HEADLINE: Suhu Panas Melanda Sejumlah Wilayah Indonesia, Apa Penyebab dan Dampaknya?

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heatwave.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 08 Mei 2024, 00:00 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2024, 00:00 WIB
Suhu Panas Tak Biasa Landa Indonesia Beberapa Hari Terakhir
Warga menggunakan payung saat berjalan di tengah cuaca terik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (24/4/2023). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan dinamika atmosfer yang tidak biasa menjadi salah satu penyebab Indonesia mengalami suhu panas dalam bebrapa hari terakhir. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Cuaca panas melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Tercatat suhu panas pernah terjadi di Palu 37,8°C pada 23 April 2024 lalu.

Suhu udara maksimum di atas 36,5°C juga tercatat di beberapa wilayah lain, yaitu pada tanggal 21 April di Medan, Sumatera utara yang mencapai 37,0°C, dan di Saumlaki, Maluku mencapai suhu maksimum sebesar 37.8°C, serta pada tanggal 23 April di Palu, Sulawesi Tengah mencapai 36,8°C.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkap suhu panas yang terjadi adalah akibat dari pemanasan permukaan sebagai dampak dari mulai berkurangnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan. Sama halnya dengan kondisi gerah yang dirasakan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini.

Hal tersebut, kata dia, juga merupakan sesuatu yang umum terjadi pada periode peralihan musim hujan ke musim kemarau, sebagai kombinasi dampak pemanasan permukaan dan kelembaban yang masih relatif tinggi pada periode peralihan ini.

"Periode peralihan ini umumnya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi peningkatan suhu udara, kemudian terjadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari," ujar Dwikorita di Jakarta.

Sedangkan pada malam hari, kondisi gerah serupa juga dapat terasa jika langit masih tertutup awan dengan suhu udara serta kelembaban udara yang relatif tinggi. Selanjutnya, udara berangsur-angsur dirasakan mendingin kembali jika hujan sudah mulai turun.

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi, Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, berdasarkan hasil pantauan jaringan pengamatan BMKG, hingga awal Mei 2024 menunjukkan bahwa baru sebanyak 8 persen wilayah Indonesia (56 Zona Musim atau ZOM) telah memasuki musim kemarau.

Wilayah yang telah memasuki periode musim kemarau tersebut meliputi sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, Riau bagian utara, sekitar Pangandaran Jawa Barat, sebagian Sulawesi Tengah dan sebagian Maluku Utara. Pada periode hingga satu bulan ke depan, terdapat beberapa wilayah yang akan memasuki musim kemarau seperti sebagian Nusa Tenggara, sebagian pulauJawa, sebagian pulau Sumatera, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Maluku, serta Papua bagian timur dan selatan.

"Meskipun demikian, sekitar 76% wilayah Indonesia lainnya (530 ZOM) masih berada pada periode musim hujan," imbuhnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Infografis Suhu Panas dan Gerah Melanda Sejumlah Daerah di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Suhu Panas dan Gerah Melanda Sejumlah Daerah di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto mengatakan, BMKG memprediksikan sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 63,66 persen zona musim akan memasuki periode kemarau pada Mei hingga Agustus 2024.

"Memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba, sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024," tutur Guswanto dalam keterangannya.

Dia menyebut, pihaknya mencermati kejadian fenomena gelombang panas yang terjadi di sebagian wilayah Asia dalam sepekan terakhir, bahwa hal itu tidak terkait dengan kondisi suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia. Sebab, udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan merupakan fenomena siklus tahunan, sebagai akibat dari adanya gerak semu matahari dan kondisi cuaca cerah pada siang hari.

Meskipun beberapa wilayah mengalami cuaca panas, potensi hujan sedang-lebat di sebagian wilayah Indonesia tetap masih ada.

"Dalam sepekan terakhir bulan April 2024, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat masih terjadi di beberapa wilayah, seperti di Kerinci Jambi 83,8 mm per hari, Manado Sulawesi Utara 80 mm per hari, Aceh Besar 130 mm per hari, Sorong Papua Barat 91,0 mm per hari, Minangkabau Sumatera Barat 84 mm per hari, Kufar Maluku 83 mm per hari, dan Indragiri Riau sebesar 92 mm per hari," kata Guswanto.

Potensi Hujan Lebat Masih Terjadi

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menambahkan, memasuki awal Mei 2024 ini, potensi hujan dengan intensitas lebat masih dapat terjadi dalam sepekan kedepan di beberapa wilayah Indonesia.

Seperti di sebagian Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.

Kondisi itu dipicu oleh aktivitas gelombang atmosfer, yaitu gelombang ekuatorial Rossby dan gelombang Kelvin, Madden-Julian Oscillation (MJO), dan sirkulasi siklonik yang membentuk daerah perlambatan dan pertemuan angin, khususnya di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur.

"Mengingat potensi cuaca ekstrem berupa hujan lebat masih dapat terjadi di Indonesia, sedangkan sebagian wilayah lain masih berpotensi mengalami fenomena suhu panas, maka masyarakat diimbau untuk tetap tenang namun selalu waspada terhadap potensi bencana, serta terus memantau informasi peringatan dini cuaca melalui aplikasi infoBMKG untuk mendapatkan informasi yang lebih detail," ujar Andri.


Bukan Heatwave

Jakarta cuaca panas
Pejalan kaki menutupi kepalanya dengan hoodie jaket untuk menghindari panas matahari di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (26/9/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heatwave. Berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan BMKG, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas.

"Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52°C. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43°C pada minggu ini. Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," ungkap Dwikorita.

Dwikorita menerangkan, kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara. Sehingga dimungkinkan terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik. Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas di wilayah Kepulauan Indonesia.

Sementara Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto mengatakan, istilah gelombang panas menurut World Meteorological Organization (WMO) merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lim hari atau lebih secara berturut-turut, dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat celsius atau lebih. Fenomena ini umumnya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa, Amerika, dan sebagian wilayah Asia.

"Secara meteorologis, hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah dekat permukaan akibat anomali dinamika atmosfer, sehingga aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas, misalnya pada sistem tekanan tinggi skala luas dalam periode cukup lama. Kondisi atmosfer tersebut sulit terjadi di wilayah Indonesia yang berada di wilayah ekuator," jelas Guswanto.

 


Bisa Berdampak Kebakaran Hutan

Waspada, Cuaca Jakarta Memanas
Warga beraktivitas menggunakan payung saat suhu udara mencapai 35 derajat Celcius di Kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa (22/10/2019). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah) Event

Sementara aktivis Greenpeace, Belgis Habiba mengatakan suhu panas bisa memicu kebakaran hutan meskipun bukan penyebab utama. 

"Kalau suhu panas itu menyebabkan kekeringan lebih cepat, jadi memudahkan kebakaran tapi tidak menyebabkan kebakaran," kata Belgis kepada Liputan6.com

Di tambah lagi, kata dia, gambut di hutan Indonesia sudah rusak sehingga suhu panas menyebabkan kebakaran lebih mudah. 

Sehingga untuk mencegah kebakaran hutan itu, kata dia, harus memulihkan ekosistem lahan gambut, membasahi kembali dan mencabut izin konsesi.

"Yang sudah ada izinnya perlu dievaluasi, lalu kebakaran berulang perlu dievaluasi izinnya, kalau perlu duicabut," ujarnya.

Selain memicu kebakaran hutan, kata Belgis, ia juga meminta pemerintah untuk mengantisipasi suhu panas ini agar jangan sampai menimbulkan korban jiwa. 

"Kita perlu semakin hati-hati jika melihat di beberapa negara seperti di Thailand kemarin ada yang meninggal. Apakah di Indonesia akan mengalami yang sama, kita perlu waspada," tandasnya.

Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pun memberikan tips bagi masyarakat dalam menghadapi cuaca panas, yaitu cegah dehidrasi dengan minum air yang banyak, jangan menunggu haus. Hindari minum minuman berenergi, bercafein, alkohol, dan minuman manis.

Hindari kontak langsung dengan sinar matahari secara langsung, gunakan payung, pelindung kepala. Memakai baju yang berbahan ringan dan longgar.

Selanjutnya, hindari menggunakan baju yang berwarna gelap agar tak menyerap matahari dan sedapat mungkin berteduh dari sinar matahari, terutama antara pukul 11.00 hingga 15.00 WIB.

Jangan meninggalkan siapapun di dalam mobil dalam kondisi parkir, baik dengan kaca jendela terbuka maupun tertutup. Gunakan sunscreen pada kulit yang tak tertutup. Sediakan botol semprot air yang dingin untuk semprotkan ke muka dan daerah yang terkena sinar matahari. Sebaiknya beraktivitas di dalam ruangan.

Mengimbau masyarakat untuk waspada jika timbul gejala ini saat udara panas, seperti beringat berlebihan, kulit terasa panas dan kering, rasa berdebar atau jantung terasa berdetak lebih cepat. Kulit terlihat pucat, kram pada kaki, mual, muntah, pusing dan urine yang sedikit dan berwarna kuning pekat.

Jika hal tersebut terjadi, dinginkan tubuh dengan kain basah pada pergelangan tangan, leher dan lipatan tubuh lainnya serta perbanyak minum air.


Gelombang Panas Landa Asia

Gelombang Panas Dunia
Orang-orang berjalan di bawah sinar matahari di Tokyo, Jepang, 12 Juli 2023. Cuaca panas pada hari Rabu telah ditetapkan dengan suhu naik lebih dari 36 derajat Celcius (97 derajat Fahrenheit) di Tokyo, menurut Badan Meteorologi Jepang. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Fachri Radjab menjelaskan bahwa gelombang panas banyak melanda sejumlah negara di Asia. Dari Vietnam juga dilaporkan bahwa suhu maksimum di beberapa bagian utara dan tengah mencapai angka 44°C. Sementara itu di Filipina, fenomena gelombang panas menyebabkan pemerintah meliburkan sekolah-sekolah.

Fachri menyebut, serangkaian gelombang panas ini diduga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, gerakan semu matahari pada akhir April dan awal Mei ini berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara yang bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan. Hal ini menyebabkan penyinaran matahari sangat terik dan memberikan background kondisi yang panas.

Faktor kedua, lanjut dia, adalah anomali iklim El Nino 2023/2024. Analisis data historis menunjukkan bahwa saat terjadi El Nino, wilayah Asia Tenggara daratan akan mengalami anomali suhu hingga mencapai 2 derajat di atas normal pada periode Maret-April-Mei.

Adapun faktor ketiga yaitu pengaruh pemanasan global, yang menyebabkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun. Kombinasi ketiga faktor tersebut menyebabkan suhu udara pada April-Mei ini menjadi sangat ekstrem di wilayah Asia Tenggara.

"Mudah-mudahan situasi tersebut tidak terjadi di Indonesia," pungkasnya.


Infografis Tips Hadapi Suhu Panas dan Gerah

Infografis Tips Hadapi Suhu Panas dan Gerah. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tips Hadapi Suhu Panas dan Gerah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya