Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membeberkan hasil rapat koordinasi bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkait permasalahan polusi udara di Jabodetabek. Sejumlah evaluasi mencuat, salah satunya mengenai sumber polusi.
Menurut Emil, isu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai biang kerok sumber emisi polusi udara agak keliru. Dia menyebut, kajian mengenai sumber polusi menunjukkan konsentrasi partikel polutan PM2.5 tertinggi 75 persen berasal dari kendaraan bermotor. Sementara dari PLTU hanya berkisar 25 persen.
Baca Juga
"Evaluasi dari jumlah kendaraan, karena hasil kajiannya PM2,5 zat paling berbahaya 75 persen dari kendaraan, Sementara itu wacana di masyarakat kan nyalahin PLTU ya, sementara (PLTU) itu cuma 25 persen dari kajian yang ada," kata Emil di Kantor Kemenko Marves, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (18/8/2023).
Advertisement
Oleh sebab itu, kata dia pemerintah memandang perlu adanya kajian ilmiah yang terukur secara valid menelusuri kebenaran sumber polutan di DKI Jakarta.
Lebih lanjut, dia juga meminta agar masyarakat tak langsung percaya dengan hasil pengukuran polusi udara yang beredar di publik.
"Apa dampaknya, dan harus secara ilmiah, ukuran yang sering dikutip media itu tidak semuanya terakreditasi, cuma bikin heboh, karena dikutip seakan-akan ilmiah. Itu alatnya sendiri alatnya harus disetujui LHK," kata Emil.
"Saya mohon media jangan dikit-dikit ngutip grafis dari tempat tempat yang sebenarnya belum tentu benar. Karena teknik mengukurnya itu sangat sensitif," sambung dia.
Pemerintah, lanjut Emil juga akan mengevaluasi jumlah kendaraan bermotor yang lalu lalang di wilayah Jabodetabek. Kebijakan work from home (WFH) hingga pemberian insentif kendaraan listrik juga akan diambil sebagai upaya mengurangi mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan bermotor.
"Kemudian penguatan kendaraan listrik, ada wacana insentif dari Rp 7 juta ke 10 juta, untuk motor listrik konversi, mempermudah urusan," kata dia.
Rekayasa Cuaca Tangani Polusi Udara
Emil menyampaikan, pemerintah juga berencana melakukan rekayasa cuaca memanggil hujan untuk menangani polusi udara. Saat ini, ujarnya kondisi angin bergerak ke arah timur, bukan ke arah barat seperti grafis yang beredar di masyarakat.
"Kemudian ada rekayasa cuaca juga dilakukan, dan tidak betul ya arah dari Banten grafisnya, itu simulasi bukan berita benar, angin sampai Oktober itu ke timur bukan barat, sementara yang heboh ramai di situ kan ada grafis kalau di situ simulasi aja," terang dia.
Advertisement