Ketua Komisi X DPR Dukung Wacana 1 Oktober Jadi Hari Duka Sepak Bola Nasional

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa terkelam dalam sejarah sepak bola Indonesia.

oleh Muhammad Ali diperbarui 03 Okt 2023, 17:52 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2023, 17:52 WIB
Potret Peringatan Setahun Tragedi Kanjuruhan
Kerabat yang berduka, para penyintas dan penggemar berkumpul untuk doa bersama di stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur. (Juni Kriswanto/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana 1 Oktober jadi Hari Duka Sepak Bola Nasional yang disuarakan oleh keluarga korban Tragedi Kanjuruhan mendapat respons banyak kalangan. Wacana ini dinilai menjadi penanda agar sejarah kelam dalam dunia persepakbolaan Indonesia tidak kembali terulang.

“Kami mendukung wacana 1 Oktober menjadi hari tanpa pertandingan sepak bola di Indonesia. Langkah ini akan memberikan sedikit penghormatan kepada 135 korban Tragedi Kanjuruhan beserta keluarga mereka. Juga bagi para korban luka-luka yang saat ini masih banyak mengalami trauma,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Selasa (3/1/2023).

Untuk diketahui sejumlah keluarga korban dan masyarakat Malang menggelar aksi peringatan 1 tahun Tragedi Kanjuruhan, Minggu (1/10/2023). Mereka yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban Kanjuruhan (JSKK) mendesak agar tanggal 1 Oktober dijadikan hari duka sepak bola nasional. Pada tanggal itu, semua aktivitas sepak bola nasional baik di liga profesional dan liga amatir dihentikan.

Huda mengatakan Tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa terkelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Sebanyak 135 nyawa melayang dan ratusan lain luka-luka akibat ketidakprofesionalan penyelenggara pertandingan derby Jatim Arema Malang vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga Indonesia.

“Ironisnya selama satu tahun pascakejadian tersebut tidak ada perbaikan signifikan dalam pengelolaan sepak bola di tanah air. Padahal ada ratusan nyawa dan korban luka hingga trauma yang sudah menjadi tumbal,” katanya.

Dia merinci saat ini belum muncul perbaikan regulasi PSSI yang menjamin tidak adanya conflict of interest dalam pengelolaan liga. Belum juga ada standar pengamanan keamanan yang dirilis dari hasil diskusi PSSI dengan FIFA. Selain itu belum ada langkah pembinaan secara sistematis bagi perangkat pertandingan.

“Bahkan janji perbaikan-perbaikan stadion tempat pertandingan Liga 1 dan Liga II agar lebih aman untuk penonton belum nampak secara signifikan,” ujarnya.

Politisi PKB ini menegaskan harusnya Tragedi Kanjuruhan menjadi titik tolak perbaikan besar-besaran terhadap ekosistem pembinaan sepak bola di tanah air. Menurutnya jangan sampai ratusan korban meninggal dan ribuan luka serta trauma menjadi sia-sia ditelan gegap gempita penyelenggaran sepak bola Liga I dan Liga II yang kini telah kembali bergulir.

“Tragedi Kanjuruhan menurut kami harus diselesaikan secara tuntas. Masih adanya gelombang protes dari keluarga korban menunjukkan memang belum ada penyelesaian komprehensif terkait kasus ini,” pungkasnya.

Haru Syahdu Setahun Tragedi Kanjuruhan Malang

 Suasana haru dan syahdu mewarnai doa bersama untuk para korban tragedi Kanjuruhan yang digelar keluarga dan ribuan Aremania di depan Stadion Kanjuruhan Malang, 1 Oktober 2023.

Suasana doa diwarnai dengan kenangan paling kelam dalam dunia sepak bola Indonesia. Bahkan, salah satu orang tua korban tidak mampu menahan emosi dan menangis histeris.

"Kembalikan anakku!" teriaknya.

Dalam kesempatan itu, salah satu orang tua korban Tragedi Kanjuruhan, Devi Athok mengatakan bahwa hingga saat ini ia dan para keluarga korban Tragedi Kanjuruhan masih mencari keadilan dan berharap hukuman berat bagi para pelaku.

"Hanya dengan itu, kami keluarga korban bisa lega dan menerima hasil hukuman yang ada," katanya.

Duka juga masih menyelimuti Siti Mardiyah (55) atau yang biasa disapah Kholifah yang kehilangan putrinya, Mitha Maulidia. Kakak tertua Mitha, Andik Kurniawan, juga masih tidak percaya bahwa adik perempuan satu-satunya itu, telah berpulang.

Sejumlah foto Mitha Maulidia, tergantung di rumah sederhana yang berada di Jalan Ternate, Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur, itu. Mitha dimakamkan pada Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kasin, yang tidak jauh dari kediaman itu.

 

Rasa Rindu Ibu Pada Anak Satu Satunya

Rasa rindu seorang ibu pada anak perempuan satu-satunya itu, seringkali tidak terbendung. Derai air mata kini menghiasi hari-hari Kholifah, terlebih saat ia teringat sosok putri yang sehari-hari sering menghabiskan waktu bersama dirinya.

Dengan perasaan rindu yang membuncah, setiap hari, satu tahun terakhir, Kholifah menguatkan hati untuk berziarah ke makam anaknya yang kurang lebih berada 300 meter dari kediamannya. Dua kali dalam sehari, pagi dan sore, Kholifah mengobati rindu itu dengan menyisihkan waktu ke makam buah hatinya.

Hanya doa yang bisa ia panjatkan pada buah hati yang nyawanya terenggut pada peristiwa memilukan dalam sejarah sepak bola Indonesia. Sejarah yang akan selalu ia kenang, yang mengakibatkan hilangnya sosok berharga di dalam keluarga.

Dalam wawancara dengan sejumlah media di kediamannya, seringkali tatapan mata Kholifah masih kosong. Air mata juga tidak henti keluar dari mata perempuan berusia 55 tahun itu. Berusaha untuk ikhlas atas kehilangan yang sangat mendadak dan tidak terduga.

Satu tahun sejak ia harus menerima kenyataan bahwa buah hatinya telah berpulang, banyak hal yang berubah dalam kehidupannya. Nafsu makan menghilang, seiring rasa rindu yang terus mengingatkan ia pada sosok gadis yang terakhir berusia 26 tahun itu.

Tidak jarang juga ia tiba-tiba berlari ke pusara anaknya, saat kerinduan itu tidak tertahankan. Ia hanya bisa menangis di samping batu nisan yang menjadi penanda terakhir di mana anak kesayangannya itu dimakamkan.

Sosok Mitha Maulidia, bukan hanya sebagai anak yang dekat dengan orang tuanya. Bagi Kholifah, Mitha merupakan sahabat, teman sekaligus tempat ia bercerita dan berkeluh kesah atas apa yang ia rasakan di dalam hidup.

Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Ajukan 6 Tuntutan

Isak tangis sejumlah keluarga korban pecah tatkala mereka tiba di Stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Siang itu, mereka bersama seribu lebih massa menggelar peringatan 1 tahun Tragedi Kanjuruhan.

Rini Hanifah, ibu dari seorang korban jiwa dalam Tragedi Kanjuruhan tampak kolaps, jatuh ke aspal. Tak lama kemudian, dia berteriak histeris merutuki nyawa anaknya yang hilang dalam peristiwa itu.

"Kenapa anak saya dibunuh. Saya tidak rela," teriak Rini Hanifah, Minggu, 1 Oktober 2023. 

Sejumlah keluarga korban lainnya berusaha menenangkan dan menguatkan Rini. "Tenang, kita tak boleh lemah, harus kuat dan terus menuntut keadilan," kata salah seorang rekannya.

Hari itu adalah tepat 1 tahun tragedi Kanjuruhan. Peristiwa pilu yang merenggut 135 nyawa usai pertandingan Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.

Devi Atok, salah satu orang tua korban yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan, mengatakan keluarga dalam forum itu tak ingin menuntut penghargaan apapun dari negara. 

"Kami hanya ingin mendapat keadilan seutuhnya untuk korban," kata Devi.

Mereka menilai penanganan peristiwa itu hanya berdasar laporan model A. Vonis hukumannya pun ringan. Sedangkan laporan model B yang dibuat keluarga korban justru dihentikan.

Sejumlah keluarga korban dan koalisi masyarakat sipil bergabung dalam aksi 1 tahun Tragedi Kanjuruhan. Aksi di mulai di depan Stadion Gajayana itu diikuti seribu lebih massa. 

Mereka lalu konvoi menuju Stadion Kanjuruhan. Di stadion itu, digelar sejumlah aksi. Seperti orasi, doa bersama di depan pintu 13. Serta masuk ke dalam stadion untuk mengenang peristiwa itu.

Infografis Tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Arema di Stadion Kanjuruhan Malang. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya