Pengaruh Musik dalam Pusaran Politik, Efektif Genjot Elektabilitas?

Musik dan politik menjadi dua elemen yang bersatu saat Pemilu, khususnya pada momentum kampanye. Namun apakah konser musik yang dihadirkan dalam agenda kampanye dapat menggenjot elektabilitas paslon tertentu?

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 05 Feb 2024, 17:51 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2024, 07:20 WIB
Pendukung Ganjar-Mahfud Padati Stadion Utama Gelora Bung Karno
Mereka hadir untuk memeriahkan kampanye akbar Ganjar-Mahfud dan Hajatan Rakyat #3 Konser Salam Metal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta -  Musik dan politik menjadi dua elemen yang bersatu saat Pemilihan Umum (Pemilu), khususnya pada momentum kampanye. Kecenderungan para musikus yang tampil saat para politikus berkampanye menimbulkan persepsi publik terkait arah politik dari grup band terkait. 

Namun apakah bisa secara pragmatis diartikan, massa yang hadir dalam agenda kampanye secara otomatis berarti mengikuti arah politik para idolanya?

Aris Setyawan seorang Etnomusikolog dalam risetnya di tahun 2014 menemukan, hal tersebut tidak serta merta demikian. Khususnya, dalam risetnya terhadap musik dangdut yang selalu digunakan sejak zaman orde baru sampai Jokowi di periode keduanya.

"Kalau di penelitian saya, di dangdut yang terjadi adalah musik ketika digunakan berkampanye memang efektif untuk menggaet sebanyak mungkin orang untuk datang di rally kampanye. Tapi efektivitas dalam menggenjot elektabilitas atau memilih orang untuk memilih kandidat tertentu, dari penelitian saya tidak menunjukkan hal seperti itu," kata Aris saat berbincang dengan Liputan6.com, Minggu (4/2/2024) kemarin.

Aris mengaku, dari hasil risetnya juga menunjukkan kebanyakan dari massa penggemar grup band yang hadir berkampanye hanya ingin menikmati sajian konser dari idolanya. Apalagi ketika acara pertunjukan konser musik itu gratis.

"Misal, ini ada pertunjukan dangdut gratis dan saya ingin nonton tetapi apakah kemudian saya akan memilih partai yang melaksanakan acara tersebut? Kebanyakan jawabannya tidak," jelas Aris.

Berdasarkan risetnya, Aris yang juga seorang musikus ini berkesimpulan bahwa grup band memang efektif mengumpulkan lautan massa, tetapi dipastikan kebanyakan dari mereka tidak terpengaruh terhadap pilihan politiknya.

"Saya kira para pemilih sudah cukup cerdas tidak terpengaruh, mereka cukup cerdas melihat rekam jejak para calon dan kualitasnya seperti apa. Jadi, musik dapat menggiring massa tapi tidak mempengaruhi," ucap Aris.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Memahami Kultur Fans Grup Band

anies
Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan memperoleh dukungan dari musisi Rhoma Irama & Soneta. (Liputan6.com/Winda Nelfira).

Senada dengan itu, Muhammad Irfan seorang Master Candidate asal Indonesia di bidang Kajian Budaya Nasional yang tengah menempuh studi di Universitas Yang Ming Chiao Tung, Taiwan mengungkapkan bahwa kehadiran musik yang dibawakan oleh para grup band tidak terlepas dari kultur yang mengakar di dalamnya.

Maka ketika ditanya, apakah menggunakan grup band bisa menjadi ‘senjata’ efektif dalam menggenjot elektabilitas kandidat pada momentum kampanye politik, Irfan melihatnya tidak demikian. 

"Kalau dari penelitian saya di Taiwan yaitu skena musik independen, tidak banyak teman-teman dari kalangan tersebut terlibat aktif pada periode kampanye kali ini. Mengapa? banyak faktor tentunya," kata Irfan saat berbincang dengan Liputan6.com melalui sambungan telepon.

Irfan mengatakan, contoh nyata terlihat saat personel dari grup musik punk bernama Dongker, Dhelpi Suhariyanto hendak nyaleg di Pemilu 2024. Pro-kontra terjadi bahkan di wilayah fanbase sendiri.

Tidak semua dari mereka mendukung langkah tersebut. Sebab kultur yang dibawakan dari band Dongker yang sarat akan perlawanan terhadap dunia politik.

"Belum melihat visi misinya namun karena band itu kan punk yang kulturnya demikian, jadi perdebatan selesai di situ, pokoknya tidak boleh," ungkap pria yang juga seorang penulis buku Bandung Pop Darlings ini.

Memahami akan kultur di sebuah musik juga berhubungan dengan para penikmatnya. Irfan menarik benang merah, bahwa basis fans dari sebuah grup band harus dilihat hingga ke akarnya untuk dapat meyakini apakah suaranya bisa efektif mendulang elektabilitas.

"Kalau melihat fanbase dari Slank saya yakin ada sekian persen yang akan memilih Ganjar-Mahfud, begitu juga fan dari Rhoma Irama karena saya tahu betapa fanatiknya penggemar Bung Rhoma. Namun kalau musisi lain, mungkin seperti Young Lex yang juga ada di barisan Ganjar-Mahfud, saya kira kultur dari fansnya belum seperti itu," beber Irvan.

 


Melihat Fenomena Musik dari Kaca Mata Politik

TKN dan Prabu Banyumas dalam gelaran konser Dewa 19 di GOR Satria Purwokerto untuk pemenangan Prabowo-Gibran. (Istimewa)
TKN dan Prabu Banyumas dalam gelaran konser Dewa 19 di GOR Satria Purwokerto untuk pemenangan Prabowo-Gibran. (Istimewa)

Analis Politik dari Aljabar Strategic, Arifki Chaniago mengamati antara musik dan politik ketika digunakan sebagai metode berkampanye bukan hal baru. Bahkan sejak era orde baru. Dia mencatat, kedua hal tersebut memiliki kesinambungan yang sangat menguntungkan.

"Fenomena ini saling menguntungkan kedua pihak dari kacamata poltik. Kenapa? Karena di kampanye akbar tentu membutuhkan grup band dan ketika ada grup band maka grup tersebut bisa disebut berpihak secara politik," kata Arifki melalui pesan suara yang diterima redaksi Liputan6.com saat diwawancara.

Arifki meyakini, keberpihakan grup band bisa menentukan terkait pilihan politiknya. Maka dari itu, hadirnya grup band di ranah politik, seperti agenda kampanye akbar memberi efek yang nyata.

"Namun kalau ditanya seberapa berpengaruh sih keduanya? Saya rasa hal itu harus ditempatkan secara terpisah. Ada upaya grup band menarik massa untuk hadir dan memilih kandidat yang didukung band tersebut, tapi perlu diingat tidak semua yang hadir dapat dimanfaatkan seperti itu," kata Arifki memungkasi    

Infografis Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya