Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan. Karen tak terima dijerat tersangka oleh KPK dan menggugatnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"Permohonan praperadilan itu hak yang diberikan oleh UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Untuk itu apapun alasannya, KPK akan hadapi permohonan praperadilan tersebut secara profesional dan proporsional," ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam keterangannya, Selasa (10/10/2023.
Senada, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan bakal menghadapi gugatan praperadilan Karen Agustiawan. Ali memastikan sebelum menjerat Karen sebagai tersangka, tim penyidik sudah memiliki alat bukti yang cukup.
Advertisement
"Kami ingin tegaskan, alat bukti KPK lengkap dan semua dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan sebagaimana hukum acara pidana dan UU KPK. Sebagai pemahaman bersama, praperadilan bukan tempat uji substansi perkara, karena hal itu silakan nanti di Pengadilan Tipikor," kata Ali.
Karen Agustiawan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Karen tak terima dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) pada PT Pertamina Persero tahun 2011 sampai 2021.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, gugatan itu diajukan pada Jumat 6 Oktober 2023). Permohonan berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 113/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. Dalam SIPP itu, belum ada petitum permohonan yang ditampilkan. Rencananya, sidang pertama praperadilan ini digelar pada 16 Oktober 2023.
Â
Negara Rugi Rp 2,1 Triliun
KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau atau liquefied natural gas (LNG) pada PT Pertamina Persero selama 2011 sampai 2021.
Karena langsung ditahan di Rutan KPK terhitung 19 September 2023 hingga 8 Oktober 2023 lalu.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut perbuatan Karen merugikan keuangan negara sebesar Rp2,1 triliun.
"Dari perbuatan GKK alias KA (Karen) menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Firli mengungkap konstruksi kasus yang menjerat Karen. Semua bermula pada 2012. Pada saat itu PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan liquefied natural gas (LNG) sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Â
Advertisement
Kontrak Tanpa Kajian dan Analisis
Defisit gas yang diduga akan terjadi di Indonesia dikurun waktu 2009 hingga 2040 membuat PT Pertamina mengadakan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
Firli menyebut, Karen kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan, Karen secara sepihak memutuskan melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina.
Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Â
Oversupply
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibelidari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia.
"Atas kondisi oversupply tersebut, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero," kata Firli.
Karen disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Advertisement