakwa Mario yang menjadi pihak ketiga yang akan membayar restitusi tersebut maka terlebih dahulu diminta apakah bersedia dan setuju membayar restitusi tersebut," tutur Andreas.
Selain itu, Andreas juga membandingkan cara LPSK dalam menghitung besaran restitusi kepada Mario dengan kasus pembunuhan yang terjadi di Yogyakarta. Kasus di Yogyakarta dalam Putusan 63/Pid.B/2022/ PN. Smn pada Pengadilan Negeri Sleman.
Dalam kasus Mario yang korbannya masih hidup LPSK meminta besaran restitusi senilai Rp 120 miliar, sementara dalam kasus di PN Sleman yang Korbannya meninggal LPSK meminta besaran restitusi Rp 94.111.616.
"Mengacu kepada kedua kasus tersebut di atas menggambarkan bahwa nilai yang diminta restitusi sebesar Rp 120 miliar kepada Terdakwa Mario adalah perhitungan yang keliru dan tidak berdasar karena korban yang masih hidup dan masih dimungkinkan untuk sembuh, berkaca kepada Putusan63/Pid.B/2022/ PN. Smn pada PN Sleman restitusi yang diminta sebesar Rp 94 jt yang korbannya meninggal dunia" pungkas Andreas.
Advertisement