KPK Dianggap Keliru karena Minta Maaf ke TNI dan Serahkan Kasus Suap Kabasarnas ke Puspom

Kesuksesan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik dugaan korupsi di lingkungan Basarnas mendapat apresiasi dengan menetapkan dua anggota TNI Eks Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi sebagai tersangka.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jul 2023, 12:42 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2023, 12:41 WIB
Johanis Tanak
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak meminta maaf kepada TNI atas penetapan Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi terkait kasus dugaan suap di Basarnas. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Kesuksesan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap praktik dugaan korupsi di lingkungan Basarnas mendapat apresiasi dengan menetapkan dua anggota TNI Eks Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi sebagai tersangka.

Namun, keputusan KPK meminta maaf atas penetapan tersangka kedua prajurit TNI itu sontak mendapat kritik dari Koalisi Masyarakat Sipil. Selain itu, menyerahkan proses hukum keduanya kepada Puspom TNI dengan alasan selaku militer aktif berada di bawah peradilan militer.

"Kami menilai, langkah KPK yang meminta maaf dan menyerahkan kasus dugaan korupsi Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas kepada Puspom TNI merupakan langkah yang keliru dan dapat merusak sistem penegakan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/7/2023).

Sebab, kata Isnur, KPK seharusnya tidak perlu meminta maaf. Karena KPK dapat mengabaikan mekanisme peradilan militer dengan dasar asas lex specialist derogat lex generalis (undang-undang yang khusus mengenyampingkan undang-undang yang umum).

"Sebagaimana kita ketahui, sistem peradilan militer sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer merupakan sistem hukum yang eksklusif bagi prajurit militer yang terlibat dalam tindak kejahatan. Seringkali menjadi sarana impunitas bagi mereka yang melakukan tindak pidana," ujar Isnur.

Maka dari itu, seharusnya KPK menyadari pasal 65 ayat (2) UU TNI sendiri berbunyi "Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang."

Sehingga ditetapkannya dua tersangka Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas bersama tiga masyarakat sipil adalah keputusan yang benar. Karena dalam kasus suap yang harus mentersangkakan pemberi suap dan penerima suap.

"Akan menjadi aneh jika KPK justru tidak menersangkakan Kabasarnas dan anak buahnya padahal dalam perkara ini mereka berdua diduga sebagai penerima suap," tuturnya.

"Mereka yang sudah menjadi tersangka tidak bisa mendalilkan bahwa penetapan tersangka terhadap mereka hanya bisa dilakukan oleh penyidik di institusi TNI, karena dugaan korupsi ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan institusi TNI dan kepentingan militer," tambah Isnur.

KPK Jangan Takut Tindak Anggota TNI yang Terlibat Korupsi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka.

Koalisi pun mendesak KPK agar kembali memegang kasus korupsi suap di lingkungan Basarnas. Agar menjadi pintu masuk untuk mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan prajurit TNI lainnya, baik di lingkungan internal maupun external TNI.

"KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi tidak boleh takut untuk memproses hukum perwira TNI yang terlibat korupsi. Jangan sampai undang-undang peradilan militer menjadi penghalang untuk membongkar skandal pencurian uang negara tersebut secara terbuka dan tuntas," tegasnya.

Dengan terkuaknya skandal korupsi di tubuh Basarnas yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif telah menunjukkan masih lemahnya akuntabilitas dan transparansi di lembaga-lembaga yang terkait dengan militer.

"Kasus ini harus dijadikan momentum untuk mengevaluasi proses pengadaan barang atau jasa lainnya dalam institusi militer, baik secara internal yaitu di TNI maupun lembaga eksternal lainnya, agar transparan dan akuntabel sehingga tidak menimbulkan kerugian keuangan negara," ucapnya.

Diketahui, dalam OTT KPK terkait kasus dugaan suap di lingkungan Basarnas telah menimbulkan polemik berujung permintaan maaf dari lembaga antirasuah karena telah dianggap melampaui kewenangan.

Sehingga proses hukum bagi dua tersangka militer Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi diserahkan kepada pihak Puspom TNI.

Sementara tiga orang dari pihak swasta atau sipil yang sudah ditetapkan sebagai tersangka yakni, MG Komisaris Utama PT MGCS; MR Direktur Utama PT IGK; dan RA Direktur Utama PT KAU tetap ditangani KPK.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

 

Infografis Wacana Hukuman Mati Koruptor Kembali Muncul. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Wacana Hukuman Mati Koruptor Kembali Muncul. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya