Liputan6.com, Jakarta Lembaga antirasuah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah jadi sorotan. Berawal dari ditetapkannya Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya TNI Henri sebagai tersangka atas dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan.
Ada pun penetapan tersangka tersebut seharusnya telah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pihak TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Kepala Basarnas Henri Alfandi. Menyikapi hal ini, belakangan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak telah meminta maaf kepada pihak TNI.
Baca Juga
Belakangan apa yang disampaikan Johanis, sontak membuat geram pegawai KPK. Karena buntut dari pernyataannya membuat Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengajukan pengunduran diri.
Advertisement
Seharusnya yang bertanggung jawab penuh atas polemik ini adalah komisioner KPK, bukan sepenuhnya kesalahan Asep Guntur Rahayu.
Berita kedua terpopuler di top 3 news terkait musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Golkar. Seluruh ketua DPD Provinsi Partai Golkar menyatakan menolak adanya wacana munaslub.
Plt Ketua DPD Golkar Provinsi Papua Ahmad Doli Kurnia Tandjung saat menggelar konferensi pers di Nusa Dua Bali, Minggu, 30 Juli kemarin mengatakan bahwa 38 Ketua DPD ingin tetap fokus bekerja untuk memenangkan agenda politik 2024 bersama Airlangga Hartarto sebagai ketua umum hingga akhir masa jabatannya.
OTT Basarnas yang kini telah menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka mendapat sorotan dari Pakar Hukum Feri Amsari. Dia menilai Pimpinan KPK telah melanggar hukum dan harus bertanggung jawab.
Menurut Feri, dalam kasus OTT dugaan suap di proyek Basarnas, semestinya pihak KPK berkoordinasi dengan TNI. Berkoordinasi maksudnya adalah KPK tidak menyerahkan 100 persen kasus pada peradilan militer, tapi memastikan proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berjalan benar.
Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Minggu, 30 Juli 2023:
1. Pegawai KPK soal OTT Basarnas: Keselamatan Kami Jadi Taruhan tapi Disalahkan
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) geram disalahkan oleh Wakil Ketua Johanis Tanak dalam operasi tangkap tangan (OTT) berkaitan kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
Dalam kasus ini, KPK menjerat Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. Selain kedua prajurit aktif TNI, KPK juga menjerat tiga tersangka lainnya dari pihak swasta.
Pernyataan Johanis Tanak yang menyalahkan tim penindakan membuat Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengajukan pengunduran diri.
Asep yang juga mengemban jabatan Direktur Penyidikan KPK ini merasa bertanggung jawab meski pada dasarnya penetapan tersangka dalam OTT harus mendapatkan restu pimpinan KPK.
"Bukankan penetapan tersangka juga melalui proses yang panjang dan mekanisme ekspose perkara yang dihadiri pimpinan dan berlaku keputusan yang menganut asas kolektif kolegial?" demikian surat resmi pegawai KPK kepada pimpinan KPK seperti yang diterima Liputan6.com dari sumber internal KPK, dikutip Minggu (30/7/2023).
Pegawai KPK menilai seharusnya komisioner KPK-lah yang bertanggung jawab penuh atas polemik ini, bukan sepenuhnya kesalahan Asep Guntur Rahayu. Pegawai sendiri meminta komisioner KPK mundur dari jabatan dan menahan agar Asep Guntur tetap bertahan dan memimpin tim penindakan.
Advertisement
2. Seluruh DPD Golkar Kompak Nyatakan Menolak Munaslub
Seluruh ketua DPD Provinsi Partai Golkar menyatakan menolak adanya wacana musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
Sebanyak 38 ketua DPD juga menegaskan taat pada satu komando di bawah kepemimpinan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Plt Ketua DPD Golkar Provinsi Papua Ahmad Doli Kurnia Tandjung menuturkan, seluruh ketua DPD provinsi meminta pertemuan dengan Airlangga di Bali.
Dalam pertemuan itu, sebanyak 38 ketua DPD menegaskan komitmen dan taat pada keputusan munas, rapimnas, dan rakernas.
"Kami menyatakan 100 persen, kami di sini menolak munaslub. Kami ingin fokus bekerja untuk memenangkan agenda politik 2024 bersama Pak Airlangga Hartarto," tutur Doli saat menggelar konferensi pers di Hotel Mulia Resort, Nusa Dua Bali, Minggu (30/7/2023).
Doli menambahkan, pertemuan 38 DPD Golkar provinsi dengan Airlangga Hartarto adalah inisiatif para ketua DPD. Sebab, DPD merupakan pemilik suara di munas Golkar.
"Kedua, untuk urusan pilpres sebagaimana yang diputuskan dalam munas, rapimnas, dan rakernas, kami sepenuhnya sudah menyerahkan mandat pada ketua umum untuk menentukan siapa capres atau cawapresnya," tegas Doli.
3. Pakar Hukum Sebut Kasus Kepala Basarnas Tunjukkan Kualitas Sebenarnya Pimpinan KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan. Dia meminta maaf karena KPK tidak koordinasi terlebih dahulu dengan TNI sebelum mengumumkan keterlibatan Henri Alfandi.
Pakar Hukum Feri Amsari menilai Pimpinan KPK telah melanggar hukum dan harus bertanggung jawab. Sebab, segala proses hukum di KPK selalu di bawah pimpinan, termasuk soal operasi tangkap tangan (OTT) Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto.
“Sesuai ketentuan Pasal 39 ayat 2 UU KPK, seluruh proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan di KPK itu di bawah pimpinan KPK. Sehingga penentuan tersangka dan segala macam tentu dikoordinasi oleh pimpinan KPK,” kata Peneliti senior Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unan), Padang, Sumatera Barat itu, Minggu (30/7/2023).
Sebelumnya, dalam pernyataan Johanis, Pimpinan KPK seolah melimpahkan tanggung jawab ke penyidik.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI, dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," ujar Johanis di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
Feri lantas mempertanyakan, apakah pimpinan KPK memahami UU KPK atau belum. Sebab, hal terkait menjadi kealpaan besar bila Pimpinan KPK tidak memahami ketentuan Pasal 42 UU KPK yang menyatakan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan untuk perkara yang berkoneksitas itu dipimpin oleh KPK.
Advertisement