Profil Karen Agustiawan, Mantan Dirut Pertamina yang Tersandung Korupsi Gas Alam Cair

Mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, divonis 13 tahun penjara oleh MA terkait kasus korupsi pengadaan LNG yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

oleh Nurul Diva Diperbarui 03 Mar 2025, 12:28 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2025, 12:28 WIB
Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara
Terdakwa Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan pada Senin (24/6/2024) menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terkait kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, kembali menjadi sorotan setelah Mahkamah Agung (MA) memperberat hukumannya menjadi 13 tahun penjara atas kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Kasus yang menyeretnya ini berawal dari kebijakan investasi LNG yang diduga merugikan negara hingga Rp1,77 triliun selama periode 2011-2014.

Awalnya, Karen divonis 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, sebelum akhirnya MA memperberat hukumannya. Tak hanya itu, ia juga dikenai denda sebesar Rp650 juta subsider enam bulan kurungan. Kasus ini menyoroti kebijakan pengadaan LNG di Pertamina yang dinilai tidak memiliki dasar analisis ekonomi yang kuat, sehingga menyebabkan kerugian bagi negara.

Karen Agustiawan dulunya dikenal sebagai salah satu wanita paling berpengaruh di industri energi Indonesia. Ia bahkan pernah masuk dalam daftar 50 Wanita Pelaku Bisnis Terkuat di Asia versi Forbes pada 2011. Namun, bagaimana perjalanan kariernya hingga akhirnya terjerat dalam kasus hukum? Berikut ulasannya, dirangkum Liputan6, Senin (3/3).

Perjalanan Karier Karen Agustiawan di Dunia Migas

Karen Agustiawan lahir di Bandung, 19 Oktober 1958, dan menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), jurusan Teknik Fisika. Ia memulai kariernya di industri migas dengan bergabung di Mobil Oil Indonesia, yang kemudian diakuisisi oleh ExxonMobil, hingga akhirnya menjadi bagian dari Halliburton Indonesia sebagai Commercial Manager for Consulting and Project Management.

Pada 2006, Karen mulai bergabung dengan Pertamina sebagai Staf Ahli Direktur Utama, sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Direktur Hulu Pertamina pada 2008. Tak butuh waktu lama, ia kemudian diangkat sebagai Direktur Utama Pertamina pada 5 Februari 2009, menjadikannya wanita pertama yang menduduki posisi tertinggi di BUMN energi terbesar di Indonesia.

Di bawah kepemimpinannya, Karen membawa visi untuk menjadikan Pertamina sebagai perusahaan energi kelas dunia dengan program Energizing Asia. Ia juga mendorong peningkatan produksi minyak mentah dan diversifikasi bisnis energi dengan pengembangan energi baru dan terbarukan. Namun, kebijakan bisnis yang ia buat dalam pengadaan LNG justru menjadi awal dari masalah hukum yang membawanya ke meja hijau.

Kasus Korupsi LNG yang Menjerat Karen Agustiawan

Kasus korupsi yang menjerat Karen Agustiawan berawal dari keputusannya dalam pengadaan LNG dari Amerika Serikat tanpa adanya kajian yang memadai. Ia diduga mengambil keputusan sepihak dalam menandatangani perjanjian pembelian LNG tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris Pertamina dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dalam persidangan, jaksa KPK menyatakan bahwa akibat kebijakan tersebut, Pertamina mengalami kelebihan pasokan LNG yang tidak terserap oleh pasar domestik. Hal ini menyebabkan kerugian negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau sekitar Rp1,77 triliun, karena Pertamina harus menjual LNG dengan harga lebih rendah dan membayar biaya penalti akibat pembatalan kontrak.

Selain itu, Karen juga disebut telah memberikan kuasa kepada pejabat Pertamina lainnya untuk menandatangani perjanjian Sales and Purchase Agreement (SPA) LNG dengan Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) Amerika Serikat, meskipun tidak ada keputusan resmi dari seluruh direksi. Kebijakan ini akhirnya berujung pada dakwaan tindak pidana korupsi yang menjerat dirinya.

"Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan kasasi atas terdakwa GKK atau KA mantan Direktur Utama Pertamina, dalam perkara dugaan korupsi pada pengadaan LNG di Pertamina, yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada Liputan6 News

Vonis 13 Tahun Penjara, MA Perberat Hukuman Karen Agustiawan

Pada awalnya, Karen divonis 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Namun, setelah melalui proses banding, Mahkamah Agung (MA) akhirnya memperberat hukumannya menjadi 13 tahun penjara, serta menambah denda menjadi Rp650 juta subsider enam bulan kurungan.

Putusan ini diambil oleh Majelis Kasasi MA yang dipimpin oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto, dengan alasan bahwa kesalahan Karen dinilai lebih berat dari putusan sebelumnya. Meskipun terbukti bersalah dalam kasus ini, ia tidak dikenai kewajiban untuk membayar uang pengganti kerugian negara.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan ini dan berharap bahwa hukuman yang lebih berat ini dapat menjadi efek jera bagi para pelaku korupsi di Indonesia, terutama di sektor energi yang berperan penting bagi perekonomian nasional.

People Also Ask (PAA) – Pertanyaan yang Sering Diajukan

Apa kasus korupsi yang menjerat Karen Agustiawan?

Ia terjerat kasus korupsi pengadaan LNG yang menyebabkan kerugian negara Rp1,77 triliun.

Mengapa MA memperberat vonis Karen Agustiawan?

MA menilai kesalahannya lebih berat dan memperberat hukumannya menjadi 13 tahun penjara.

Apa dampak kasus ini bagi Pertamina?

Kasus ini menyebabkan kerugian finansial besar dan menjadi perhatian dalam tata kelola BUMN.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya